Mohon tunggu...
mee
mee Mohon Tunggu... Mahasiswa

Memiliki hobi berenang dengan kepribadian keingintahuan yang tinggi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penggunaan Sumur Bor Sebagai Antisipasi Menghadapi Musim Kemarau Panjang

27 September 2025   23:12 Diperbarui: 27 September 2025   23:12 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada era perubahan iklim yang semakin tidak menentu, musim kemarau telah menjadi fenomena alam yang semakin sering dan berkepanjangan, terutama di wilayah tropis seperti Indonesia yang bergantung pada pola musiman curah hujan untuk siklus airnya. Penurunan curah hujan yang ekstrem disertai dengan fenomena El Nio dapat menyebabkan kekeringan yang meluas sehingga memengaruhi ketersediaan air permukaan seperti sungai, danau, dan waduk. Hal ini menyebabkan masyarakat di pedesaan dan perkotaan mengalami kesulitan akses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, irigasi pertanian, dan kegiatan industri. Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), durasi musim kemarau di Indonesia telah bertambah hingga 20-30 hari dalam dekade terakhir yang memperburuk defisit air dan memicu konflik sosial terkait distribusi sumber daya air. Permasalahan ini dapat diatasi dengan menggunakan sumur bor. Sumur bor menjadi solusi adaptif yang krusial karena mampu mengeksploitasi air tanah dari lapisan akuifer yang lebih dalam dan relatif terlindung dari fluktuasi cuaca permukaan.

Sumur bor biasanya dibor hingga kedalaman 50-200 meter atau lebih yang dapat memungkinkan akses ke cadangan air tanah yang stabil sehingga menjadi andalan utama selama periode kekeringan. Menurut sebuah penelitian yang terdapat di jurnal Institut Teknologi Bandung menunjukkan bahwa penggunaan sumur bor di wilayah Jawa Barat meningkat secara signifikan hingga 50% selama musim kemarau 2019-2020, di mana debit air permukaan menurun drastis. Sumur bor tidak hanya menyediakan air untuk konsumsi rumah tangga, tetapi juga mendukung sektor pertanian yang rentan terhadap gagal panen akibat kekeringan. Misalnya, para petani di daerah semi-arid, seperti Nusa Tenggara Timur menggunakan sumur bor untuk sistem irigasi tetes yang dapat meningkatkan hasil panen hingga 30-40% dibandingkan metode irigasi konvensional yang bergantung pada hujan. Namun, eksploitasi sumur bor ini harus dikelola dengan hati-hati untuk mencegah over-eksploitasi yang dapat menyebabkan penurunan muka air tanah permanen dan subsidence tanah.

Namun, penggunaan sumur bor di musim kemarau juga menghadapi berbagai tantangan teknis dan lingkungan. Salah satu isu utama adalah perubahan kualitas air tanah akibat konsentrasi zat terlarut yang meningkat selama kekeringan. Sebuah penelitian dilakukan oleh seorang mahasiswa di Jawa Tengah menemukan bahwa kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam air sumur bor dapat melonjak hingga melebihi ambang batas standar Permenkes RI No. 492/2010, yaitu Fe > 0,3 mg/L dan Mn > 0,1 mg/L yang disebabkan oleh penguapan dan kurangnya resapan air hujan segar. Hal ini tidak hanya memengaruhi rasa dan warna air, tetapi juga berpotensi menimbulkan risiko kesehatan seperti gangguan pencernaan dan akumulasi logam berat di tubuh jika dikonsumsi tanpa pengolahan. Di sisi lain, kontaminasi bakteri seperti E. coli sering terjadi pada sumur bor dangkal di musim kemarau karena penurunan aliran air yang memperlambat pembilasan alami. Terdapat berbagai metode pengolahan untuk mengatasi masalah itu, seperti filtrasi dengan media zeolit, karbon aktif, atau aerasi telah dikembangkan yang terbukti efektif menurunkan kadar polutan hingga 80-95%.

Dari perspektif sosial-ekonomi, sumur bor juga memainkan peran penting dalam meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana kekeringan. Di komunitas pedesaan, investasi dalam sumur bor sering kali didanai melalui program pemerintah seperti Program Desa Mandiri Air (PMA) atau bantuan dari lembaga internasional yang membantu mengurangi migrasi penduduk akibat kekurangan air. Sebuah penelitian yang menyoroti di Bali bahwa penerapan sumur bor komunal telah mengurangi beban perempuan dalam mengangkut air jarak jauh hingga 60%, sehingga meningkatkan produktivitas sosial dan ekonomi. Namun, ketidakmerataan akses terhadap teknologi sumur bor masih menjadi hambatan, terutama di daerah terpencil di mana biaya pembuatan dan pemeliharaan mencapai Rp 50-100 juta per unit yang sulit dijangkau oleh rumah tangga miskin. Selain itu, aspek keberlanjutan lingkungan menjadi semakin relevan karena eksploitasi berlebih dapat mengganggu ekosistem akuifer dan memicu konflik antarwilayah atas sumber air tanah bersama.

Penggunaan sumur bor selama musim kemarau di Indonesia telah menjadi strategi adaptasi yang krusial terhadap perubahan iklim, di mana kekeringan yang semakin panjang mengancam ketersediaan air permukaan. Argumen utama dalam pembahasan ini adalah bahwa sumur bor menyediakan akses air tanah yang stabil dari akuifer konfined yang relatif tidak terpengaruh oleh fluktuasi cuaca musiman sehingga mengurangi ketergantungan pada sungai atau waduk yang sering mengering. Dengan demikian, sumur bor mewakili bentuk adaptasi proaktif yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga mencegah krisis sosial seperti migrasi massal, asalkan dikelola dengan prinsip keberlanjutan untuk menghindari over-eksploitasi. Berdasarkan pengalaman pribadi saat menghabiskan liburan di desa nenek di Jawa Timur pada 2021 terdapat sungai terdekat kering total sehingga bergantung pada sumur bor keluarga yang dibor hingga 70 meter yang menjaga normalitas hidup seperti memasak dan mandi tanpa kekhawatiran berlebih. Contoh konkretnya terlihat di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, di mana 500 sumur bor baru dibangun oleh Dinas Sumber Daya Air selama kemarau ekstrem 2022, memasok air untuk 100.000 penduduk dan mencegah konflik antarwarga atas sumber air yang tersisa. Hal ini menunjukkan bahwa debit rata-rata sumur bor tetap stabil di 8-12 L/detik selama kemarau, sementara debit sungai menurun hingga 75% berdasarkan data BMKG 2020-2021 sehingga mengurangi defisit air hingga 60% di wilayah tersebut. Selain itu, sumur bor tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga mendorong ketahanan ekonomi dan sosial di komunitas rentan, terutama melalui dukungan irigasi pertanian yang mengurangi kemiskinan akibat gagal panen. Model komunal sumur bor paling efektif karena memfasilitasi kolaborasi masyarakat dan mengurangi disparitas gender, di mana perempuan sering menanggung beban terberat kekeringan. Dengan demikian, manfaat ini optimal ketika terintegrasi dengan program pemberdayaan, mengubah sumur bor dari infrastruktur sederhana menjadi katalisator perkembangan komunitas. Namun, risiko lingkungan dari over-eksploitasi sumur bor tidak boleh diabaikan, karena dapat menyebabkan penurunan muka air tanah dan subsidence yang memperburuk dampak iklim seperti banjir rob di daerah lain. Sehungga pengawasan berkelanjutan melalui teknologi monitoring sederhana, seperti sensor IoT esensial untuk menyeimbangkan kebutuhan manusia dengan pelestarian ekosistem dan menghindari "tragedi sumber daya bersama". Hal ini menekankan pendekatan adaptif daripada larangan agar manfaat jangka pendek tidak mengorbankan keberlanjutan jangka panjang. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan manfaat sumur bor yang inklusif seperti subsidi dan regulasi ketat menjadi penentu utama karena tanpa itu akses tidak akan merata, terutama di daerah miskin. Integrasi sumur bor dengan program nasional seperti RAN-API dapat menciptakan model hybrid yang menggabungkan air tanah dengan panen hujan, memastikan keberlanjutan nasional. Dengan demikian, kebijakan sederhana dan pro-rakyat bisa mengubah sumur bor menjadi fondasi ketahanan air, menghindari birokrasi yang menghambat.

Oleh karena itu, sumur bor selama musim kemarau di Indonesia bukan hanya solusi darurat, tapi strategi adaptasi cerdas yang bisa bikin kita lebih tangguh hadapi perubahan iklim, dengan bukti nyata dari berbagai daerah yang menunjukkan pengurangan kekurangan air dan kerugian ekonomi yang signifikan. Hal ini dimulai dari ide utama yang saling terkait erat, yaitu sumur bor jadi sumber andal yang dapat menggantikan air permukaan yang mengering serta lengkap dengan debit stabil 8-12 liter per detik, dan membawa manfaat ekonomi seperti menaikkan hasil pertanian dan mengurangi beban gender buat perempuan. Selain itu, mencegah over-eksploitasi agar tidak ada subsidence yang dapat memperburuk iklim dan kebijakan inklusif seperti subsidi RAN-API untuk keberlanjutan nasional. Hal ini menjadikan sumur bor sebagai fondasi ketahanan air di tengah kemarau yang makin panjang 20-30 hari per dekade. Dengan demikian, kita tidak boleh bergantung pada teknologi saja, tetapi harus berpikir kritis peran kita sebagai penjaga sumber daya. Oleh karena itu, kita harus mendukung program lokal sumur komunal atau pasang sistem pantau air tanah sederhana agar kemarau tidak lagi jadi musuh, tetapi menjadikan Indonesia menjadi lebih hijau dan adil bagi generasi selanjutnya.

Sumber Referensi:

Gustindari, K. P., Suryana, Rasmilah, I. (2020). Efektivitas Jaringan Irigasi Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Di Daerah Irigasi Cirasea. Geoarea, 3(2), 49-59.

Hastuti, D., Sarwono, dan Muryani, C. (2017). Mitigasi, Kesiapsiagaan, Dan Adaptasi Masyarakat Terhadap Bahaya Kekeringan, Kabupaten Grobogan (Implementasi Sebagai Modul Konstektual Pembelajaran Geografi SMA Kelas X Pokok Bahasan Mitigasi Bencana). Jurnal GeoEco, 3(1), 47-57. 

Sulkarnain, Zulkieflimansyah, Yamin, A. (2024). Implementasi Kebijakan pemanfaatan sumur bor sebagai Upaya Mengatasi gagal Panen pada Areal Pertanian di Kecamatan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat. JIIP (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan), 7(10), 12309-12319.

Tefa, S. L., Samin, M., Hasan, M. H. (2025). Strategi Adaptasi Petani Padi Ladang Terhadap Perubahan Musim (Suatu Studi Pada Komunitas Petani Padi Ladang D Kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang). Jurnal Geografi, 21(1), 14-22.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun