SAMPANG - Proses lelang elektronik (e-tender) proyek rehabilitasi SDN Pandiyangan 3 di Sampang menuai sorotan tajam. Pemenang ditetapkan dengan harga negosiasi yang lebih tinggi dari penawaran awal, sementara peserta dengan tawaran terendah justru digugurkan, memicu pertanyaan atas transparansi dan potensi kerugian daerah.
Latar Belakang Proyek Rehabilitasi Sekolah
Pemerintah Kabupaten Sampang, melalui Dinas Pendidikan, mengalokasikan dana APBD 2025 untuk proyek Rehabilitasi Sedang/Berat Ruang Kelas di SDN PANDIYANGAN 3, Kecamatan Robatal. Proyek ini dilelang secara elektronik melalui LPSE dengan nilai pagu paket Rp 506,6 juta dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 506.594.492,64.
Tujuan dari proses tender rehabilitasi sekolah Sampang ini adalah untuk mendapatkan penyedia jasa konstruksi yang paling efisien dan kompeten demi meningkatkan kualitas sarana pendidikan. Namun, sejumlah anomali dalam prosesnya justru mengindikasikan hal sebaliknya.
Anomali Harga dan Gugurnya Penawar Terendah
Kejanggalan utama dalam proses lelang ini terletak pada hasil akhir negosiasi harga. Pemenang tender, CV. RIDHO KARYA, tercatat mengajukan harga penawaran dan harga terkoreksi yang identik, yaitu sebesar Rp 502.373.113,47.
Anehnya, setelah melalui tahap negosiasi, harga kontrak justru ditetapkan menjadi Rp 502.373.113,51. Kenaikan harga, meskipun nominalnya kecil, bertentangan dengan prinsip dasar negosiasi dalam pengadaan pemerintah yang seharusnya bertujuan untuk mencapai efisiensi anggaran.
Selain itu, proses tender yang menggunakan metode "Harga Terendah Sistem Gugur" ini tidak memenangkan penawar termurah. Fakta kunci dari proses ini adalah:
Penawar Terendah:Â KARYA ANUGRAH SAMUDRA, dengan tawaran Rp 480.275.104,52.
Status:Â Digugurkan oleh panitia tender.
Alasan Resmi:Â "Peserta tidak menghadiri undangan klarifikasi Teknis dan Harga."
Potensi Kerugian Daerah: Selisih antara harga pemenang dan tawaran terendah mencapai Rp 22.098.009,00.