Banyak anak di kampungku yang seperti Ardy. Mereka memiliki banyak saudara sedangkaan orangtua mereka tak punya pekerjaan. Ironisnya, mereka menerima semua itu sebagai hal yang lumrah dan biasa.Â
Lomba lari dimenangkan oleh Ardy. Meski demikian, kebahagiaan tetap terpancar dari wajah kami masing-masing.Â
"Sore kita main perang matinas ko?", tanyaku.
"Ai besok sa. Ini hari kami pi kebun e. Nanti sa pu bapa marah kalo sa main," kata Ardy sambil melambaikan tangan dan masuk ke rumahnya.Â
Kami berpisah dan berharap besok bertemu lagi dan bermain.
* * *
Sejak siang itu aku tak pernah melihat Ardy lagi. Ia tak masuk sekolah. Ternyata di malam hari itu,kakak perempuannya tertangkap berpacaran di tempat gelap. Menurut adat di kampungku, jika ada pasangan yang berpacaran di waktu malam maka akan diberi denda 1 ekor binatang berkaki empat. Binatang itu akan diaembwlih dan dimakan bersama-sama orang se-kampung.
Sejak hari itu, keluarga Ardy pindah ke kota lain. Keluarganya memilih untuk pindah karena tak sanggup membayar denda.Â
Aku kehilangan salah satu teman bermainku. Padahal kami masih kecil dan masih ingin bersama-sama.Â
Tapi aku tetap harus menerimanya. Dunia anak-anak bukan utama. Adat adalah doktrin yang tidak bisa salah. Dan manusia hanya bisa tunduk padanya.Â