Badan Permusyawaratan Desa Banyukapah mengaku tidak mengetahui pelaksanaan proyek saluran drainase senilai ratusan juta rupiah yang didanai Dana Desa, menimbulkan pertanyaan soal transparansi pengelolaan keuangan desa.
Ketua BPD: Kami Tidak Pernah Dilibatkan
Sukwan Hanafi, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Banyukapah, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang, menyatakan pihaknya sama sekali tidak mengetahui kegiatan pembangunan saluran drainase yang sedang berlangsung di desanya.
"Kami tidak tahu menahu tentang proyek tersebut, karena kami memang tidak dilibatkan, semuanya dihandle langsung oleh Pj Kades," kata Sukwan, Sabtu (23/8/2025).
Pernyataan ini mengindikasikan adanya potensi pelanggaran serius terhadap mekanisme tata kelola pemerintahan desa yang mensyaratkan keterlibatan BPD dalam proses perencanaan dan pengawasan program pembangunan desa.
Pengelolaan APBDes Dinilai Tidak Transparan
Sukwan juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2025 yang dinilai tidak transparan. Menurutnya, pengelolaan keuangan desa terkesan dimonopoli oleh Pelaksana Harian (Pj) Kepala Desa.
"Di kegiatan rapat Musyawarah Desa (Musdes) kita (BPD.red) diposisikan sebagai tamu undangan bukan lagi sebagai panitia. Bahkan, undangannya diberikan ketika hari H pelaksanaan," tuturnya.
Permintaan Data Keuangan Tidak Direspons
Dalam upaya menjalankan fungsi pengawasan, Sukwan mengaku telah berulang kali meminta rincian APBDes kepada Pj Kades sebagai dasar melakukan pengawasan sesuai tugas pokok dan fungsi BPD. Namun, permintaan tersebut tidak pernah mendapat respons.
"Intinya, kami tidak pernah dilibatkan, kami juga tidak pernah diberi informasi terkait kegiatan di desa. Jadi, masalah proyek drainase itu kami tidak tahu-menahu," tegasnya.
Pj Kades Enggan Memberikan Keterangan
Upaya konfirmasi kepada Pj Kades Banyukapah, Ruspandi, tidak membuahkan hasil. Pesan yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp hanya terbaca tanpa mendapat tanggapan hingga artikel ini dipublikasikan.
Sikap yang cenderung tertutup ini semakin memperkuat kesan kurangnya transparansi dalam pengelolaan program pembangunan desa yang menggunakan anggaran Dana Desa.
Potensi Pelanggaran Regulasi Pemerintahan Desa
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, BPD memiliki fungsi membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, serta melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Tidak dilibatkannya BPD dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek Dana Desa berpotensi melanggar prinsip partisipatif dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan desa yang diamanatkan regulasi.
Dana Desa dan Pentingnya Transparansi
Program Dana Desa merupakan bagian dari upaya pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan di tingkat desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setiap desa di Indonesia rata-rata menerima alokasi Dana Desa senilai ratusan juta hingga milyaran rupiah per tahun.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Desa menjadi krusial mengingat besarnya anggaran yang dialokasikan dan dampaknya terhadap pembangunan infrastruktur serta kesejahteraan masyarakat desa.
Kasus di Desa Banyukapah ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang lebih ketat dari berbagai pihak, termasuk BPD, masyarakat, dan instansi terkait, untuk memastikan Dana Desa digunakan sesuai peruntukannya dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI