Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Patah Hati

9 Februari 2023   20:50 Diperbarui: 9 Februari 2023   20:48 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto koleksi  emotion : Megawati sorek

Dua orang anak muda mengendarai sepeda motor datang ke rumah. Mereka memberikan secarik undangan. Dadaku terasa sesak mendera. Mata ini menghangat dengan genangan, yang siap akan tumpah. Sakit  dan nyeri menghujam di sini hati ini. Tangan tanpa sadar meremas kertas warna hitam berhias motif bunga dan bertuliskan tinta emas itu.

Tertera nama lelaki yang selama ini aku kagumi yang akan melepas masa lajangnya. Sebenarnya tiada yang salah padanya. Dia berhak atas pilihan hati serta mencintai siapa saja. Sementara aku, bukan siapa-siapa betah hanya dianggap teman. Pernah dulu, terniat di hati akan mengutarakan cinta. Namun, aku begitu pengecut, bagiku seorang wanita begitu lancang jika mengungkapkan rasa terlebih dahulu. Aku memilih tetap  mencintai dalam diam.  Mendekap rindu dalam mimpi, rasa ingin memiliki yang tersemat hanyalah dinikmati dalam bayang.

Seharusnya jika dia peka. Mungkin saja seharusnya dia bisa menangkap sinyal atau gelagatku. Ataukah  pria dewasa itu memilih pura-pura tidak tahu. Sikap abainya itu apakah pertanda tiada sedikitpun rasa untukku.

Cemburuku membumbung ketika dia dekat dengan tetangga barunya itu. Perhatiannya teralihkan, aku semakin surut ke belakang. Nyatanya selama ini aku hanya hanyut dalam rasa sendiri. Tanpa bisa meraihnya untuk bisa bersama satu hati bahkan ikatan.

Pernah melihat gelas kosong pecah berkeping? Itulah aku.  Patah hati sangat menyakitkan. Jikalau tak ingat Tuhan, ingin rasanya aku melakukan berbagai cara ataukah mengakhiri hidup ini saja. Aku terombang-ambing. Cinta memang mampu membuat seseorang gila. Seharusnya, ya, seharusnya aku wanti-wanti pada hati ini. Dasar, rasa ini saja yang tak terkendali, aku tak mengundang cinta. Ia datang sendiri merasuki hati. Meski sadar, asa hanya sebatas angan. Lagi-lagi aku menepisnya, kini, apa yang terjadi aku frustrasi dan berusaha untuk bangkit. Mampukah aku?

Bagaimana caranya? Aku mencari kesibukan yang bisa membuatku untuk lupa. Salah satunya ikut pengajian memperdalam ilmu agama.  Dari situ aku tahu arti hakikat mencintai. Ilmu tauhid bahwa sang pemilik cintalah yang berhak berada di hati dan isi kepalaku. Mengharapkan sesuatu dari hamba akan membuat kecewa. Aku pun menyadari kedudukan tertinggi dari mencintai karena Allah adalah melepaskan dan bahagia melihat sang pujaan hati tersenyum semringah bersama pilihannya.

~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun