Di era digital yang serba cepat, satu gerakan jari di layar ponsel bisa membuka dunia tanpa batas. Mahasiswa kini hidup di tengah derasnya arus informasi, media sosial, dan teknologi yang memudahkan segalanya. Namun, di balik kemudahan itu, ada tantangan besar yang diam-diam mengintai: kita sedang menjadi "Generasi Scroll" - generasi yang terus menggulir tanpa henti.
1. Dunia dalam Genggaman, Tapi Fokus Menghilang
Setiap hari, mahasiswa diserbu notifikasi, video pendek, berita viral, hingga trending topic. Kemudahan ini membuat informasi sangat mudah diakses, tetapi justru membuat kita sulit fokus.
Alih-alih membaca satu artikel sampai selesai, banyak mahasiswa lebih sering berpindah dari satu konten ke konten lain hanya dalam hitungan detik. Otak pun terbiasa dengan hal yang cepat dan instan, hingga sulit untuk berpikir mendalam.
2. Tantangan: Antara Produktivitas dan Distraksi
Teknologi memang mendukung perkuliahan - mulai dari Google Scholar untuk riset, hingga aplikasi seperti Canva dan Notion untuk tugas. Namun di sisi lain, media sosial seperti TikTok atau Instagram juga mudah menarik perhatian. Tantangannya adalah bagaimana mahasiswa bisa tetap produktif di tengah godaan scroll tanpa henti. Seringkali, niat membuka HP untuk mencari referensi malah berakhir menonton video hiburan selama berjam-jam.
3. Dampak terhadap Mental dan Hubungan Sosial
Generasi scroll tidak hanya menghadapi masalah fokus, tetapi juga kesehatan mental.
FOMO (fear of missing out) membuat banyak mahasiswa merasa harus selalu online agar tidak tertinggal tren. Akibatnya, waktu istirahat berkurang, stres meningkat, bahkan muncul perasaan tidak cukup baik ketika membandingkan diri dengan kehidupan orang lain di media sosial.
Ironisnya, di tengah koneksi digital yang luas, banyak mahasiswa merasa semakin kesepian secara emosional.
4. Saatnya Mengatur Ulang: Menjadi Generasi Digital yang Cerdas
Menjadi bagian dari era digital bukanlah kesalahan. Tantangannya adalah bagaimana kita mengendalikan teknologi, bukan dikendalikan olehnya.
Beberapa langkah sederhana bisa dimulai dari:
- Membatasi waktu layar dengan fitur digital well-being.
- Menetapkan jam tanpa gawai, terutama saat belajar atau berkumpul bersama teman.
- Mengonsumsi konten berkualitas, seperti podcast edukatif, artikel ilmiah, atau video pengembangan diri.
- Menulis dan membaca lebih banyak, agar otak tetap terbiasa berpikir mendalam.
Dari Scroll ke Aksi