Keseimbangan. Siapa tak menghendakinya? Hidup ini tak akan memenuhi harapan apabila tak ada keseimbangan.Â
Kita butuh keseimbangan dalam menjalani dan mengelolah dinamika kehidupan. Sebut saja beberapa hal, misalnya antara kerja dan istirahat, antara hal-hal jasmaniah dan rohaniah, antara urusan vertikal dan horisontal, antara ruang privat dan publik dan lain sebagainya.
Pendek kata keseimbangan itu penting bahkan vital. Mau tidak mau, harus!
Isu tentang keseimbangan yang sering menjadi problema adalah apa yang dibahasakan sebagai worklife balance. Keseimbangan antara kehidupan dunia kerja dengan kehidupan pribadi dan keluarga.Â
Mungkin ada yang tak sependapat bahwa antara dunia kerja atau aktivitas kerja bisa tak seimbang dengan urusan dalam negeri (pribadi dan keluarga). Bukankah jam kerja sudah ditentukan?Â
Benar bahwa kehidupan dunia kerja telah diatur waktunya. Jam berapa masuk kantor dan jam berapa boleh pulang kantor. Namun, faktanya tidaklah demikian. Dunia kerja, utamanya lerja kantoran, sering meminta porsi tambahan.Â
Porsi tambahan yang paling umum kita sebut lembur. Selain itu ada juga dinas luar hingga "home work" - kerjaan kantor yang terpaksa dikerjakan di rumah.Â
Porsi tambahan tersebut jika awet setiap hari berpotensi menyebabkan konflik dalam rumah tangga. Benih-benih kecurigaan dan pupuk kesepian berkolaborasi sehingga berujung unjuk rasa. Yah, unjuk perasaan. Mulai dari cemburu, marah hingga cekcok.Â
Karenanya, worklife balance harus dikelolah dengan apik. Seperti apa model pengelolaannya?Â
