Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merenungi Hubungan Perempuan dengan Laki-laki, Dirinya, dan Lingkungan dalam "Woe-man Relationship"

26 Mei 2019   03:51 Diperbarui: 26 Mei 2019   03:56 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Apakah salah bila perempuan ingin punya suami dengan penghasilan 30 juta rupiah setiap bulannya? Haruskah perempuan merasa bersalah ketika pasangannya memilih pergi? Mengapa ada perempuan yang memilih untuk tidak punya anak?

Hal-hal tersebut dibahas dalam buku berjudul Woe-Man Relationship: Perempuan dengan Segala Hubungannya karya Audian Laili. Buku yang diterbitkan oleh Buku Mojok ini berisi kumpulan Essay tentang dinamika perempuan menghadapi pergulatan sehari-hari. Terutama, tentang hubungannya dengan laki-laki dan lingkungannya.

Setelah membaca buku ini, aku sebetulnya malah baru sadar kalau begitu banyak pilihan dan keinginan perempuan terbatasi oleh laki-laki dan lingkungannya. Misalnya tentang 'kesalahan' perempuan yang ingin punya suami dengan penghasilan 30 juta rupiah setiap bulan atau perempuan yang tidak mau diajak makan di pinggir jalan.

Hal-hal tersebut, membuat perempuan dicap matre dan tidak mau susah. Sehingga, punya angan-angan tentang suami kaya bisa berujung cibiran. Nah, di sini kemudian Mbak Au menuliskan 'motivasi' bahwa tidak ada yang salah dengan itu semua. Tentang perempuan yang ingin punya suami bergaji 30 juta rupiah tiap bulan misalnya, ini sah-sah saja. Laki-laki kalau punya kriteria istri idaman juga tidak ada yang melarang. Atau tentang perempuan yang tidak mau diajak majan di warung pinggir jalan, mungkin karena perempuan ini takut terkena diare karena warung pinggir jalan tidak menjamin kebersihan makanan yang dihidangkan.

Aku pun sebenarnya tidak begitu peduli kalau ada perempuan yang ingin punya suami bergaji 30 juta. Namanya angan-angan mah bebas saja, kan, ya? Tinggal gimana perempuan itu mencari suaminya.

Secara keseluruhan, aku menyukai tulisan-tulisan Mbak Au ini. Tulisan-tulisan dalam buku ini memberikan kepercayaan pada perempuan bahwa mereka memiliki kuasa atas diri dan keinginan mereka. Bukan sekadar hubungannya dengan laki-laki, namun juga hubungannya dengan lingkungan. Misalnya dalam tulisan berjudul 'Sayang Orang Lain Terus, Udah Sayang Diri Sendiri Belum?' atau dalam tulisan berjudul 'Sekolah Ibu: Ketika Tanggung Jawab Awetnya Pernikahan Berada di Pundak Perempuan'.

Selesai membaca buku setebal hampir 250 halaman ini, aku kemudian membayangkan bahwa penulis adalah seorang psikolog. Kalaupun tidak, dia mungkin mempelajari ilmu psikologi. Beberapa hal yang diungkap menurutku terlalu teoritis. Misalnya saja ketika penulis membicarakan tentang tonic immobility pada tulisan terakhir atau tentang self esteem.

Semua tulisan dalam buku ini, dibuat dari sudut pandang orang yang sudah pernah berpacaran tapi belum menikah. Mungkin memang ini adalah pengalaman dan pengamatan dari penulis. Atau, memang buku ini ditujukan untuk perempuan yang masih dalam fase belum menikah. Itu sebabnya, subbab berjudul 'Pernikahan' lebih banyak membahas tentang rencana pesta.

Satu hal yang luput dibahas dalam buku ini adalah hubungan perempuan dengan perempuan lainnya. Entah dengan orang lain, namun aku merasa hubungan perempuan dengan perempuan lainnya sebetulnya lebih rumit daripada orang berpacaran. Beberapa temanku, memiliki hubungan yang aneh dengan saudara ipar perempuannya. Beberapa orang lainnya, memiliki hubungan yang sulit dengan bos perempuan. Dan banyak perempuan, memiliki hubungan yang tidak bisa dijelaskan dengan teman perempuannya.

Sebenarnya, mungkin penulis buku ini tadinya hanya ingin berfokus pada hubungan perempuan dengan laki-laki. Hal ini tercermin dalam judulnya yang menggunakan frasa 'woe-man'. Mungkin maksudnya woeman and man kali yah?

Untuk para perempuan, buku ini recomended banget untuk dibaca. Why? Karena penulis berusaha untuk mendukung kalian, para perempuan. Kalau kalian tidak merasa perlu untuk didukung karena kalian sudah setegar karang, it's fine. Berikan saja buku ini pada temanmu yang sedang down karena hubungannya dengan laki-laki atau penilaian dari lingkungannya karena suatu sebab. Dan yakinkan dia bahwa dia sangat berharga untuk hidupnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun