Mohon tunggu...
Meidiana Prihardina
Meidiana Prihardina Mohon Tunggu... -

this is who I am. lack of anything, full of willing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sondah, Si Sederhana yang Menyehatkan!

11 Juli 2013   14:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:42 2100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1373527848144897131

Mungkin untuk sebagian orang istilah Sondah belum familiar di telinga. Namun untuk sebagian besar masyarakat Jawa Barat pastinya istilah permainan Sondah sudah tidaklah asing. Sondah adalah permainan tradisional sederhana yang cara memainkannya hanya dibutuhkan sebatang kapur untuk menggambar bentuk persegi sebanyak 8 buah di lantai atau di tanah lapang. Terbayang? Tentunya bagi yang sudah mengenal permainan ini akan terbayang bagaimana bentuk persegi tersebut akan tampak di lantai. Namun bagi yang belum paham akan sedikit saya gambarkan. Persegi pertama digambar paling awal berderet horizontal hingga persegi ketiga, namun pada persegi keempat dan kelima digambarkan sejajar vertikal. Berikutnya persegi ke enam dibuat diatasnya, tepat diantara persegi keempat dan kelima. Lalu yang terakhir persegi ketujuh dan kedelapan dibuat persis seperti persegi keempat dan kelima namun posisinya berada diatas persegi keenam. Inilah contoh bentuk Sondah yang kerap dimainkan di zaman saya kecil dulu.

Sondah mungkin kini sudah jarang dimainkan oleh anak-anak yang berada di daerah perkotaan. Hal tersebut terjadi karena tentunya sudah banyak permainan lain yang lebih menarik dan memanfaatkan teknologi. Beda dengan anak zaman dahulu seperti saya, sepulang sekolah hal yang paling dinantikan ialah bermain dengan teman-teman sekampung di luar rumah.

Konon permainan ini bukan berasal dari Indonesia, tapi hasil penyebaran bangsa Belanda ketika menjajah Negara kita. Maka Sondah pun dikenal di beberapa daerah di Indonesia dengan nama yang beragam, alias serupa tapi tak sama serta mungkin juga tidak dikenal di beberapa daerah lain di Indonesia. Namun dikampungku dulu tepatnya di daerah Sukabumi, permainan Sondah ini cukup populer karena di lingkungan tempat tinggalku lebih banyak anak perempuan dibandingkan anak lelaki. Sehingga banyak pula anak perempuan yang lebih memilih bermain Sondah dibandingkan bermain kejar-kejaran atau petak umpet yang juga kerap dimainkan dengan anak lelaki. Selain itu permainan ini pun bisa terbilang low cost. Tidak perlu membeli peralatan yang mahal atau mencari benda pendukung yang sulit, cukup memiliki sebatang kapur yang bisa kita minta dari sekolah (kebiasaan yang kerap saya lakukan dulu, hehe). Lalu setiap orang diwajibkan memiliki gundu, yaitu semacam benda yang ukurannya tidak terlalu besar yang berbahan batu, potongan dinding kapur, pecahan genteng atau karet.

Cara memainkan permainan Sondah cukup sederhana dan juga menyehatkan. Mengapa menyehatkan? Karena setiap pemain diwajibkan untuk melompati setiap persegi dengan sebelah kaki saja. Hal tersebut tentunya dapat melatih keseimbangan, ketangkasan dan kekuatan kaki si pemain. Sebaiknya kaki yang digunakan untuk menopang berat tubuh ialah kaki kanan, karena biasanya sebagian besar orang lebih nyaman untuk berjinjit dengan kaki kanan dibandingkan kaki kirinya. Sulit menjaga keseimbangan ketika kaki kiri digunakan untuk menopang berat tubuh. Jika pemain kurang cermat dalam menjaga keseimbangan kakinya, maka tentunya ia akan terjatuh dan gugur dalam permainan. Ketika kita bermain permainan Sondah ini dapat dipastikan bahwa si pemain mengeluarkan keringat dan membakar banyak kalori akibat melompat-lompat dengan satu kaki. Sama saja dengan kegiatan berolahraga kan?

Peraturan permainan ini yaitu pemain sesuai dengan urutannya diberi kesempatan untuk melempar gundu dari persegi kesatu hingga persegi kedelapan secara berurutan. Jika pemain terjatuh atau gundu tidak tepat sasaran pada urutan persegi yang seharusnya ia mainkan, maka pemain tersebut gugur dan dilanjut oleh pemain berikutnya. Oleh karena itu, gundu yang kita miliki lebih baik jika bentuknya pipih dan berat, sehingga mengurangi kemungkinan gagal ketika melempar gundu ke persegi yang tepat pada Sondah. Selain itu, setiap pemain tidak boleh melewati persegi yang terdapat gundu didalamnya, baik miliknya ataupun milik pemain lain. Contoh saja, jika persegi kesatu terdapat gundu pemain A, maka ketika giliran pemain B bermain, pemain B tidak boleh menginjak persegi kesatu. Ia diharuskan menginjak persegi kedua langsung. Selanjutnya, jika terdapat salah seorang pemain yang sudah mencapai persegi kedelapan maka ia berhak memilih persegi lalu persegi tersebut diberi bintang olehnya. Artinya persegi tersebut adalah miliknya dan tidak boleh diinjak oleh pemain lain.

Mudah kan? Inilah permainan yang selalu dirindukan ketika kini saya sudah menginjak usia 22 tahun. Kenangan yang tidak akan terulang dan mungkin saja suatu saat permainan ini akan punah ditelan kemajuan zaman. Kalau saja boleh diulang, saya rindu ketika harus menunggu guru keluar kelas dan diam-diam mengambil potongan kapur bekas yang sudah pendek dan tidak terpakai untuk digunakan bermain sondah. Saya juga rindu ketika harus sedikit berkelahi dengan teman dan berebut mengambil gundu dari bekas dinding kapur yang sudah retak. Atau ketika saya harus berkeliling daerah tempat saya tinggal mencari tempat yang enak untuk bermain Sondah, karena tidak semua orang mengizinkan kami bermain di tempatnya. Mungkin khawatir lantainya kotor akibat gambar Sondah yang kita buat.

Seringkali saya dan teman-teman sedikit memodifikasi peraturan permainan yang asli dengan membuat peraturan versi kami sendiri, dengan maksud supaya permainan lebih menarik dan greget. Kami membuat sebuah gunung diatas persegi ketujuh dan kedelapan, fungsinya ialah sebagai singgasana terakhir bagi si pemain yang bisa mencapai persegi kedelapan paling awal dan bintang terbanyak. Setiap pemain berhak merebut singgasana tersebut dengan menyusul perolehan bintang si pemenang dan bersama-sama berdiam di gunung-gunungan yang telah kami buat. Sungguh aneh tapi menyenangkan! Walaupun terkadang ada adu mulut atau cek-cok hanya karena peraturan “tambahan” yang kita buat. Namun itu sama sekali tidak mengurangi kebahagiaan kami ketika bermain. Persahabatan dan kekompakan kami tidak pernah terusik hanya karena permainan semata.

Pengalaman ini mungkin jarang sekali dialami oleh anak seusianya di zaman sekarang. Kebanyakan dari mereka kini kekurangan permainan yang beraktivitas diluar rumah, seperti Sondah, Bebentengan, Galasin, Petak Umpet atau Lompat Tali. Padahal permainan ini melatih kemampuan kinestetis anak dan melatih untuk lebih kreatif serta aktif di luar rumah. Tak bisa dipungkiri mungkin permainan ini bisa dikatakan jadul atau out of date oleh anak-anak di perkotaan yang lebih bersahabat dengan games di perangkat komputer, handphone, tablet atau PS. Anak zaman sekarang pun sebagian besar mungkin lebih nyaman untuk berlama-lama berhadapan dengan perangkat tersebut dibandingkan harus bermain di lapangan dan menghabiskan banyak energi.

Walaupun begitu tak ada salahnya untuk memperjuangkan kembali eksistensi dari permainan Sondah ini, kan? Banyak sekali komunitas yang tetap berusaha melestarikan permainan tradisional dari berbagai daerah, memperkenalkan budaya-budaya setempat yang hampir punah. Upaya ini pun dilakukan oleh Indonesia Travel yang melestarikan budaya melalui update informasi keragaman budaya Indonesia melalui artikel dan gambar-gambar menarik yang tentunya membuat semua pembaca tertarik untuk mengunjungi Negara seribu budaya ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun