Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

PLTN, Indonesia Menuju Negara Nuklir

14 Juni 2020   08:46 Diperbarui: 14 Juni 2020   09:00 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PLTN (tribunnews.com)

Apakah anda termasuk penduduk yang tinggal di Jakarta atau di bagian pulau Jawa yang lainnya? Atau anda tinggal di pulau lain di luar Jawa atau malahan dikawasan Timur Indonesia?

Jika anda tinggal di wilayah pulau Jawa, apa lagi jika di wilayah Jakarta, maka dapat dipastikan bahwa anda tidak akan merasakan aliran listrik dari PLN yang byar pet tiap hari atau listrik yang hanya hidup di malam hari atau bahkan anda tidak pernah merasakan ada listrik kecuali membeli genset sendiri untuk pembangkit listrik mandiri.

Seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (6/2/2020), menurut Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo di Kantor Dirjen Ketenagalistrikan Jakarta Selatan, mengklaim bahwa pasokan listrik dari PLN sudah surplus. Padahal di pulau Kalimantan khususnya, listrik PLN belum lah sampai ke kampung-kampung di pedalaman dan ada kemungkinan juga di sebagian kecil pulau Sumatera dan sebagian besar Papua.

Persoalan yang dihadapi pulau-pulau di luar Jawa adalah, aliran listrik PLN belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia, juga masalah voltase aliran listriknya itu hanya rata-rata 160-170 volt saja, paling tinggilah 180-Volt. Hanya di beberapa kota provinsi voltasenya mencapai 240 Volt. 

Selain persoalan voltase yang sangat rendah dan tidak stabil, maka yang menjadi persoalan juga bagi konsumen adalah mahalnya tarif listrik. Bisa saja pihak PLN mengklaim bahwa tarif listrik di Indonesia itu sangat murah, seperti yang penulis kutip di Kompas.com, dibandingkan beberapa negara lainnya di Asia Tenggara, tetapi klaim itu sama sekali tidak memperhatikan daya bayar masyarakat Indonesia.

Memang ada di antara rakyat Indonesia yang tidak terlalu mempermasalahkan tarif listrik PLN, tetapi itu hanya segelintir orang saja karena mereka punya duit banyak (baca: income). Tetapi mayoritas penduduk Indonesia inikan miskin dan malangnya ternyata merekalah konsumen listrik yang terbanyak.


Oleh sebab itu, menurut penulis maka PLN (baca: Pemerintah) harus mencari alternative pembangkit listrik yang bisa menghasilkan listrik dengan harga murah. Salah satu pilihannya adalah energi Nuklir. Tetapi memang ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan jika pemerintah mau menjadikan energi nuklir sebagai pembangkit listrik seperti: modal untuk investasi, masalah lingkungan, masalah tenaga kerja ahli, dan sosialisasi kepada masyarakat.

Investasi awal memang cukup besar, tetapi melihat dana-dana yang dikorupsi secara terang-terangan dan yang tidak terang-terangan dengan jumlah puluhan bahkan ratusan triliun, maka masalah dana investasi itu seyogjanya tidaklah menjadi persoalan. Lakukan saja pemberantas korupsi secara massif dan tegas tanpa pandang bulu. 

Selain itu juga perlu di ingat, janganlah kita berhutang kepada negara lain untuk mendirikan plant PLTN ini, apalagi dengan negara yang mempunyai skema hutang yang sangat memberatkan Indonesia dan memaksa membawa tenaga kerja dari negaranya. Kita punya cukup modal dengan cara berantas korupsi di setiap tingkatan dan di semua badan eksekutif dan legislative serta transparansi terhadap BUMN yang selama ini masyarakat tidak tahu duitnya ke mana saja.

Untuk masalah lingkungan, maka carilah sebuah pulau kecil yang tidak ada penduduknya. Karena mengutip dari JATAM, Indonesia memiliki 13.466 pulau besar dan kecil dan sebagian besar pulau-pulau kecil itu tidak berpenghuni. Nah, beberapa pulau kecil tidak berpenghuni ini bisa dijadikan tempat plant PLTN tadi, sehinga lingkungannya aman bagi masyarakat. Nanti listriknya dialirkan melalui kabel bawah laut.

Untuk persoalan tenaga ahli, kita punya banyak ahli seperti itu, tinggal mau dipakai atau tidak saja. Jika dirasa masih kurang, kita bisa melakukan kerja sama dengan beberapa negara lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun