Mohon tunggu...
MERAH BERANI
MERAH BERANI Mohon Tunggu... Penulis berbagai isu untuk mencerahkan publik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya menulis untuk mengedukasi masyarakat. Tidak atas dasar pesanan siapapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tekad Keras Badjuri, Dapatkan Penerangan Listrik demi Pentingnya Edukasi

26 Mei 2020   10:39 Diperbarui: 26 Mei 2020   12:29 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Tak berapa lama, operasi PLN diadakan malam hari dan kabel itu pun disita lagi. Anak-anak Badjuri kembali gagal belajar dengan nyaman.

"Saya menangis karena merasa tidak terang belajar malam hari dengan menggunakan petromaks lagi. Apalagi saat itu saya sudah berkacamata. Duduk di bangku SMP," kata Fatimah. Kini, ia sudah jadi PNS. Pegawai Negeri Sipil. Aparatur Sipil Negara alias ASN, adalah istilah kerennya.

dokpri
dokpri
Sebagai seorang petani dengan luas lahan tak seberapa, membeli kabel-kabel engkel yang disita PLN hingga tiga kali tentu berat. Mungkin harus menunggu panen sawah satu hektar kala itu. Apalagi ketika kemudian ada opsi listrik bisa menyala tapi harus 'membeli' tiang listrik. Tiangnya harus dengan biaya sendiri.

Meskipun tidak ada uang cash, Badjuri sontak mengiyakan. Pikirannya cuma satu: ingin anaknya bisa bersekolah tinggi.

"Bapak pun berunding dengan saudara sepupu atas tawaran pembelian tiang listrik itu. Bukan harga yang murah bagi petani kecil seperti mereka, karena satu tiang dihargai Rp 175 ribu dan perlu 8 tiang agar listrik bisa masuk desa kami," urai Fatimah.

dokpri
dokpri
Badjuri usul, supaya jaraknya lebih pendek, kabel bisa ditarik melalui kebun bambu miliknya sehingga kebutuhan tiang listrik tinggal 6 buah. Biayanya pun jadi lebih ringan.

Badjuri pun menjual sepeda motor Yamaha tua miliknya. Tapi itu belum cukup.

"Saya ingat, harga motor itu Rp 450 ribu, sementara Pak Mudakir -saudara sepupu Bapak- menggadaikan sawahnya selama beberapa tahun untuk mendapatkan uang Rp 450 ribu juga guna mencukupi pembelian tiang tersebut," tuturnya.

Ada sumbangan lain dari keponakan Pak Badjuri, kerabat, serta donasi dari tujuh orang tetangga yang profesinya buruh tani masing-masing senilai Rp 5 ribu. Sekali lagi, sumbangan Rp 5.000,- demi mimpi Dusun Jambean punya listrik sendiri!.

"Alhamdulillah tiang terpasang dan desaku menjadi terang di malam hari," seru Fatimah.

dokpri
dokpri
Hingga pekan-pekan lalu, jalan menuju desa Badjuri sudah semakin banyak rumah, tapi tiang listrik belum juga ditambah. Alhasil, penarikan kabel untuk pemasangan pelanggan baru terkesan panjang-panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun