Menyusuri jalanan menanjak di lereng selatan Gunung Merapi, udara sejuk menyapa dengan aroma khas dedaunan basah dan tanah pegunungan. Dingin menyentuh kulit, tapi menyegarkan. Suara burung bersahutan di antara pepohonan, sementara langkah kaki menyusuri anak tangga demi anak tangga seolah membawa kita pada perjalanan bukan sekadar fisik, melainkan juga batin. Inilah Bukit Turgo --- sebuah destinasi yang menyatukan keindahan alam, jejak sejarah, dan kekuatan spiritual dalam satu lintasan perjalanan.
Bukit Turgo terletak di Dusun Turgo, Area Hutan, Hargobinangun, Kec. Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukit Turgo tak hanya menjadi tempat ideal bagi pendaki pemula yang ingin mencoba tracking ringan, namun juga menyimpan kisah ziarah dan petilasan tokoh penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa, yakni Syekh Jumadil Kubro. Konon, beliau lah yang membangun jalan setapak hingga ribuan tangga menuju puncak bukit ini, yang kini dikenal sebagai salah satu jalur spiritual di wilayah Yogyakarta.
Bagi sebagian orang, mendaki Bukit Turgo adalah latihan fisik yang menyenangkan, dan bagi sebagian yang lain, ini adalah bentuk ziarah dan penyucian jiwa. Dan bagi penulis yang baru pertama kali mencoba pendakian ini, perjalanan ke Bukit Turgo menjadi pengalaman tak terlupakan -- mendaki ribuan tangga menuju petilasan penuh vibrasi dan energi, ditemani ketenangan alam, dan nilai-nilai lokal yang patut dihormati.
Penjelajahan menuju Bukit Turgo dilakukan pada hari Sabtu, 24 Mei 2025. Perjalanan ini dimulai dari titik kumpul di Parkiran Fakultas Ilmu Sosial Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menuju ke lokasi memakan waktu sekitar 45-50 menit (27 km) dengan kendaraan bermotor. Setibanya di area parkir, pengunjung akan menemukam warung untuk beristirahat sebelum memulai pendakian melalui jalur tangga yang telah dibangun untuk memudahkan akses ke puncak. Jalur pendakian ini terdiri kurang lebih sebanyak 1.750 anak tangga yang membentang hingga ke puncak bukit. Meskipun jumlah tangga ini cukup menantang, jalur yang rapi dan adanya beberapa pos istirahat di sepanjang perjalanan membuat pendakian menjadi lebih nyaman. Sebelum memasuki tangga pendakian, pengunjung juga bisa membeli makanan maupun minuman untuk bekal karena terdapat warung sebelum area masuk pendakian.Â
Di puncak Bukit Turgo, terdapat petilasan yang diyakini sebagai tempat muksa (menghilang secara spiritual) Syekh Jumadil Kubro, seorang tokoh penting dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa dan nenek moyang dari para Wali Songo. Syekh Maulana Jumadil Kubro merupakan putra dari Sayyid Zainal Khusain. Kakek Syekh Jumadil Kubro bernama Sayyid Zainal Kubro. Tidak hanya sebagai tempat tracking, namun banyak peziarah yang datang untuk berdoa dan mencari ketenangan spiritual. Selama perjalanan menuju puncak, pengunjung diimbau untuk menjaga sikap dan ucapan, mengingat tempat ini memiliki nilai spiritual yang tinggi. Sebelum memulai pendakian bopo Musdi (Juru kunci / pengelola maqom) tersebut berkata : "Karena ini bukan hanya sekedar tempat tracking, namun ada nilai spiritualnya, diimbau untuk menjaga sikap dan perkataan saat di jalur pendakian". Bopo Musdi juga mengimbau untuk para perempuan yang sedang berhalangan untuk tidak memasuki area petilasan, sebagai bentuk penghormatan kesucian tempat tersebut.
Langkah kaki mulai terasa berat sejak ratusan anak tangga pertama. Beberapa tanjakan terasa curam, namun terbayar oleh hijaunya pepohonan dan sejuknya udara pegunungan. Sesekali saya berhenti untuk menarik dan mengatur napas, atau sekadar beristirahat menikmati kesunyian alam. Bagi pendaki pemula seperti saya, Bukit Turgo bukanlah tantangan ringan, tapi masih bisa ditaklukkan dengan semangat dan waktu yang cukup. Dibalik nilai spiritualnya yang kental, Bukit Turgo juga menawarkan keindahan alam yang luar biasa. Dari puncak bukit, pengunjung dapat menikmati pemandangan Gunung Merapi yang terlihat jelas jika tidak tertutup kabut, serta hamparan hutan hijau yang mengelilinginya.
Bukit Turgo juga dikenal sebagai tempat yang memiliki energi alam yang kuat. Beberapa pengunjung berkata bahwa mereka merasakan vibrasi dan aura spiritual yang khas selama berada di area ini. Oleh karena itu, penting bagi setiap pengunjung untuk menjaga perilaku dan menghormati adat istiadat setempat. Terdapat dua pos di sepanjang jalur pendakian Bukit Turgo. Pos ini dapat digunakan untuk beristirahat sejenak dari lelahnya menaiki beberapa anak tangga yang curam. Meskipun jalur pendakian sudah menggunakan susunan tangga yang rapi, pengunjung tetap disarankan untuk menggunakan sepatu yang nyaman dan membawa air minum yang cukup, serta pendakian sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk menghindari cuaca panas dan kabut yang sering turun di sore hari.
Setelah mendaki selama kurang lebih 2 jam, udara menuju puncak mulai berbeda. Akses menuju petilasan Syekh Jumadil Kubro bisa melalui goa buatan Jepang maupun tangga yang curam. Dari pos 2, puncak bukit turgo (petilasan Syekh Jumadil Kubro) dapat ditempuh dengan waktu 3 menit saja. Saat sampai di area petilasan, banyak pengunjung yang sedang berziarah dan memanjatkan doa. Di sinilah, menurut kepercayaan warga, Syekh Jumadil Kubro melakukan semedi dan menyatu dengan alam. Bapak Mahfudz menjelaskan bahwa ini adalah petilasan, bukan makam. "Ini bukan makam. Ini maqom. Jasadnya tidak disemayamkan di sini, tapi tempat ini diyakini sebagai tempat tirakat dan tempat semedi beliau", ucapnya.
Setelah 1 jam menikmati pemandangan diatas puncak dan berdoa disana, saya mulai siap siap untuk perjalanan turun. Perjalanan turun terasa lebih ringan, meski lutut kadang terasa bergetar. Saya menjadi kloter terakhir yang turun, namun saya menemukan goa buatan jepang lagi yang tersembunyi. Saya juga menemukan jalan alternatif untuk turun menuju ke area parkir, tanpa melewati area masuk tangga pendakian. Di sepanjang jalur, banyak pengunjung yang mulai naik dan menyapa dengan senyum. Sesampainya dibawah, saya menyempatkan untuk beristirahat sejenak dan berfoto sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Kota.
Tracking santai di Bukit Turgo menuju petilasan Syekh Jumadil Kubro menawarkan pengalaman yang sangat unik. Tempat ini menggabungkan kegiatan fisik, keindahan alam, dan nilai spiritual. Bukit Turgo mengajarkan bahwa perjalanan bukan hanya soal tujuan akhir, tapi juga soal proses, kesabaran, dan rasa hormat. Bagi pendaki pemula, tempat bisa menjadi titik awal untuk mengenal medan tanjakan membangun ketahanan fisik, dan memulai petualangan mendaki. Bagi peziarah, tempat ini menjadi ruang kontemplasi dan tempat ziarah yang sarat makna. Dengan menjaga sikap dan menghormati nilai-nilai lokal, pengalaman di Bukit Turgo akan menjadi kenangan yang tak terlupakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI