Menulislah semampu kalian. Bagi yang terbiasa menulis opini, tulislah opini. Bagi yang terbiasa puisi, tulislah puisi. Bagi yang gemar menulis cerpen atau novel, tulislah cerita fiksi. Atau, bagi yang gemar menulis storytelling inspirasi harian, maka tulislah. Sampaikan walau hanya satu ayat, satu hadis!
Semua itu merupakan sarana untuk menyampaikan kebaikan dari ide, gagasan, dan solusi setiap permasalahan. Namun, tidak untuk seperti kasus disertasi yang kontroversi tersebut. Jangan sampai kita melawan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt., bisa-bisa kita dihinakan di dunia dan di akhirat kita merasakan balasan-Nya.
Sampaikanlah kebenaran melalui tulisan, tapi tidak melenceng dari syariat Islam. Jika melenceng dari syariat, sangatlah berbahaya. Bisa jadi penulis mendapatkan dosa jariyah. Seperti penulis disertasi "Halal Seks di Luar Nikah" mendapatkan kecaman dari Ustaz Buya Yahya dan dihukumi murtad (keluar dari agama Islam).
Skill (kemampuan) menulis yang kita punya pada dasarnya untuk berdakwah. Dakwah artinya menyampaikan pada kebenaran dan melibas kebatilan. Sampaikanlah kebenaran syariat Allah. Inilah jalan dakwah agar saling menguatkan.
Di luar sana, orang kafir dan munafik sedang mencoba merusak Islam. Siang dan malam, mereka pergunakan hanya untuk menyerang dan meruntuhkan Islam dari benak kaum muslim. Maka, tugas seorang penulis adalah menyampaikan kebenaran apa adanya.Â
Jika zina hukum dasarnya adalah haram, maka katakanlah bahwa zina selamanya haram. Begitu juga dengan kharm, hukum dasarnya haram karena dapat memabukkan.Â
Agar tulisan kita nanti menjadi suluh yang mampu menerangi gelapnya peradaban di tengah karut marutnya bencana sosial yang sedang melanda umat. Seorang penulis harus mampu menawarkan solusi masalah keumatan, saat umat buntu -- Culdesac -- bingung mencari solusi dari setiap permasalahannya. Tawarkanlah solusi dengan bahasa yang ahsan, terbaik. Seperti halnya Mushab bin Umair menjadi duta Islam pertama yang menyampaikan dakwah Islam kepada penduduk Yastrib, Madinah.
Harapan kita kelak bisa pulang ke kampung halaman di Akhirat yaitu rehat dan riang gembira di taman-taman Surga, saling mengucapkan salam, serta mengambil hasil panen dari jerih payah amal ibadah saat menanamnya di dunia.Â
Ingatlah! Bukan karena tingginya ilmu, bukan karena kesilauan ingin mengejar gelar akademik. Latas, untuk apa ilmu tinggi, tapi di kemudian hari kian menjauhkan kita dari Allah Swt.? ilmu yang bermanfaat itu, saat kita dapat mempraktikkan semakin membuat kita zikir, ingat dengan Allah Swt. ilmu bisa didapatkan di majelis taklim, halqah, liqa, dan masih banyak lagi yang mungkin ilmu tidak didapati di universitas.
Muara ilmu sama dengan membuat kita semakin taat, bukan kian menyimpang dari tuntunan syariat. Kita ambil contoh kasus disertasi doktoral yang menghalalkan zina. Ternyata tingginya gelar kian membuatnya menyimpang dari syariat Islam. Nauzubillah tsumma nauzubillah.
Tujuan atau terminal akhir kita menuju ke peraduan adalah Janah. Tidak ada balasan lebih baik dari itu. Mumpung Allah masih berikan umur, marilah kita manfaatkan untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya. Agar di ujung kelak kita bisa tersenyum di Surga-Nya, bukan mendapatkan balasan azab dari-Nya. Na'uzubillah.Â