Mohon tunggu...
Richard RajaHasibuan
Richard RajaHasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya memiliki hobi main game dan nonton youtube dan kalau nongkrong fleksibel kalau diajak ya ayo kalo enggaa yaudah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Wilayah Tantangan Otonomi Daerah di Tangerang

27 Juni 2025   12:09 Diperbarui: 27 Juni 2025   12:09 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Proyek Megamall yang sedang di bangun Sumber : instagram.com)

Pembangunan besar-besaran di area kota umumnya menimbulkan efek yang tidak hanya dirasakan oleh satu daerah administratif, tetapi juga melampaui batas wilayah. Sebuah contoh imajiner yang melibatkan Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat mencerminkan dengan jelas bagaimana hukum tata negara berperan krusial dalam menghadapi kemungkinan sengketa kekuasaan di tingkat daerah.

Prahara Izin Pembangunan Megaproyek

Pada awal tahun 2025, Pemkot Tangerang Selatan mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk proyek besar berupa pusat retail dan gedung apartemen bertingkat. Lokasi proyek yang strategis, tepat di perbatasan Kabupaten Tangerang, segera memicu kekhawatiran.Pemerintah Kabupaten Tangerang menyatakan ketidaksetujuan. Meskipun proyek ini secara administratif berada di daerah Kota Tangsel, dampak yang ditimbulkan---seperti peningkatan limbah, kebutuhan air bersih, serta kemacetan lalu lintas---diperkirakan akan sangat memberatkan masyarakat di kecamatan-kecamatan yang berdekatan di Kabupaten Tangerang. Pihak Kabupaten Tangerang menganggap bahwa dalam penerbitan IMB ini, Pemkot Tangsel kurang melibatkan atau berkoordinasi dengan baik, padahal proyek ini jelas memiliki dampak yang melintasi batas wilayah administrasi.

Isu Hukum Tata Negara yang Mengemuka

Kasus yang tidak standar ini menimbulkan sejumlah isu penting dalam perspektif hukum tata negara dan administrasi. Masalah utama terletak pada sengketa kewenangan antara pemerintah daerah. Kabupaten Tangerang merasa bahwa hak mereka dalam pengelolaan lingkungan dan tata ruang regional terganggu oleh keputusan Kota Tangsel. Ini mengarah pada prinsip otonomi daerah yang diatur dalam UUD 1945. Meskipun pemerintah daerah memiliki hak untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya, otonomi itu harus tetap memperhatikan prinsip harmoni hubungan antar daerah dan tidak merugikan daerah lain.

(Megaproyek dan konflik antara dua entitas pemerintah daerah)
(Megaproyek dan konflik antara dua entitas pemerintah daerah)

Di samping itu, muncul pertanyaan mengenai pentingnya koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah daerah. Apakah Pemkot Tangsel telah memenuhi prinsip-prinsip yang diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah? Terutama untuk proyek-proyek besar yang dampaknya melampaui batas wilayah administrasi, mekanisme koordinasi menjadi sangat penting untuk mencegah tumpang tindih kebijakan atau kerugian bagi pihak lain. Kasus ini juga menunjukkan bagaimana regulasi mengenai tata ruang dan lingkungan hidup berusaha mengantisipasi pembangunan yang memberikan dampak signifikan pada wilayah sekitar, sekaligus mengungkapkan potensi celah hukum atau kekurangan regulasi yang perlu diperbaiki untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan harmonis di daerah.

Jalur Penyelesaian Sengketa

Kasus semacam ini umumnya memiliki beberapa opsi untuk diselesaikan. Yang paling diharapkan adalah penyelesaian sengketa melalui mediasi yang dibantu oleh Pemerintah Provinsi Banten. Proses mediasi ini bertujuan untuk menemukan kesepakatan dan solusi bersama, seperti pengecekan ulang dampak lingkungan dan lalu lintas, serta mempererat kerjasama. Namun, jika mediasi tidak berhasil, Pemerintah Kabupaten Tangerang bisa mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Serang untuk menguji prosedur atau isi dari IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Tangsel. PTUN akan menilai apakah IMB itu valid secara hukum atau terdapat cacat dalam prosesnya. Jika sengketa disebabkan oleh ambiguitas atau adanya pertentangan dalam regulasi---seperti Undang-Undang atau Peraturan Daerah---terkait pengaturan kewenangan atau penanganan dampak antar wilayah, maka permohonan uji materi bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Undang-Undang, atau ke Mahkamah Agung (MA) untuk peraturan yang di bawah Undang-Undang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun