Babad sebutan kentang di Jepang: ”jagaimo/jaga-imo” (じゃがいも) ternyata memiliki akar riwayat yang sangat panjang. Dibalik nama yang kini terdengar tidak asing lagi di telinga masyarakat Jepang tersembunyi jejak perjalanan lintas benua. Jejak perjalanan yang kemudian menetap dalam keseharian.
Bagaimana nama sebuah kota tropis di Asia Tenggara pernah menjadi titik awal serta dapat menjadi bagian dari nama umbi yang rasanya begitu akrab di Jepang? Mari kita susuri.
Pada zaman Keicho (1596-1614), para pedagang Belanda memperjualbelikan kentang—umbi asal tanah benua Amerika—di ranah Negeri Matahari Terbit, dilansir situs pref.hokkaido.lg.jp. Umbi tersebut berlabuh jauh, dari dermaga laut kota Jakarta yang pada masa itu menjadi pusat perdagangan pemerintah kolonial Belanda di wilayah Asia. Japantimes mengutarakan dalam sebuah artikelnya, pedagang Belanda kala itu membawa umbi tersebut menuju Nagasaki, sebuah kota pelabuhan besar di pulau Kyushu di wilayah bagian barat Jepang.
Dilansir Nagasaki walks, saat Jepang menurunkan tabir isolasinya dari dunia luar pada abad ke-17, pelabuhan Nagasaki tetap terbuka dan menjadi satu-satunya celah kecil titik kontak dengan dunia Barat. Ruang berniaga ini, sayangnya, hanya terbatas bagi segelintir negara asing saja, termasuk Negara Kincir Angin, Belanda dan Republik Rakyat Tiongkok.
Djajakarta atau Jacatra, sebagaimana dilansir Japantimes, adalah sebutan nama ibu kota Indonesia tempo doeloe. NIPPONIA selanjutnya memaparkan, orang Jepang masa itu melafalkan sebutan kota Djajakarta dengan nama: `Jagatara` (atau `Jagatora`, menurut Japantimes). Mengacu pada pelafalan nama tersebut, mereka kemudian menyebut kentang sebagai: jagatora-imo–gabungan dari ‘jagatora’ (Djajakarta) dan ‘imo’–di mana kata ‘imo’ mempunyai arti: umbi. Seiring waktu, dari ‘jagatora-imo’, nama tersebut kemudian disingkat menjadi ‘jagaimo’, sebutan yang digunakan hingga kini.
Potatocountry menyebutkan bahwa produksi kentang secara besar-besaran dimulai pada saat Jepang memasuki periode Meiji yang dimulai dari tahun 1868 hingga 1912. Pemerintah saat itu memutuskan untuk membuka pulau Hokkaido sebagai daerah pemukiman baru. Pulau Hokkaido yang beriklim dingin ternyata kurang mendukung untuk bercocok tanam padi. Oleh karena itu dipilihlah budidaya kentang sebagai alternatifnya, karena umbi satu ini lebih adaptif terhadap suhu rendah.
Hingga saat ini daerah penghasil kentang terbesar di Jepang adalah pulau Hokkaido, bila melihat data panen pada tahun 2023, dilansir via Japancrops. Hal yang tidak mengherankan bagi jenis umbi yang tumbuh subur di wilayah dingin.
Jenis kentang di Jepang
Salah satu varietas yang sukses dibudidayakan di ladang-ladang lokal adalah jenis kentang yang disebut: Danshaku/danshaku-imo (だんしゃくいも). Dilansir potatocountry, jenis kentang ini mendominasi pasar domestik, sekitar 60 persen dari keseluruhan produksi di Jepang.