"Sudah kubuang!" jawabku singkat.
Parjo menunduk. Angin pagi menyisir hati. Segera kututup jendela, tapi Parjo menghentikan. Keluarlah sebentar, pintanya.
***
Berlalu. Perjuangan cinta Parjo kala itu, aku akui mempu meluluhkanku. Tepat di bulan Desember 2017, kami duduk dalam satu kursi. Tidur dalam satu ranjang. Setelah satu tahun pernikahan, kami dianugerahi seorang anak perempuan yang manis.Â
Suamiku memberi nama Alisa. Nama yang cantik bagiku. Kami bahagia, setiap pagi Alisa membangunkanku dengan tangisnya. Anak itu minta minum. Saat itu pula suamikulah yang tertib membangunkanku. Maklum, aku terlalu capek mengurusi Alisa sendirian saat suamiku di kantor desa.
SSuatu malam, suamiku pulang terlambat. Aku begitu khawatir. Kutunggu ia sambil memandangi luar di balik jendela yang pernah ada kepingan hati suamiku. Tak lama dari itu, suamiku pulang. Ia diantar seorang wanita. Aku mengenali wanita itu. Teman kerja suami. Aku menganggap itu biasa. Bahkan wanita itu semakin sering mengantarkan suamiku pulang. Aku juga pernah meminta wanita itu untuk masuk ke rumah. Sayang ia menolak.
*bersambung