Sampang - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) digadang sebagai terobosan nasional untuk menekan angka stunting dan memastikan generasi muda tumbuh sehat. Di atas kertas, kebijakan ini adalah jembatan emas bagi UMKM lokal: dapur-dapur kecil, warung nasi, hingga catering rumahan mestinya menjadi tulang punggung penyedia makanan sehat di setiap daerah.
Namun, di Kabupaten Sampang, Jawa Timur, idealisme itu justru terjerembab ke dalam praktik yang sarat konflik kepentingan. Alih-alih memberdayakan pelaku usaha kecil, beberapa Oknum anggota DPRD setempat justru muncul sebagai pengelola dapur MBG. Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah fungsi wakil rakyat telah bergeser dari pengawas anggaran menjadi operator bisnis negara?
Dari Program Rakyat ke "Dapur Politisi"
MBG dirancang pemerintah pusat sebagai kebijakan lintas sektor dengan dampak ganda: menyehatkan anak bangsa sekaligus mendorong ekonomi lokal. Logikanya sederhana setiap daerah menggerakkan UMKM pangan setempat untuk menyuplai menu sehat ke sekolah-sekolah dan kelompok sasaran.
Namun di Sampang, dapur MBG justru dikendalikan oleh politisi. Dari temuan lapangan, beberapa nama Oknum anggota DPRD tercatat ikut mengelola dapur penyedia. Kehadiran mereka tidak sekadar simbolis, melainkan terjun langsung dalam rantai distribusi program.
"Seharusnya ini menjadi peluang besar bagi UMKM. Tapi yang terjadi, justru orang-orang yang punya posisi politik yang ambil bagian. Jelas ada masalah etika dan hukum di sini," kata seorang akademisi hukum tata negara di Surabaya yang dimintai tanggapan.
Konflik Kepentingan yang Terang Benderang
Posisi Oknum anggota DPRD sebagai penyedia dapur MBG menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest) yang serius. Setidaknya ada tiga lapisan masalah:
Konstitusional dan Etis
UU MD3 dan kode etik DPRD menegaskan peran wakil rakyat sebagai pembuat kebijakan dan pengawas eksekutif. Ketika mereka justru ikut serta menjadi pelaksana program yang didanai APBN/APBD, independensi politik hilang seketika.Hukum Antikorupsi
Pasal 12 huruf i UU Tipikor menyebut pejabat publik dilarang memanfaatkan jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Mengelola dapur MBG saat masih menjabat DPRD berpotensi menyeret kasus ini ke ranah abuse of power.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!