Awal Terjadinya Pertempuran Surabaya
awal mula Pertempuran Surabaya terjadi karena kedatangan pasukan sekutu pada 25 Oktober 1945. Pasukan ini merupakan bagian dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dan mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Mereka dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby dan segera membentuk pos pertahanan di kota tersebut. Tujuan utama kehadiran pasukan sekutu adalah untuk mengamankan para tawanan perang, melucuti senjata tentara Jepang, serta menjaga stabilitas keamanan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Dalam rangka melaksanakan misi tersebut, pasukan sekutu menyebarkan selebaran yang meminta masyarakat menyerahkan senjata mereka. Namun, ajakan ini justru menimbulkan kemarahan warga Surabaya, yang menolak untuk patuh dan tetap mempertahankan senjata mereka.
 Penolakan tersebut kemudian memicu perlawanan rakyat terhadap pasukan sekutu sebagai bagian dari upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sementara itu, tindakan pasukan sekutu di lapangan ternyata melebihi mandat awal mereka. Pasukan Inggris, yang merupakan kekuatan dominan dalam sekutu saat itu, menyerbu penjara di Surabaya untuk membebaskan tawanan mereka serta berusaha menguasai berbagai lokasi strategis dan fasilitas penting di kota tersebut, yang semakin memperkeruh hubungan antara Indonesia dan pihak sekutu.
Sejarah Pertempuran Surabaya ( 10 November 1945)
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan bangsa. Di berbagai daerah, termasuk Surabaya, rakyat masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Salah satu momen penting dalam perjuangan tersebut adalah Pertempuran Surabaya yang berlangsung pada 10 November 1945. Peristiwa ini menjadi salah satu pertempuran terbesar dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia serta menjadi lambang perlawanan rakyat terhadap penjajahan.
Dalam bukunya yang berjudul Pertempuran Surabaya (1985), Nugroho Notosusanto menggambarkan pertempuran ini sebagai peristiwa yang menegangkan dan penuh semangat perjuangan. Sejarawan Ricklefs dalam karya A History of Modern Indonesia Since C.1200 menyatakan bahwa pertempuran ini merupakan salah satu yang paling dahsyat selama masa revolusi. Bagi pasukan Inggris, pertempuran tersebut terasa seperti neraka karena rencana mereka untuk merebut Surabaya mengalami keterlambatan dua hari dari jadwal semula, yaitu 26 November, akibat perlawanan rakyat Indonesia yang begitu kuat. Meskipun akhirnya Surabaya berhasil dikuasai oleh pasukan sekutu, pertempuran ini membawa perubahan dalam pandangan Inggris dan Belanda terhadap bangsa Indonesia.
Pasca peristiwa ini, Inggris semakin menegaskan sikapnya sebagai pihak yang netral dan tidak berpihak kepada Belanda. Di sisi lain, Belanda yang sebelumnya menganggap enteng semangat juang rakyat Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tengah menghadapi perlawanan yang serius dan terorganisir, bukan hanya gerakan kecil yang sporadis.
Kedatangan Pasukan Sekutu ke Indonesia
Kehadiran pasukan sekutu di Indonesia merupakan bagian dari misi SEAC (South East Asia Command) yang berada di bawah pimpinan Laksamana Louis Mountbatten. Karena cakupan wilayah kerja SEAC sangat luas, dibentuklah AFNEI sebagai unit khusus yang menangani wilayah Indonesia. AFNEI dipimpin oleh Letnan Jenderal Philip Christison, yang tiba di Jakarta pada 29 September 1945. Tugas utama AFNEI di Indonesia adalah melucuti senjata tentara Jepang, memulangkan mereka ke negara asal, membebaskan tawanan perang dari pihak sekutu, serta menjaga stabilitas dan ketertiban.
Namun, pada 24 Agustus 1945, Inggris dan Belanda telah menandatangani perjanjian yang dikenal sebagai Civil Affair Agreement. Dalam perjanjian ini, Inggris sepakat untuk membantu Belanda mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Kesepakatan ini memicu penolakan keras dari rakyat Indonesia terhadap kedatangan pasukan sekutu dan menjadi salah satu penyebab terjadinya pertempuran di berbagai daerah.
Masuknya Pasukan Inggris ke Surabaya