Hallo sobat kompasiana , kembali lagi bersama saya Melania Dela. Dalam artikel singkat ini kita menelusuri sejarah retorika---seni berbicara persuasif---dari Yunani kuno, Romawi, hingga era modern.
Di Yunani kuno, retorika berkembang sebagai pusat kehidupan politik dan pendidikan. Tokoh-tokoh seperti Gorgias, Isokrates, dan yang paling berpengaruh, Aristoteles, menata teori retorika. Aristoteles membagi retorika menjadi tiga elemen kunci: ethos (kredibilitas pembicara), pathos (emosi audiens), dan logos (logika argumen). Pendidikan retorika di Athena mempersiapkan warga untuk berpidato di majelis dan pengadilan, menjadikan retorika alat vital demokrasi.
Perpindahan ke Roma membawa adaptasi praktis. Cicero menggabungkan aspek etika dan teknik orasi; ia menekankan pentingnya gaya, struktur, dan kelincahan berkata-kata. Quintilian menekankan pendidikan orator ideal, memperlakukan retorika sebagai bagian moralitas dan pengembangan karakter. Para orator Romawi memfokuskan retorika pada panggung politik dan hukum, menjadikannya seni berpengaruh dalam pemerintahan.
Memasuki Abad Pertengahan dan Renaisans, retorika tetap relevan meski berasimilasi dengan teologi dan humanisme. Renaisans menghidupkan kembali studi klasik; Erasmus dan humanis lain menekankan eloquence sebagai tanda kebajikan intelektual. Pada era modern awal, retorika berkembang bersama percetakan dan publikasi, memperluas jangkauan pidato dan debat publik.
Di abad ke-19 dan ke-20, perkembangan media massa, radio, dan televisi mengubah praktik retorika menjadi lebih terstruktur untuk massa. Teori komunikasi dan retorika modern menambahkan studi tentang persuasi massal, propaganda, dan analisis wacana. Kini, di era digital, retorika hadir di media sosial, video, dan kampanye daring, menuntut pemahaman etika, kredibilitas, serta teknik narasi yang adaptif.
Untuk pendidik dan pelajar, mempelajari retorika bukan hanya soal teknik, tetapi tentang berpikir kritis dan mempertanggungjawabkan ujaran; kemampuan ini krusial menghadapi arus informasi yang cepat dan sering menyesatkan di zaman sekarang. Mari terus asah kemampuan berbahasa kita demi dialog publik yang lebih sehat dan beradab. Ayo belajar bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI