AROMA MISTIK Â JAWA DALAM CERPEN ANJING-ANJING MENYERBUÂ KUBURAN KARYA KUNTOWIJOYO
Oleh:
Suci Ayu Latifah
Mahasiswi PBSI 2015 R STKIP PGRI Ponorogo
Sastra adalah dunia yang unik. Begitulah pandangan sastra menurut Budi Darma. Dikatakan unik karena tidak berbentuk tetapi lebih pada perspektif.
Keunikan sastra itu pula ditambahkan Damono (1984:16), adanya unsur budaya yang dapat memengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat. Sebab karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat. Membincangkan sastra serupa energi magnet tarik-menarik terhadap kehidupan sosial, baik dilihat dari segi ekonomi, budaya, religius, politik, dan lain sebagainya.Â
Salah satu yang paling menarik adalah berkaitan dengan sosial-budaya. Budaya, khususnya di masyarakat Jawa kita mengenal suatu kepercayaan yang beraroma mistik. A.S. Hornby dalam buku berjudul  A Leaner's Dictionary of Current English (1957:828) mendefinisikan, mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional.
Berangkat dari pendapat mistik di atas membawa sebuah pandangan terhadap suatu hal yang dinilai tidak rasional dan tidak dapat dipikir nalar pada umumnya.Â
Namun realita sosial kepercayaan macam itu hingga saat ini sebagian masyarakat dijadikan pelengkap kehidupan. Bahkan sudah mendarah daging dan sangat nyata dibandingkan ilmu pengetahuan yang lebih menekankan teoritis dan dapat dinalar oleh manusia umumnya. Bagi masyarakat Jawa, kepercayaan akan hal mistik laiknya budaya mengakar lagi kental. Budaya Jawa hakikatnya tercermin dalam simbol-simbol (lambang-lambang), seperti kepercayaan, ilmu, mitos, sejarah, bahasa, seni, dan sastra. Oleh karenanya, kebudayaan Jawa penuh dengan mitologisasi (memitoskan), sakralisasi (mengkeramatkan), dan mistifikasi (memandang segala sesuatu sebagai misteri).
Lihat misal cerpen Anjing-anjing Menyerbu Kuburan karya Kutowijoyo. Dalam cerpen tersebut Kuntowijoyo menyuguhkan bagaimana kebudayaan mitos yang ada di Jawa yang diselipkan dalam kemasan judul yang menarik. Kemasan kehidupan sosial masyarakat  dalam menghadapi problematika kehidupan perekonomian dengan balutan mistik, yaitu memburu dan menggali mayat manusia yang meninggal pada hari Selasa Kliwon demi tercapainya misi nafsu belaka berupa kecukupan kebutuhan hidup.
"... dalam gundukan tanah itulah terletak kuburan-kuburan desa. Dia tinggal mencari timbunan tanah yang masih baru. Kuburan itulah yang ia cari: seorang perempuan telah meninggal pada malam selasa kliwon" (Paragraf 2)