Dunia farmasi Indonesia dihebohkan dengan adanya sebuah Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang melakukan tindakan pengemasan ulang obat-obatan. Tidak tanggung-tanggung, PBF tersebut mengemas ulang obat-obat generik ke dalam kemasan obat-obat paten. Bahkan, mereka mengganti label tanggal kedaluwarsa yang ada di kemasan obat dengan tanggal kedaluwarsa yang lebih panjang.
Yang meresahkan, obat-obat yang disebut obat-obat palsu ini diedarkan oleh distributor resmi. Sebuah perusahaan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).Â
Di setiap akhir berita tentang obat palsu yang aku baca, pihak terkait selalu memberikan himbauan pada masyarakat untuk berhati-hati saat membeli obat dan meminta masyarakat untuk membeli obat di apotek resmi.
Masalahnya dalam kasus ini, yang membuat dan mengedarkan obat aspal (asli tapi palsu) ini bukan toko obat daring atau toko obat kecil pinggir jalan. Yang menjadi tersangka dalam kasus ini adalah distributor obat yang mengantongi izin resmi dari BPOM. Bagaimana lagi masyarakat harus berhati-hati supaya obat yang dibeli terjamin keasliannya?
Seorang teman, yang sedang bergantung dengan obat golongan kortikosteroid karena penyakit yang dideritanya jadi mengeluh panjang.
"Kalau memang dia ngejual obatnya sampai ke apotek-apotek besar, siapa lagi yang bisa aku percaya?" tanyanya. "Kenapa sih, ada orang yang tega berbuat seperti itu? Kenapa harus mempermainkan obat yang menyangkut hajat hidup orang banyak?"
Entah dia ini naif atau bagaimana. Pertanyaannya jelas tidak butuh dijawab. Karena obat itu menyangkut hajat hidup orang banyak, selalu dicari orang, makanya dia berani mengambil risiko besar untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya.
Namun aku tidak menampik, pasti banyak masyarakat yang merasa waswas untuk membeli obat karena kasus ini. Masyarakat akan menurunkan kepercayaannya pada BPOM karena PBF yang bermasalah ini ternyata memiliki izin resmi. Masyarakat mungkin tidak akan dengan mudah percaya pada apotek karena katanya ada apotek besar yang juga mengambil obat di PBF ini.

Aku percaya, tidak semua PBF berani mengambil risiko sebesar itu untuk rupiah. Mungkin hanya PBF yang satu itu. Namun aku tidak menyalahkan BPOM yang sudah kecolongan. Toh nyatanya, banyak kasus obat palsu yang berhasil mereka bongkar selama ini. BPOM sudah berusaha keras, tapi mereka harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas lagi.
Yang pasti, ini harus menjadi titik baru untuk Kementerian Kesehatan dan BPOM. Mereka harus meyakinkan semua orang bahwa ini obat bukan merupakan komoditas bisnis biasa. Mereka harus lebih keras lagi menegakkan aturan tentang distribusi obat.Â
Mereka harus memastikan orang-orang yang terlibat dalam distribusi obat adalah orang-orang yang sudah disumpah untuk tidak menggadaikan kepentingan masyarakat untuk keuntungan pribadinya. Selain itu, pengawasan terhadap pemusnahan obat-obat kedaluwarsa di tempat pelayanan kesehatan harus ditingkatkan. Jangan sampai kecolongan lagi penyalahgunaan obat-obat yang kadaluarsa.
Aku yakin, tantangan paling berat saat ini harus dihadapi oleh teman-teman apoteker di apotek dan rumah sakit. Mereka harus meyakinkan masyarakat bahwa obat yang mereka berikan adalah obat yang terjamin kualitasnya.