Mohon tunggu...
Meilina Ika Yuswanti
Meilina Ika Yuswanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Berani Hidup Tanpa Batas dengan Mencintai Diri Sendiri

24 November 2024   17:22 Diperbarui: 24 November 2024   17:36 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
This Is Me! Whatever You Say | Muhajjah Sartini | 2022/Dok C-Klik Media

  • Judul buku                          : THIS IS ME! Whatever You Say Beranilah, Nanti Nanti Keburu Mati
  • Nama penulis                     : Muhajjah Sartini
  • Identitas penerbit               : C-Klik Media
  • Tahun terbit                       : Cetakan keenam, 2022
  • Tebal buku/jumlah hal.      : 233 hal
  • Ukuran                               : Panjang 20cm, lebar 14cm, dan berat 0,25kg
  • Harga buku                        : Rp. 25.000
  • Peresensi                            : Meilina Ika Yuswanti

Banyak orang terjebak dalam rutinitas yang monoton, terperangkap dalam komentar negatif orang lain, hingga lupa akan pentingnya mencintai diri sendiri. Buku This Is Me! Whatever You Say karya Muhajjah Sartini menjadi jawaban bagi mereka yang ingin menemukan jati diri, memupuk rasa percaya diri, dan bergerak lebih bebas tanpa dibatasi pandangan orang lain. Dengan judul tambahan yang provokatif, "Beranilah, Nanti-Nanti Keburu Mati," buku ini tidak hanya menyentuh ranah motivasi tetapi juga menawarkan cara introspektif untuk memahami diri sendiri.

Dalam kehidupan, tekanan sosial sering kali menjadi hambatan bagi seseorang untuk mengekspresikan dirinya. Muhajjah Sartini memahami bahwa banyak orang terjebak dalam lingkaran komentar negatif, yang akhirnya mengikis rasa percaya diri mereka. Buku ini membahas berbagai cara untuk melepaskan diri dari pengaruh buruk tersebut, dimulai dengan pengenalan konsep mencintai diri sendiri.

Penulis menjelaskan bahwa cinta terhadap diri sendiri bukanlah bentuk egoisme, melainkan sebuah penghormatan terhadap kehidupan. Ia menggambarkan kehidupan yang terlalu bergantung pada validasi orang lain seperti "mengendarai kendaraan tanpa arah." Dalam buku ini, pembaca diajak untuk menetapkan tujuan hidup berdasarkan kebutuhan dan impian pribadi, bukan karena tekanan eksternal.

 

Buku ini disusun dalam beberapa bab yang dirancang untuk mengajak pembaca mengenali diri lebih dalam. Setiap bab dimulai dengan kutipan inspiratif dan diakhiri dengan aktivitas reflektif, seperti menuliskan pengalaman pribadi atau menjawab kuis kepribadian. Aktivitas ini membantu pembaca untuk tidak hanya membaca, tetapi juga menginternalisasi pesan yang disampaikan.

Salah satu bab yang menarik membahas pentingnya motivasi intrinsik, yaitu dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri. Muhajjah mengilustrasikan konsep ini dengan cerita tentang anak kecil yang belajar naik sepeda. Anak itu mungkin terjatuh berkali-kali, namun ia tetap bangkit karena keinginannya untuk berhasil. Penulis menekankan bahwa motivasi seperti inilah yang membantu seseorang bertahan dalam menghadapi tantangan hidup.

Salah satu pesan utama dari buku ini adalah pentingnya membangun dialog internal yang positif. Muhajjah mengajak pembaca untuk bertanya pada diri sendiri: "Apa yang benar-benar membuatku bahagia?" atau "Bagaimana aku bisa menjadi versi terbaik dari diriku?" Melalui dialog ini, pembaca diajak untuk memahami bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri, bukan dari pengakuan orang lain.

Penulis juga menekankan perlunya melatih rasa syukur dan menghargai pencapaian kecil dalam hidup. Ia menggambarkan bahwa setiap langkah, sekecil apa pun, adalah bagian dari perjalanan besar menuju tujuan hidup. Dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dicerna, Muhajjah menyampaikan bahwa menerima diri apa adanya adalah fondasi utama dari kebahagiaan.

Di era media sosial, kritik sering kali datang tanpa filter. Muhajjah Sartini memahami tantangan ini dan memberikan strategi praktis untuk menghadapinya. Ia menyarankan pembaca untuk membangun batasan emosional, yang akan membantu mereka memilah mana kritik yang membangun dan mana yang sebaiknya diabaikan.

Dalam salah satu bagiannya, penulis menggambarkan media sosial sebagai "panggung tanpa akhir" di mana semua orang merasa berhak untuk berkomentar. Namun, ia mengingatkan pembaca bahwa panggung ini tidak wajib diikuti. Dengan analogi yang sederhana namun kuat, Muhajjah mengajarkan pembaca untuk memprioritaskan kesejahteraan mental mereka di atas segalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun