Mohon tunggu...
Mad Creator
Mad Creator Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Be Your Self , Berani & Percaya Diri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Safety Riding "Ala Jepang"

15 Desember 2013   23:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:53 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Jepang Walaupun Budaya berlalu lintas sudah terbentuk , kampanye safety riding di Jepang terus dilakukan . Honda , misalnya , mendirikan sekolah khusus untuk mendidik dan menyosialisasikan keselamatan berkendara. Salah satunya Suzuka Traffic Education Center (STEC) yang ada di sirkuit Suzuka . Lembaga tersebut berdiri pada 1964 , dua tahun setelah sirkuit Suzuka dibuka untuk public.

STEC berada di dalam area Sirkuit Suzuka . Selain materi tes praktik , peserta pelatihan mendapatkan teori di dalam kelas. Layaknya lembaga pendidikan , STEC mempunyai kurikulum khusus terkait safety riding . Tujuannya , peserta yang menimba ilmu disana mendapatkan teknik berkendara yang baik . Program pelatihan diberikan secara kontinu dan menyasar banyak kalangan. Mulai professional sampai masyarakat umum.

“Kami mengundang banyak orang dari luar Jepang untuk belajar di STEC . Kami berharap semakin banyak orang yang datang dan berlatih disini ,” kata Yoshida.

Dengan melahap materi pelatihan di STEC, peserta diharapkan mendapatkan ilmu tentang berkendara yang aman. Meski begitu , Yoshida mengingatkan bahwa kunci penting dalam safety riding tidak sekedar ada pada teknik berkendara yang baik. Yang jauh lebih penting adalah perilaku sang pengendara.“ Safety riding tidak hanya teknik , tapi juga perilaku pengendara. Level berkendara setiap orang berbeda-beda . Namun ,semua wajib memiliki perilaku yang baik saat di jalan, “ujar pria yang juga presiden The 14th Safety Japan Instructors Competition 2013 tersebut.

Ketatnya kurikulum safety riding di STEC dirasakan pada peserta The 14th Safety Japan Instructors Competition 2013 yang digelar 14-15 November lalu. Di antara para peserta , tiga orang berasal dari Indonesia. Yakni , Maryanto,Ahmad Anugra, dan Aldea Henry. Mereka adalah tiga instruktur terbaik tanah air yang dikirim oleh PT Astra Honda Motor (AHM).

Para peserta menjalani tiga rangkaian tes. Dimulai dengan pengereman atau braking . Setiap peserta wajib memacu motor atau mobil dengan kecepatan yang ditentukan. Nah, pada titik yang ditetapkan , mereka harus mengerem. Juri menilai kestabilan para peserta dalam mengendalikan kendaraan.

Materi lain adalah narrow plank . Yakni , keterampilan melewati papan sepanjang 15 meter dengan lebar hanya 30 sentimeter. Alhasil , pengendara dipaksa ekstra hati-hati. Mereka harus selambat mungkin melewati papan tersebut. Jika jatuh , mereka dinyatakan gugur. Peserta juga wajib mempertahankan posisi sempurna di atas kendaraan. Kedua kaki harus terus merapat pada tangki motor.

Standar penilaian narrow plank di STEC sangat ketat. Tiga juri mengawasi langsung para peserta saat membawa motor meniti papan besi. Sedikit saja peserta melanggar regulasi, meski berhasil melewati papan, juri akan mengurangi poinnya . Di Jepang , standar waktu melewati narrow  plank adalah 2 menit. Karena itu , para Instuktur STEC sangat piawai. Mereka bahkan bisa sampai “diam” untuk beberapa saat di atas papan besi. Adapun di Indonesia standarnya hanya 30 detik. “Standar di sini (Jepang) lebih tinggi. Peratutan juga lebih detail,” kata Aldea , peserta asal Bandung , yang akhirnya menjadi runner-up kategori motor kelas 100 cc.

Membentuk budaya santun berlalu lintas tentu tidak mudah. Perilaku masyarakat sangat menentukan. Seketat apapun peraturan, tidak akan efektif jika manusianya memang tidak memiliki kemauan untuk berdisiplin. Nah , di Jepang , kedisiplinan dibentuk sejak kecil dan menyangkut semua lini kehidupan. Kesantunan warga Jepang tidak hanya saat berada di jalan. Perilaku itu terjaga di semua aspek kehidupan. Pertanyaannya : kalau orang Jepang bisa , mengapa masyarakat Indonesia tidak ?(*/c2/agm)

referensi : MediaKoran

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun