Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Menapaki Kisah Hijrah Esty Dyah Imaniar dalam Buku "Wanita yang Merindukan Surga"

19 Mei 2019   10:18 Diperbarui: 19 Mei 2019   10:32 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku "Wanita yang Merindukan Surga" (dokumentasi pribadi)

Kalau kita tengok di KBBI Daring, ada 1 arti hijrah yang belum disebut oleh Esty adalah perubahan (sikap, tingkah laku, dan sebagainya) ke arah yang lebih baik. Arti kata inilah yang sekarang banyak orang pakai untuk memaknai hijrah. Yang kemudian disebut Esty sebagai penyederhanaan konsep hijrah.

Sayangnya, konsep hijrah yang sudah sederhana ini kemudian disederhanakan lagi oleh pelakunya dengan hanya berfokus pada perubahan gaya hidup. 

Mengubah penampilan menjadi berpakaian syar'i, berkumpul hanya dengan orang-orang yang satu pengajian dengan kita, jadi baper pada orang-orang yang sudah menikah (sebelumnya baper sama orang yang pacaran romantis di medsos), berhenti jadi pegawai bank lalu berdagang, dan semacamnya. Namun, mereka lupa untuk meng-upgrade pemikiran dan perbuatan mereka.

Orang-orang ini (yang aku temui) tetap menjadi orang-orang yang menyebalkan karena mereka selalu merasa paling benar, suka menghakimi, dan masih saja suka memamerkan harta mereka dengan balutan ayat Al-Quran atau potongan Hadis. Contoh gampangnya, kalau sudah berhijrah, jangan nyinyir sama hidup orang, donk...

Nah, dalam buku ini, Esty ingin menyampaikan pada kita tentang cara berfikir, berproses, fokus pada keahlian, fokus pada substansif, fokus pada kontribusi dan hal-hal lain yang mendasari seluruh pemikiran kritis terhadap pemaknaan hijrah.

Yang paling mengena sama aku dari buku ini adalah tentang hijrah pekerjaan. Di sini, Esty bercerita bagaimana dia memutuskan berdagang pakaian setelah lulus kuliah tapi kemudian menutup usaha pakaiannya itu karena merasa usaha yang dia geluti ini tidak thayyib (berasal dari usaha yang tidak mengancam kelanjutan sumber daya alam bagi masa depan).

Dagang baju itu nggak thayyib-nya di sebelah mana?

Jadi, seiring membaca lebih banyak buku, nonton film dokumenter, ikut forum, dan melakukan banyak hal keilmuan lain, Esty semakin sadar kalau industri fashion berkontribusi besar bagi kerusakan alam. Limbah-limbah pabrik tekstil yang mencemari lingkungan tidak bisa diabaikan oleh Esty. Padahal usahanya aja mungkin sebenarnya belum besar.

Aku tiba-tiba teringat dengan film dokumenter yang sedang naik daun belakangan ini: Sexy Killer. Pengusaha-pengusaha yang sudah nyata-nyata merusak lingkungan dan merugikan rakyat kecil, mereka adem ayem menjalankan usahanya tanpa rasa bersalah. Bahkan, mereka mendapat status sebagai perusahaan syariah.

Hijrah pekerjaan bukan sekadar dari pegawai bank menjadi pedagang. Namun harus dipikirkan juga bagaimana usaha kita bisa menjadi thayyib, berkah bagi sesama, dan tidak memanfaatkan orang lain secara negatif.

Well, ilmu itu memang tidak tergantung seberapa tinggi dan seberapa luas akses kita terhadapnya untuk bisa menyentuh kehidupan kita. Namun bagaimana kita memaknai dan berefleksilah yang membuatnya hadir memberikan kita hidayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun