Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ruang Hidup Keterbentukan Manusia

1 September 2013   07:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:32 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Catatan Kuratorial dalam pameran tunggal N Iksan Breykele dengan judul “Subjektivitas Kolektif” di ISI Yogyakarta Tanggal 11 Juli 2013

Oleh M.D. Atmaja

Hampir, seluruh dari kita sepakat bahwa hakekat dari karya seni merupakan bagian dari manifestasi dunia kehidupan yang terpotret secara awal ke dalam pengalaman seniman. Dunia kehidupan kita ini hadir dan kemudian berperan sebagai bahan mentah yang oleh seniman digunakan untuk membangun karyanya. Bahkan untuk karya yang oleh seniman seringkali dinisbatkan sebagai totalitas dari perwujudan dunia imajinasi, dapat dipastikan adanya pengaruh gejala realitas yang menjadi bahan dasar dalam proses pembangunan karya tersebut. Sebagaimana mengacu pada pendapat Scholes, bahwa orang tidak mungkin melihat realitas tanpa interpretasi pribadi yang berhubungan dengan imajinasi, dan orang tidak mungkin berimajinasi tanpa pengetahuan suatu realitas.

Dunia imajinasi dan realitas yang dimiliki oleh seseorang memiliki adanya hubungan yang saling membangun. Imajinasi juga mengambil gejala realitas dalam proses pengkreasian oleh individu. Karena imajinasi juga sebagai bagian dari dunia fakta, maka dengan melihat rangkaian karya seni berarti melihat realitas (fakta) itu sendiri –melalui sudut pandang seniman- yang mana dihidangkan pada publik sesuai dengan selera dan porsi perspektif si seniman. Untuk itu, segala bentuk pengetahuan yang ada di dalamnya tidak lepas dari nilai subjektivitas.

Keadaan proses pembangunan antara realitas dan imajinasi ini terlihat dalam karya-karya N Iksan Breykele dalam pameran tunggalnya kali ini. Secara bentuk pengkaryaan menggunakan metode tiga dimensional yang menarik. Namun saya tidak akan membicarakan bentuk dan metode tersebut. Akantetapi lebih pada gagasan, yang mana dalam kehidupan realitas terdapat adanya kasus yang mana membuat manusia kehilangan kebebasannya, manusia tidak bebas untuk bertindak. Secara tidak langsung, manusia oleh N Iksan Breykele dianggap sebagai agen yang tidak memiliki kebebasan hakiki. Kebebasan manusia yang selama ini kita saksikan lebih dianggap sebagai kebebasan semu.

Kondisi yang demikian –manusia dengan kebebasan semu- dibentuk dan sekaligus ditawarkan oleh masyarakat atau sekelompok manusia yang membuat garis-garis pembatas bagi kinerja kemerdekaan individu. Hal ini cukup menarik untuk kita perbincangkan, mengenai manusia yang secara asasi memiliki hak kebebasan, diakui sebagai manusia yang bebas, dan dalam argumentasi manusia secara umum sudah mencapai apa yang namanya kemerdekaan, namun apa yang namanya kebebasan manusia itu ternyata terbentung (dan dihalangi) oleh ruang lingkup kehidupannya sendiri. Dalam benak saya, timbul pertanyaan mendasar, kebebasan mutlak yang seperti apa yang coba digagas oleh N Iksan Breykele melalui pameran tunggalnya kali ini?

Merespon ketidak-bebasan manusia, N Iksan Breykele berpameran dengan tema “Subjektivitas Kolektif” yang mana dalam pandangan dunia kehidupan Iksan Breykele, subjektivitas kolektif adalah sebagau mata-rantai pemasung kebebasan. Seluruh karya yang ikut dipamerkannya, oleh karena itu berperan sebagai media komunikasi bermuatan protes pada masyarakat kehidupannya.

Kebebasan dan Ruang Hidup Manusia

Benarkah manusia itu jauh dari kebebasan seperti yang N Iksan Breykele ungkap?

Di jalan-jalan, pada ruang-ruang publik, bahkan dalam kehidupan bernuansa privat pun, kita pasti menemukan organ-organ hidup yang bersuara akan arti pentingnya kebebasan bagi kehidupan manusia. Manusia yang bebas sebagai manusia yang berdiri sendiri, hak dan otoritasnya berada di tangan kehendaknya sendiri, tidak mengalami apa yang namanya penindasan, penghisapan darah dari satu manusia oleh manusia lainnya. Manusia bebas adalah manusia yang tidak menjadi mangsa, juga tidak menjadi pemangsa bagi kehidupan manusia lain. Ia adalah suatu totalitas, dengan independensi gerak yang tidak terpengaruh oleh aspek apa pun, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri.

Tahap demi tahap perkembangan zaman, manusia diajak untuk mencapai kebebasan. Manusia diajak (diprovokasi) dengan propaganda-propaganda kemerdekaan untuk dapat menikmati manisnya kebebasan (kemerdekaan) dalam aktivitas apa pun. Ajakan untuk hidup bebas itu, saya ambil satu kasus, slogan untuk “menjadi diri sendiri” yang dipandang sebagai kesempatan dimana seorang individu diberikan hak secara khusus untuk secara bebas untuk menjadi atau melakukan hal-hal yang dia ingini. Bebas menjadi apa pun dan berbuat apa pun sesuai dengan yang tergambar dalam pikiran dan hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun