Â
Ekosistem mangrove banyak dijumpai di daerah pesisir yang terlindung dari gelombang (Huda, 2008). Menurut Hutchings dan Saenger (1987) Daerah tropis dan subtropis memiliki pantai-pantai terlindung di mana mangrove tumbuh subur, yang merupakan ciri khas perkembangan tumbuhan pesisir. Biota dan habitat di pulau-pulau yang masih memiliki hutan mangrove harus dilindungi. Mangrove dapat berfungsi sebagai penahan erosi sekaligus sebagai lokasi pengolahan komoditas, kandang ternak, dan wisatawan.
Salah satu kontribusi utama hutan mangrove terhadap ekonomi biru adalah perannya sebagai habitat utama bagi berbagai spesies laut dan pesisir. Dampak langsungnya terhadap ekonomi biru terlihat dari dukungan terhadap sektor perikanan tangkap dan budidaya. Masyarakat pesisir sangat bergantung pada hasil laut untuk mata pencaharian mereka. Mangrove bertindak sebagai "pembibitan alami" yang memastikan ketersediaan benih ikan dan udang. Budidaya perikanan yang terintegrasi dengan ekosistem mangrove, seperti silvofishery (budidaya ikan di tambak berhutan mangrove), juga menunjukkan potensi besar untuk meningkatkan pendapatan sambil menjaga kelestarian lingkungan.
Hutan mangrove secara alami berfungsi sebagai benteng pertahanan alami terhadap abrasi pantai, erosi, dan dampak gelombang pasang atau tsunami. Dalam konteks ekonomi biru, peran perlindungan ini mengurangi biaya rekonstruksi dan kerugian ekonomi pascabencana, serta menjaga aset-aset pesisir yang bernilai ekonomi tinggi seperti hotel, resor, dan infrastruktur pelabuhan. Dengan demikian, mangrove secara tidak langsung mendukung sektor pariwisata pesisir dan kegiatan ekonomi lainnya yang bergantung pada stabilitas garis pantai.
Pengelolaan dan restorasi hutan mangrove yang berkelanjutan juga dapat menghasilkan kredit karbon, membuka peluang ekonomi baru melalui skema pembayaran jasa ekosistem. Konsep ini, yang dikenal sebagai "karbon biru," memberikan nilai ekonomi pada fungsi penyerapan karbon mangrove, yang dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat pesisir dan pemerintah daerah. Investasi dalam konservasi mangrove juga sejalan dengan tujuan ekonomi biru untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang rendah karbon dan berkelanjutan. Mangrove adalah salah satu penyerap karbon biru (blue carbon) yang paling efisien di dunia.
Mangrove juga menarik untuk dijadikan objek wisata alam. Kegiatan seperti wisata perahu menyusuri hutan mangrove, melihat satwa liar, dan menikmati pemandangan alam memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat. Banyak desa pesisir yang kini mengembangkan ekowisata mangrove sebagai sumber pendapatan alternatif. pelestarian mangrove dapat menciptakan lapangan kerja baru, seperti sebagai pemandu wisata, peneliti, pengawas ekosistem, dan pengelola kawasan konservasi. hutan mangrove secara langsung berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat pesisir.
Sebagai permata di pesisir pantai, hutan mangrove menawarkan perpaduan sempurna antara keindahan alam, kekayaan hayati, dan potensi edukasi. Dengan pengelolaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, ekowisata mangrove dapat menjadi kekuatan pendorong untuk konservasi lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Ini bukan hanya tentang mengunjungi tempat yang indah, tetapi juga tentang memahami, menghargai, dan berkontribusi pada pelestarian salah satu ekosistem paling vital di bumi.
Meskipun perannya sangat vital, hutan mangrove menghadapi berbagai ancaman seperti konversi lahan untuk budidaya akuakultur yang tidak berkelanjutan, pembangunan infrastruktur, polusi, dan perubahan iklim. Untuk memaksimalkan kontribusi mangrove terhadap ekonomi biru, diperlukan pendekatan pengelolaan yang terintegrasi dan partisipatif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI