Mohon tunggu...
Meily Putri
Meily Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa FH UAD

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Kebijakan RED II terhadap Arus Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

9 Juli 2021   16:31 Diperbarui: 9 Juli 2021   16:46 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia adalah negara yang kaya akan Sumber Daya Alam, kekayaan SDA tersebut turut menunjang komoditas ekspor Indonesia. Salah satu komoditas utama ekspor terbesar di Indonesia yakni Ekspor Minyak Kelapa Sawit, hal ini di tandai pada awal tahun 2021 dimana ekspor minyak kelapa sawit mencapai 2,86 juta ton lebih tinggi dari bulan januari 2020 lalu. Adanya pandemi covid-19 ini turut mempengaruhi nilai ekspor minyak kelapa sawit dimana setiap bulannya masih terjadi kenaikan-penurunan yang signifikan. 

Pada 17 Januari 2018, Parlemen Uni Eropa menggelar pertemuan dimana dalam pertemuan tersebut untuk mengambil keputusan mengenai penggunaan minyak kelapa sawit bagi produk biodiesel. Keputusan ini diambil dalam rangka meningkatkan efisiensi energi hingga 35% pada tahun 2030 mendatang, kebijakan ini mulai dilaksanakan pada Tahun 2021 ini.

Kebijakan RED II, UE mewajibkan penggunaan bahan bakar di UE berasal dari energi yang dapat diperbarui, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengkategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) yang beresiko tinggi.

Adanya kebijakan tersebut berdampak negatif pada ekspor minyak sawit Indonesia di perdagangan global, dampak Internal yang dirasakan Indonesia terhadap kebijakan ini berpengaruh pada kinerja PDB, ekspor dan neraca perdagangan, pandangan negatif terkait produk dari Indonesia, hingga pada bidang ketenagakerjaan. Minyak kelapa sawit sebagai salah satu komoditas utama ekspor indonesia, justru sangat dirugikan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam RED II ini, dan bisa dikatakan telah mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia. Adanya kebijakan tersebut juga turut menjadi alasan menurunnya ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dimana mengingat bahwa UE merupakan pasar ke-2 terbesar setelah India.

Karna Hal tersebut, Pada 9 Desember 2019 lalu, Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa di WTO terkait kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE.

Proses Konsultasi negara Indonesia dengan UE dilakukan pada tanggal 19 Febuari 2020 di Kantor Pusat WTO di Jenewa, Swiss, Indonesia mengajukan 108 pertanyaan terkait kebijakan RED II. Kedua negara kemudian dijadwalkan untuk melakukan perundingan kembali pada tanggal 19 April 2020, namun dengan adanya pandemi Covid-19 ini hal tersebut belum dapat terealisasikan hingga kini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun