Mohon tunggu...
Andayo Ahdar Notes
Andayo Ahdar Notes Mohon Tunggu... Freelancer - menulis, membaca satu paket untuk melihat bangsa

membaca dan menulis, semuanya penting. tuk menatap peradaban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbuat Kebajikan dan Memberi Maaf

31 Juli 2022   00:02 Diperbarui: 1 Agustus 2022   22:03 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
greatergood.berkeley.edu

Salah satu hikmah, mengapa rumah adat suku Bugis Makassar  berupa rumah panggung dari kayu memiliki dua pintu dan tangga yaitu depan dan samping belakang. Hal tersebut dimaksudkan agar anak-anak tidak lalu lalang di hadapan tamu dan tamu harus di jamu dengan baik. 

Dan beliau menyampaikan kebiasaan lain yang kini mulai berkurang diera kekiniaan yaitu bila saat menjamu tamu dengan hidangan, air minumnya tidak didekatkan dengan tamunya, maksudnya agar sang tamu bisa makan dengan sepuasnya. Lagi-lagi untuk perasaan sang tamu dan menghormatinya. Bila gelasnya di dekatkan terlebih dahulu sang tamu dikuatirkan sungkan untuk mencicipi hidangan yang disuguhkan. 

Dan sang Ustadz membandingkan kebiasaan orang - orang Arab yang pernah dijumpainya.

"Orang Arab, Masya Allah mereka menjamu tamunya bila 5 orang atau lebih biasanya menghidangkan kambing guling. Betapa orang Arab memuliakan tamunya. Dan sang tuan rumah mempersilahkan makan tamunya tanpa menemaninya makan. Beda dengan orang Bugis Makassar. Mereka menemani makan tamunya agar sang tamu tidak malu dan sungkan. Namun ada hal yang menjadi perhatian yaitu bila masih ada makanan yang tersisa dari hidangan. Sang tuan rumah memotong-motong rotinya dan memberikan makanan seperti sedang melemparkan makanan kepada tamunya". Gelak tawapun menggemuruh. 

Hal biasa bagi orang Arab dengan perilaku demikian namun tidak biasa bagi orang Indonesia apalagi Orang Bugis Makassar. Point yang ingin disampaikan oleh beliau bahwa berbuat baik adalah hal yang mutlak harus dilakukan namun tidak semua harus sama tergantung pada situasi dan kondisi serta adat istiadat yang berlaku di suatu tempat sepanjang tidak melanggar aqidah. Melalui penyampaian tersebut bahwa Ummat Islam seharusnya fleksibel terhadap keadaan setempat. Dengan demikian dakwah kebaikan (bilhikmah) bisa tersampaikan dan diterima dengan baik oleh masyarakat.

Point terpenting lainnya yaitu tidak kaku dan tidak menjadikan patokan diri dari standar hidup kita kepada orang lain. Dan dalam kenyataannya pastilah kita akan menghadapi banyak masalah  apabila selalu membandingkan perilaku budaya suku,bangsa lain dengan yang kita anut apalagi memaksakannya. Dituntut kebajikan, kesabaran dan banyak-banyak memberi maaf atas akhlak mungkin bagi kita itu tidak sopan , akan tetapi pada suku bangsa lain itu hal biasa. Ceramah yang begitu memikat dan analogi yang aktual dan cerdas. 

Akhirnya ceramah tersebut membuk cakrawala pikir kita tentang bagaimana menjaga pergaulan dengan orang dan memperlakukannya dengan baik. Teringat waktu semasa kuliah. Mata kuliah 

Metode Eksplanasi Arkeologi. Sang Dosen menuturkan tentang kebiasaan beberapa bangsa lain yang bila diterapkan di Indonesia akan menuai kecaman. Kebiasaan salah satu suku di Afrika yang bila bertemu saling memberikan tamparan kecil dipipi sebagai bentuk keakraban mereka dan juga kebiasaan orang tibet yang menjulurkan lidah kepada orang sebagai bentuk sapaan. 

Lain ladang, lain belalang, lain ikan lain lubuknya, lain tempat lain adat istiadatnya,

" good to be important but Important to be a good.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun