Hai Kompasianer! Judul di atas mungkin sekilas menjadi kontroversi dan mengandung tanda kutip ("..."). Wah, empat perempuan apa, nih? Harapan saya, meskipun judulnya agak bikin hati perempuan itu sendiri ketar ketir, semoga artikel ini banyak dikunjungi pembaca. Empat perempuan di sini bukan soal poligami, ya! Jadi, tenang saja, aman.Â
Pada artikel ini saya memang mau membahas tentang laki-laki. Namun, harus dipahami oleh perempuan maupun laki-laki.
Sering sekali, sebagi perempuan, merasa ingin menyetarakan posisinya sama dengan laki-laki. Kesetaraan gender katanya. Terlebih pada era milenial dan Gen Z sekarang ini. Wah, perempuan berlomba naik ke posisi atas bahkan melebihi kedudukan laki-laki.
Posisi kesetaraan ini merambah ke berbagai lini, termasuk posisi di dalam rumah tangga. Sehingga, semakin jarang dan langka, istri manut nurut alias sami'na waato'na (kami dengar dan kami taat) kepada suami.Â
Dahulu, sebelum Islam lahir, dibawa risalahnya oleh nabi Muhammad s.a.w, perempuan memiliki kedudukan yang rendah, sebagai mahluk sub ordinasi. Setelah Islam datang, derajat perempuan diangkat setinggi-tingginya oleh Islam.Â
Ketika seorang suami harus solat Jumat, berjihad, dan mengejar surga dengan banyak ibadah, perempuan cukup menjalankan kewajiban kepada Allah dan Rosul-Nya sesuai kesanggupan dan cukup taat pada suami. Maka, perempuan bisa masuk syurga dari pintu mana saja.Â
Islam mengangkat derajat perempuan, sehingga berada tiga kali lebih utama ditaati seorang anak ketimbang ayahnya.Â
Dalam hadis riwayat Abu Hurairah Radiyallahu'annhu, dikatakan:
"Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah! Kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?"Â
Nabi SAW menjawab, "Kepada Allah.: