Mohon tunggu...
Meicky Shoreamanis Panggabean
Meicky Shoreamanis Panggabean Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis biografi BTP dan Munir

www.gurupenulis.weebly.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Para Pendeta Pendukung Adhyaksa Dault: Nga(n)dalin Yesus Kristus ?

22 November 2015   13:03 Diperbarui: 22 November 2015   13:08 1812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya mikir sejak  3-4 bulan yang lalu,”Siapa ya pendeta-pendeta  yang bakal  terang-terangan dukung lawannya Ahok ?”  Pilpres 2014 menunjukkan rohaniwan Kristen dengan senang hati mengatakan bahwa tukang culik yang beberapa bulan  menunggak pembayaran gaji karyawannya telah ditunjuk Tuhan untuk memimpin negeri ini. Kalau berpikir pake ‘logika’ kayak gitu,  kita akan menyimpulkan  bahwa  jika  seseorang yang tangannya berlumuran darah rakyat   layak memimpin  200an juta warga,  maka semua lawan Ahok   tentu pantas untuk memimpin Jakarta yang hanya berisi 7 juta orang.

Sepak terjang Ahok bisa dibilang sangat kristiani,islami, buddhis dan juga hinduis. Nggak bertentangan dengan ajaran universal agama manapun. Semua agama mengajarkan anti korupsi,  Ahok  anti suap. Semua agama mengajarkan cinta kasih. Ahok mengasihi rakyatnya sampai rela mati dan siap menghadapi kemungkinan istrinya dibunuh serta  anaknya diculik. Semua agama mengajarkan keberanian, ya kita ngertilah mutu Ahok di hal kayak gini.

Eh, tapi semua agama ‘kan  ngajarin orang untuk ngomong sopan, Ahok nggak sopan ?   Inti ajaran Kristen tentang sopan santun adalah kesopanan itu sangat penting tapi kalau itu menghalangi kita dari kejujuran, pilihlah untuk bertindak jujur, bukan bersopan-ria. Yesus adalah  Sosok yang sopan, maha pengampun dan  maha pengasih tapi  Dia datang ke dunia bukan untuk bersikap manis  terhadap kejahatan. Yesus mendobrak norma yang berlaku umum saat itu. Dia melawan status quo. Dia membentak. Dia menebalikkan meja.. Ia kasar lho waktu  memaki para munafik, antara lain pake  kata ‘ular beludak’. Prinsip ‘sopan tapi liat-liat sikon’ macam ini mewujud dalam tindakan Ahok. Beliau ngamuk, hingga memukul kap mobil, kepada seorang pengacara yang memanfaatkan nenek tua renta agar pengacara itu dapat untung dalam kasus sengketa tanah. Beliau memaki perampok rakyat. Toh  hingga hari ini  tetap rombongan anak TK dan SD bergantian datang ke Balai Kota dan gerombolan selfie bareng Ahok jumlahnya tambah banyak.

Dengan segenap keterbatasannya, Ahok berusaha menjalankan nilai-nilai kemanusiaan universal. Beliau ngotot untuk tetap kafir tapi banyak membangun masjid.  Beliau dimaki buruh namun menyediakan air wudhu saat mereka demo supaya yang Muslim bisa sholat.

Oleh karena itulah, menarik untuk   mengamati para pendeta yang  mendukung Adhyaksa.

Pendeta punya hak pilih  namun sebaiknya nggak menunjukkan pilihannya di depan umum karena hal ini berpotensi menyebabkan perpecahan mengingat mereka mengayomi jemaat yang pilihan politiknya berbeda-beda. Untuk mereka yang mikir,”Lebai ah, masa’ gitu aja bisa pecah, cemen ih”. Emang cemen. Browsing urusan pendeta di Pilpres 2014 gih sono.

Semua orang secara individual boleh berpolitik praktis tapi bagi pendeta sulit sekali bisa berpolitik dengan cara 100% melepaskan diri dari gerejanya. Karena jika berpolitik praktis emblem gereja tetap melekat di dadanya, keberpihakan  pendeta itu terhadap partai tertentu  bisa punya dampak terhadap lembaga tempat pendeta itu bernaung. Pilihan politik pribadinya bisa dianggap mewakili  pilihan politik gereja. Tentu saja gereja tak boleh steril dari permasalahan sosial politik karena Tuhan kerja di semua aspek termasuk politik. Gereja harus memberikan  panduan tentang ciri-ciri tokoh yang sebaiknya jemaat dukung dengan mengaitkannya ke Pancasila dan UUD ’45 (Gereja Katolik dan beberapa gereja Protestan adalah contoh yang keren). Rohaniwan bisa mendorong jemaat untuk terjun ke politik  serta saat khotbah mengintegrasikan masalah sosial politik   dengan ayat yang dibahas agar yang disampaikan tidak melulu tentang surga dan neraka namun juga mengenai  dunia: Membumi dan kontekstual. 

Para pendeta pendukung Adhyaksa melangkah lebih jauh: Memproklamirkan pilihan politik mereka. Jelas mereka tak tahu, pura-pura tak tahu, lupa atau pura-pura lupa akan  hiruk-pikuk memalukan yang ditimbulkan oleh para pendeta di pilpres 2014.

Tapi ya udahlah, udah terlanjur.  Sekarang akan lebih menarik untuk meneropong  proklamasi dukungan para  pendeta terhadap Adhyaksa. Mendukung  orang  hanya karena ia seagama dengan kita adalah hal yang amat bodoh tapi  mendukung seseorang yang agamanya berbeda   hanya karena ingin kelihatan toleran dan demokratis tentu saja sama bodohnya. Apa jangan-jangan malahan lebih bodoh.

Kalau kita ingin tahu tentang karakter seseorang, berilah dia kekuasaan, kata Lincoln.

Sejauh ini Adhyaksa tak punya catatan korupsi tapi  prestasi  dia di bidangnya tak cemerlang seperti prestasi Ahok di bidangnya. Saat Adhyaksa jadi Menpora, korupsi PSSI tak tersentuh. Dia nggak korupsi tapi mendiamkan orang korupsi dalam kondisi sesungguhnya  dia  punya kuasa untuk melakukan tindakan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun