Mohon tunggu...
Mentari Umayi
Mentari Umayi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jempol untuk Kemendikbud: Lembaga Sertifikasi Kompetensi, Tempat Uji Kompetensi, dan Sertifikasi Pijat Refleksi

19 Juli 2016   13:43 Diperbarui: 20 Juli 2016   10:59 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perubahan yang saya amati dalam satu dasa warsa ini: kesadaran untuk menjaga kesehatan tanpa obat-obatan kimia meningkat; waktu untuk melakukan olahraga yang dapat mengendurkan ketegangan otot dan syaraf; serta menghilangkan stress akibat tekanan pekerjaan semakin berkurang; rumah tinggal semakin kecil, kejahatan meningkat sehingga keengganan untuk memasukkan orang yang belum dikenal ke dalam rumah juga meningkat. Hal-hal semacam ini mendorong orang-orang mencari tempat yang nyaman dan bersih untuk meng-olahraga-kan tubuh secara pasif, mengendurkan otot dan syaraf, sekaligus rileks sejenak melupakan segala deadline pekerjaan, cicilan kredit, tuntutan atasan, dan sebagainya.

Sejak “panti pijat” disalahgunakan, kata “pijat” mengalami peyorasi. Jika mendengar anak muda--khususnya perempuan--berprofesi “tukang pijat”, yang terbayang bukannya pekerjaan dengan ketrampilan, melainkan “pekerjaan itu yang bayarannya besar”. Sampai-sampai, “tempat pijat” disamakan dengan tempat dugem, sehingga harus membayar pajak daerah. Padahal, sejak zaman nenek moyang kita, dan dalam banyak budaya, “pijat” merupakan salah satu cara menjaga kebugaran tubuh.  

Namun, sekarang ini di mana-mana kita lihat ada tempat “pijat” yang benar-benar untuk kesehatan, sekalipun tidak tetap tidak menggunakan kata “pijat”, karena martabat “pijat” belum terpulihkan, sekalipun sudah ada Uji Kompetensi Pijat Refleksologi oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi Pijat Refleksi Indonesia (LSK PRI) di bawah pengarahan Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Ditjen PAUDNI) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Saya sungguh tidak menyangka bahwa Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menyiapkan diri menghadapi MEA dengan melakukan sertifikasi kompetensi untuk berbagai ketrampilan. Juga, setelah berbincang-bincang dengan penghusada/terapis (yang tidak mau disebut “tukang pijat” karena konotasi negatifnya), Uji Kompetensi Refleksi tidak cukup hanya satu kali, melainkan ada 4 level.

Saya sempat bertanya tentang materi ujian, yang ternyata cukup berat, bukan abal-abal. Ujian terbagi atas 2 tahap, ujian tertulis dan praktik. Setelah lulus ujian tertulis, baru boleh lanjut ke ujian praktik, sekaligus wawancara sikap dan pengetahuan sebagai penghusada. Ujian tertulis meliputi pengetahuan tentang titik-titik meridian, anatomi, patofisiologi, dan istilah kedokteran yang awam bagi saya. Ujian praktik meliputi persiapan, tehnik, serta urutan terapi yang telah diatur dalam diktat yang diterbitkan atas kerjasama LSK, AP3I (Asosiasi Para Pemijat Pengobatan Indonesia), dan Ditjen PAUDNI Kemendikbud. Selain itu, untuk dapat mengikuti Uji Kompetensi, seorang terapis wajib menjadi anggota AP3I terlebih dahulu.

Selama 2 jam terapi di Training Center “Rumah Sehat Nakamura” (Nakamura The Healing Touch), pandangan saya tentang perhatian dan pengaturan Pemerintah terhadap “panti pijat” berubah. Kita patut mengacungkan jempol untuk Ditjen PAUDNI yang berusaha mengangkat martabat pijat, demikian juga jempol untuk pengusaha “rumah sehat” (istilah untuk membedakan diri dengan “panti pijat miring”) yang mati-matian meyakinkan masyarakat dan para keluarga penghusada bahwa profesi ini sungguh mulia.


Rumah Sehat Nakamura lahir 14 tahun lalu di lokasi di seberang pasar tradisional teramai di Solo, Pasar Legi. Saya agak ragu, karena lokasinya boleh dibilang tidak cocok untuk tempat rileksasi yang nyaman dan berkelas, karena persis berhadapan dengan Pasar Legi yang selalu sibuk selama 24 jam. Parkirannya selalu penuh dengan truk sayuran atau para bakul yang kulakan bahan pangan. Dan, setelah maghrib, parkiran ruko di kiri kanan Nakamuradiisi oleh gerobak soto bening khas Solo. Namun, begitu memasuki ruang resepsionis yang sejuk diiringi alunan musik terapi dan wewangian aromaterapi, suasana berubah menjadi beda sama sekali dengan pasar yang hingar-bingar.

Berhubung Nakamura cabang Pasar Legi penuh, saya tergelitik untuk mencoba terapi mur-mer di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Nakamura yang tidak jauh dari situ, karena ada plang menjadi Tempat Uji Kompentensi (TUK) Pijat Refleksi berlogo LSK PRI, saya baru tahu bahwa tempat terapi refleksi, akupresur seperti Nakamura juga dibina oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dan sejak 2 tahun lalu, sejak sertifikasi digalakkan, Nakamura yang terkenal dengan terapinya yang teratur, tepat di titik-titik meridian (dan sudah saya rasakan sendiri) selalu mendorong agar penghusada/terapis yang tersebar di 47 cabang di seluruh Indonesia untuk mengikuti ujian kompetensi agar memiliki sertifikat ketrampilan dari institusi negara, yang berlogo Pancasila berwarna emas.

 Agak legalah saya setelah mendengar dan melihat, serta mengalami sendiri langkah-langkah persiapan MEA. Selain itu, setelah mencoba sendiri, memang beda terapi di Nakamura yang memiliki SOP (Standard Operating Procedure) yang jelas, dibandingkan dengan tempat lain yang asal membajak dari tempat lain. Semua terapis belajar from zero, karena Nakamura merekrut orang yang tidak berpengalaman untuk menjaga kualitas terapi, dan menjaga integritas dalam etika berbisnis dengan tidak membajak terapis dari tempat lain, demikian keterangan dari salah satu instruktur yang kebetulan berada di resepsionis.

Semoga kebijakan Pemerintah mendorong pertumbuhan sektor pengobatan komplementer ini, dan semakin banyak orang sadar bahwa sebenarnya menjadi penghusada adalah profesi yang mulia, dan direstui oleh Pemerintah karena sebenarnya telah ada kurikulum pendidikan dan pelatihan sesuai standar (SKKNI) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, kita tidak perlu impor tenaga kerja terampil dari luar negeri untuk bisa menyehatkan masyarakat.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun