Mohon tunggu...
Muhammad Ihsan
Muhammad Ihsan Mohon Tunggu... Halo saya Ihsan

Saya adalah seorang Blogger yang menyukai Ilmu Teknologi dan Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BRICS; Apakah Kita Siap?

15 Januari 2025   14:03 Diperbarui: 15 Januari 2025   14:03 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada 6 Januari 2025, Indonesia secara resmi bergabung dengan BRICS---akronim yang awalnya mewakili Brazil, Russia, India, China, dan South Africa. Kelompok ini dibentuk pada 2005 oleh lima negara yang saat itu menonjol karena pertumbuhan ekonomi yang pesat. Kehadiran Afrika Selatan pada 2010 membuat nama organisasi menjadi BRICS secara permanen. Selama perjalanannya, BRICS menegaskan diri sebagai penyeimbang bagi kelompok negara maju G7, dengan tujuan mendorong kerja sama ekonomi dan pembangunan di antara negara-negara berkembang.

Setelah beberapa tahun, BRICS tumbuh menjadi forum kerja sama strategis di berbagai sektor---dari perdagangan, investasi, hingga pembentukan lembaga keuangan bersama. Salah satu pencapaiannya adalah pembentukan Bank BRICS pada 2014, yang bertujuan memfasilitasi transaksi antarpihak anggota. Dalam perkembangannya, negara-negara seperti Mesir, Uni Emirat Arab, dan Iran juga turut bergabung pada awal 2020-an, sebelum akhirnya Indonesia resmi bergabung di awal 2025.

Meski demikian, muncul pertanyaan mendasar: apakah Indonesia siap bergabung dengan BRICS? Mengacu pada Global Competitiveness Index (GCI), Indonesia masih berada di peringkat ke-27 dunia, posisi yang dianggap masih tertinggal dibanding negara-negara lain di kawasan Asia, seperti Singapura. Pendapat kritis datang dari Ahmad Sahide, yang dalam bukunya Demokrasi Kita (Sahide, 2023) menilai bahwa Indonesia masih membutuhkan banyak pembenahan di tingkat regional, khususnya dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Jika di tingkat ASEAN saja kita belum optimal, bagaimana kesiapan kita bersaing dengan negara-negara raksasa seperti Cina dan India, yang punya kapasitas industri kuat dan pasar domestik besar?

Dalam konteks kerja sama BRICS, kolaborasi antarpihak tidak semata soal nilai ekspor-impor, melainkan juga mendorong peningkatan teknologi, investasi, serta kapasitas sumber daya manusia. Bila tidak disiapkan dengan matang, konsekuensinya jelas: produk Indonesia bisa tersisih di tengah persaingan ketat, sementara pasar dalam negeri justru dibanjiri produk impor. Hal ini bukan hanya dapat melemahkan kemandirian ekonomi, melainkan juga menggerus nilai tukar Rupiah dalam jangka panjang.

Padahal, bergabung dengan BRICS sejatinya bukanlah kebijakan yang keliru. Dengan potensi ekonomi yang besar, Indonesia bisa meraup banyak manfaat---mulai dari perluasan jaringan perdagangan dan investasi, hingga transfer teknologi dan penyerapan tenaga kerja terampil. Namun, agar manfaat itu bisa terealisasi, pemerintah perlu merancang strategi komprehensif: mulai dari perbaikan iklim investasi, reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi, hingga percepatan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas ekonomi.

Pada akhirnya, keterlibatan Indonesia di BRICS dapat menjadi momentum bagi perbaikan daya saing nasional. Tugas pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan adalah memastikan bahwa bergabungnya Indonesia dengan BRICS tidak sekadar menambah daftar perjanjian internasional, melainkan benar-benar mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Sejauh apa upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan industri dalam negeri akan dilakukan, menjadi penentu seberapa besar kita bisa memanfaatkan peluang---atau justru menghadapi risiko---di hadapan raksasa-raksasa ekonomi dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun