Â
Mau Berusaha Ditangkap, Mau Diam Kelaparan
Mencari emas, ditangkap. Menjual kayu, ditangkap. Jual bensin, ditangkap. Pekerjaan, tidak ada. Bansos, salah sasaran. Bahkan banyak dokter yang ikut bansos dan banyak juga digunakan para penjudi online.
Tindakan hukumnya tidak ada. Judi online juga sangat marak. Pajak, semuanya dinaikkan. Harga barang, mahal dan tidak masuk akal. Bahkan pernah penulis mendengar, sebuah rumah warisan dari kayu di kampung, di pajak sampai 2,5 juta per tahun. Padahal tidak ditinggali, karena itu milik ayah mereka yang sudah meninggal.
Kalimat singkat ini mungkin terasa sederhana. Namun, jika dibaca lebih dalam, ia adalah jeritan hati rakyat kecil yang terjepit di antara kerasnya kehidupan dan tajamnya hukum yang justru menimpa mereka.
Tulisan ini mencoba mengungkapkan situasi nyata: ketika rakyat miskin mencari nafkah sekadarnya, negara justru hadir dalam wujud aparat penindak. Sebaliknya, ketika praktik destruktif seperti judi online merajalela, hukum tampak lemah dan lamban.
Mari kita bedah satu per satu, agar kita memahami bukan hanya keluhan, tetapi juga struktur ketidakadilan yang melingkupinya.
1. Kriminalisasi Rakyat Kecil
"Mencari emas, ditangkap. Menjual kayu, ditangkap. Jual bensin, ditangkap."
Tiga kalimat ini adalah potret klasik dari kriminalisasi ekonomi rakyat kecil.
Mencari emas: banyak masyarakat di pedalaman menggantungkan hidup dari tambang rakyat. Mereka tidak memiliki izin resmi, karena prosedurnya rumit, mahal, dan cenderung hanya bisa diakses perusahaan besar.