Mohon tunggu...
MEX MALAOF
MEX MALAOF Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Terus Bertumbuh dan Berbuah Bagi Banyak Orang

Tuhan Turut Bekerja Dalam Segala Sesuatunya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Melepas atau Menanggalkan Topi Saat Bertamu di Kalangan Masyarakat Dawan

25 Februari 2021   12:09 Diperbarui: 25 Februari 2021   12:15 6026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam kehidupan sehari-hari, topi dipahami dan dimaknai sebagai tudung atau penutup kepala seseorang. Alasan penggunaan sebuah topi bagi masing-masing orangpun, berbeda-beda. Ada yang menggunakan atau memakainya sebagai aksesori, gaya hidup, kebiasaan, pelindung dari panas atau teriknya sinar mentari, karena hujan, dan lain sebagainya.

Bentuk topipun berbeda-beda. Ada yang bulat, ada juga yang lonjong. Warna yang dikenakan pada topi, amat bervariasi. Ada yang merah, putih, hitam, coklat, dan lain-lain. Bahan dasar pembuatan sebuah topipun beraneka ragam. Ada yang terbuat dari kain, kulit, anyaman bambu, bahkan dari jenis anyaman dedaunan tertentu seperti, daun lontar dan daun pandan.

Sebuah topi akan sangat terhormat makna dan pemahamannya ketika dikaitkan dengan profesi hidup seseorang seperti, polisi, aparat pemerintah, dan ASN lainnya. Bagi para pejabat publik itu, sebuah topi yang melekat di atas kepala mereka, bukan sekedar gaya-gayaan atau aksesori belaka. Pada sebuah topi di sana terletak kekuasaan, wewenang, dan wibawa seorang aparatur negara. Topi yang didapat dan dikenakan di atas kepala seorang pejabat pemerintah, tidak diperoleh dengan mudah, tetapi melalui suatu tahapan seleksi, hingga akhirnya dikatakan layak dan lantas untuk memperolehnya.

Maka ketika berhadapan dengan pribadi-pribadi demikian, apalagi kalau sedang terjadi perang mulut atau saling tegang urat saraf, bolehlah marah atau meluapkan emosi sejadi-jadinya dengan mulut tetapi, janganlah sampai topi yang dikenakan di atas kepalanya tersentuh oleh gerakkan tangan atau anggota tubuh lain dan terjatuh. Kalau itu terjadi maka, urusannya akan menjadi rumit. Membuat dan menjatuhkan topi dari kepala seorang pejabat pemerintah dengan sengaja dan dalam keadaan emosi yang tak terkontrol, sama saja dengan menjatuhkan kekuasaan, harga diri, wewenang, dan wibawanya di hadapan umum.

Sebuah topi akan semakin dalam makna dan pemahamannya, ketika dikaitkan dengan seorang raja. Bagi seorang raja, topi adalah lambang mahkota, kekuasaan, dan kebesaran. Maka, topi yang adalah mahkota itu, harus diperlakukan dengan hormat, sopan, bahkan penuh dengan sembah bakti. Ketika seorang raja memakai mahkotanya maka, pada saat yang sama ia berkuasa, berwewenang, dan memiliki segala hak untuk bertindak bagi semua bawahannya.

Masyarakat Dawan yang hidup dan berkembang di pulau Timor, Propinsi Nusa Tenggara Timur, memaknai dan memahami topi sebagai tanda kehormatan, kebesaran, dan kekuasaan seseorang, walaupun yang bersangkutan bukanlah seorang pejabat pemerintah, raja, atau gembel sekalipun. Maka, ketika siapapun yang datang dan hendak bertamu ke rumah, lumbung (Lopo) atau tempat-tempat lain di kalangan mayarakat Dawan dan mengenakan topi di atas kepalanya, entah mahal atau murah harganya, entah kumal, kotor, serta sobek-sobek keadaannya, begitu menginjakkan kaki di depan pintu atau ketika mendekat di sekitaran tempat di mana akan dijamu, harus melepas atau menanggalkan topi yang sedang dipakai.

Apa maksud atau makna dari acara melepas atau menanggalkan topi sebelum memasuki rumah sebuah keluarga di kalangan masyarakat Dawan? Karena dalam pandangan atau filosofi hidup orang Dawan, topi adalah sebuah atribut yang menandakan kehormatan, wibawa, kekuasaan, dan kebesaran yang dimiliki oleh seseorang maka, dengan melepas atau menanggalkan topi yang dikenakan sebelum memasuki sebuah rumah, pada saat yang sama, orang yang datang dan bertamu, menanggalkan segala kebesaran, wibawa, dan kekuasaannya yang melekat dalam dirinya, di luar rumah.

Dengan menanggalkan segala kebesaran, wibawa, dan kekuasaan di luar rumah, tamu tersebut memasuki rumah dengan segala rendah hati, tidak memandang seisi anggota keluarga dengan sebelah mata, menaruh rasa hormat dan penghargaan, merasa dirinya tidak lebih, dan menjadi sama dengan seluruh anggota keluarga yang didatangi. Jadi, melepas atau menanggalkan topi sebelum memasuki rumah-rumah masyarakat Dawan untuk bertamu, menunjukkan kerendahan hati yang dalam dari seorang tamu.

Ketika seorang tamu yang datang dan tidak menanggalkan topinya sebelum memasuki rumah sebuah keluarga Dawan maka, yang bersangkutan akan ditegur dan dicap sebagai orang sombong, tinggi hati, angkuh, dan congkak. Oleh karena itu, supaya tidak terjadi sesuatu yang tidak enak di antara seorang tamu dan keluarga Dawan yang dikunjungi rumahnya, sebaiknya, sebelum masuk ke dalam, tanggalkan topi yang dikenakan di atas kepala di luar rumah. Harkat, derajat, dan martabat sebagai seorang tamu, sama dengan keluarga atau pribadi yang dikunjungi.

SALAM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun