Keterbatasan Sistem Pembayaran Lintas Negara Dalam Mendukung Integrasi Ekonomi ASEAN Â Â Â Â
       Kawasan Asia Tenggara telah mengalami kemajuan signifikan dalam berbagai bidang, termasuk sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Sebagai pasar terbesar ketiga di Asia dan terbesar kelima di dunia, ASEAN memiliki populasi sebanyak 660 juta orang. Dengan lebih dari 50% populasi ASEAN berusia di bawah 30 tahun, ini mewakili angkatan kerja terbesar saat ini dan di masa depan.  Kondisi tersebut  menjadi faktor utama di balik peningkatan 140 kali lipat Produk Domestik Bruto (PDB) ASEAN sejak didirikan pada tahun 1967, dari US$23 miliar menjadi US$3,2 triliun. PDB per kapita juga meningkat 40 kali lipat, dari US$122 miliar menjadi US$4,827 triliun. Nilai perdagangan ASEAN telah tumbuh 282 kali lipat, dari US$10 miliar menjadi US$2,8 triliun.  Â
      Meskipun menjadi salah satu pasar terintegrasi yang paling maju, sistem pembayaran lintas negara di ASEAN masih menghadapi tantangan. Beberapa tantangan ini termasuk tarif yang tinggi, proses yang memakan waktu, serta kurangnya inklusivitas dan transparansi.
      Masa depan sistem pembayaran lintas negara tengah menghadapi tantangan baru dengan munculnya inovasi digital, terutama dalam bentuk aset kripto dan stablecoin. Inovasi teknologi, seperti Web 3.0 dan Distributed Ledger Technology, telah mempercepat perkembangan aset kripto dan stablecoin dengan segala peluang dan risikonya. Di satu sisi, penggunaan aset kripto dan stablecoin dapat meningkatkan inklusi keuangan dan efisiensi, termasuk dalam sistem pembayaran lintas negara, dan menjadi dasar bagi keuangan terdesentralisasi, yang memberikan akses instan ke berbagai produk keuangan. Namun, di sisi lain, penggunaan yang massif juga membawa risiko, seperti pencucian uang, pembiayaan terorisme, dan transaksi ilegal.
      Di tengah dinamika ini, Bank Indonesia merespons perubahan tersebut dengan Proyek Garuda, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk memperkenalkan Rupiah Digital. Dengan adopsi Rupiah Digital, transaksi lintas negara di kawasan ASEAN dapat dilakukan dengan cepat, murah, aman, dan andal, mengatasi beberapa keterbatasan yang saat ini ada dalam sistem pembayaran lintas negara. Menggunakan Rupiah Digital sebagai mata uang digital yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia memberikan stabilitas dan kepercayaan dalam transaksi di wilayah ASEAN. Keberadaan Rupiah Digital memastikan bahwa Rupiah tetap menjadi mata uang resmi dan sah di Republik Indonesia, menjaga integritas dan kestabilan sistem keuangan.
      Rupiah Digital memungkinkan konektivitas dan interoperabilitas antara sistem pembayaran di ASEAN, termasuk sistem pembayaran digital dari negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini akan mendorong perdagangan dan transaksi ekonomi yang lebih lancar di antara negara-negara anggota ASEAN. Dalam konteks upaya penguatan konektivitas pembayaran regional yang telah disepakati oleh negara-negara ASEAN dalam KTT ASEAN 2023, adopsi Rupiah Digital oleh Bank Indonesia dapat memperkuat visi tersebut dan meningkatkan integrasi keuangan di kawasan ASEAN. Dengan terus memajukan pengembangan Rupiah Digital, ASEAN dapat mempercepat langkah-langkah untuk mencapai sistem pembayaran lintas negara yang lebih efisien, terintegrasi, dan berdaya saing di tingkat regional.
Tantangan Dalam Implementasi Rupiah Digital Sebagai Sistem Pembayaran Lintas Negara
     Tantangan dalam implementasi Rupiah Digital sebagai transformasi konektivitas sistem pembayaran lintas negara perlu diperhatikan secara serius. Keberhasilan Rupiah Digital sebagai akselerator inklusi keuangan membutuhkan adopsi yang luas dari masyarakat, dengan mempertimbangkan perubahan perilaku penggunaan uang tunai. Meskipun digitalisasi ekonomi dan keuangan memberikan banyak manfaat, ada risiko yang perlu diwaspadai, seperti shadow banking, risiko siber dan fraud, pencucian uang dan pendanaan terorisme, persaingan usaha tidak sehat, serta penyalahgunaan data konsumen. Regulasi yang jelas dan landasan hukum yang memadai juga menjadi tantangan, termasuk otoritas penerbitan mata uang digital, pengawasan transaksi berbasis Rupiah Digital, penetapan suku bunga negatif, dan status legal tender. Selain itu, interoperabilitas dan skala transaksi besar masih menjadi fokus pengembangan teknologi blockchain yang mendukung Rupiah Digital.
      Dalam menghadapi tantangan ini, langkah-langkah perlu diambil untuk memastikan keberhasilan implementasi Rupiah Digital. Bank Indonesia perlu bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait, seperti lembaga keuangan, perusahaan fintech, dan regulator, untuk mengatasi risiko yang terkait dengan digitalisasi ekonomi dan keuangan. Regulasi yang sesuai dan fleksibel harus dibuat untuk memfasilitasi perkembangan Rupiah Digital, termasuk pengaturan tentang otoritas penerbitan, pengawasan, dan status hukumnya. Selain itu, Bank Indonesia perlu terus melakukan riset dan pengembangan teknologi yang mendukung Rupiah Digital, sehingga dapat mengatasi tantangan interoperabilitas dan skala transaksi besar. Dengan pendekatan yang holistik dan kerjasama yang kuat, implementasi Rupiah Digital dapat menjadi terobosan penting dalam meningkatkan konektivitas sistem pembayaran lintas negara dan mendorong inklusi keuangan di Indonesia dan wilayah ASEAN secara keseluruhan.
Membangun Masa Depan Konektivitas Pembayaran di ASEAN dengan Rupiah Digital
      Pengembangan Rupiah Digital oleh Bank Indonesia sebagai solusi pembayaran lintas negara yang canggih dan efisien dapat membawa banyak manfaat bagi ASEAN. Ini dapat meningkatkan efisiensi dan kemudahan sistem pembayaran lintas negara, serta memastikan kepercayaan dan stabilitas transaksi di wilayah ASEAN. Meskipun tantangan dalam implementasinya, seperti adopsi yang luas, pengelolaan risiko, dan regulasi yang diperlukan, Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait untuk mengatasi hambatan tersebut. Dengan langkah-langkah yang tepat, regulasi yang sesuai, dan pengembangan teknologi yang mendukung, Rupiah Digital dapat menjadi terobosan penting dalam memperkuat konektivitas sistem pembayaran dan mendorong inklusi keuangan di Indonesia dan wilayah ASEAN secara keseluruhan, serta mendukung visi penguatan konektivitas pembayaran regional yang telah disepakati oleh negara-negara ASEAN.