Mohon tunggu...
Melinda Rahmawati
Melinda Rahmawati Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP-UHAMKA 2018

Seorang mahasiswa yang senang akan sejarah, sosial, sastra, dan unsur-unsur kebudayaan. seorang penulis pemula dengan impian dapat tertulis dalam sejarah melalui tulisan-tulisannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Indonesia Era Kontemporer, Post-truth, dan Masa Depan

27 Maret 2020   04:33 Diperbarui: 28 Maret 2020   04:13 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masyarakat kota (itdp-indonesia.org via kompas.com)

Keadaan Sosial Masyarakat Indonesia Era Kontemporer dan Post-Truth

Masyarakat Indonesia memang masyarakat yang beragam. Karena perbedaan budaya yang hadir dari letak geografis dan kepercayaan nenek moyangnya. Namun hal tersebut tidak menjadi satu-satunya penyebab keberagaman yang ada dalam masyarakat Indonesia.

Pengaruh bangsa asing yang pernah menjajah atau singgah dalam waktu lama juga turut menurunkan budayanya, hingga budaya tersebut mengalkuturasi budaya lokal dan tercipta budaya baru yang menjadi identitas baru dalam masyarakat. 

Mocthar lubis[i] dalam karyanya menyebutkan ada enam kategori utama karakter masyarakat Indonesia. Pertama, masyarakat yang munafik atau Hipokritis. Kedua, masyarakat yang senang melepas tanggung jawabnya atas apapun. 

Ketiga, masyarakat pelestari budaya feodal. Keempat, masyarakat pelestari kepercayaan terhadap takhayul. Kelima, masyarakat yang artistik. Dan keenam, ialah masyarakat yang tidak memiliki kekuatan atau pertahanan diri. 

Manusia kategori pertama tentu sudah tidak asing kita rasakan disekitar kita. Kategori ini yang menghadirkan para manusia dengan mental korupsi atau "cari aman". Lebih parah lagi kita pernah mengenal istilah "Asal Bapak Senang". 

Istilah ini dipergunakan pada masa Orde Baru yang saat itu memang sangat otoriter dan membatasi ruang ekspresi masyarakat. Segala bentuk kebohongan dibuat untuk mempertahankan citra yang sebenarnya hanya sebuah kepalsuan. Manusia kategori kedua kini telah menjadi salah satu kebiasaan buruk yang dicontoh disetiap lapisan masyarakat dan antar generasi. 

Setiap orang berlomba-lomba mencapai kesuksesan, namun jarang ditemukan ada yang mau benar-benar saling bahu membahu untuk bersama mencapai kesuksesan tersebut. contohnya ketika ada teman kita yang baru membuat sebuah inovasi baru yang belum ada atau belum terpikirkan oleh kita sebelumnya. 

Tentu awalnya kita akan memandang hasil inovasi tersebut sebagai sebuah keanehan, tetapi saat inovasi itu berhasil hingga mendapat sebuah penghargaan bergengsi kita saling berebut untuk mengklaim kalau kita juga terlibat dalam proses penciptaan inovasi tersebut. 

Manusia kategori ketiga kini terbatas pada masyarakat menengah keatas. Mereka melanggengkan hal-hal yang telah ditanamkan oleh para pendahulu mereka, dan menjadikan hal tersebut sebagai sebuah kebiasaan yang umum dilakukan. 

Manusia kategori keempat sekarang ini menjadi salah satu cermin dari masyarakat menengah kebawah. Kepercayaan kepada hal-hal yang bersifat takhayul juga merupakan hal yang diajarkan oleh pendahulu mereka, lalu diteruskan hingga antar generasi dan menjadi sebuah kebiasaan umum. Manusia kategori kelima kini sudah jarang ditemui. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun