Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayahku Petani, Hidup untuk Kesejahteraan Penguasa dan Rakyat

22 September 2022   16:07 Diperbarui: 25 Agustus 2023   21:23 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi 

Pluk! 

Sebuah buku kecil terjatuh dari kantong jaket ayah segera aku ambil, kubuka-buka.  Coretan tangan ayah lumayan rapi dan bagus. 

Sebuah tulisan menarik perhatian untuk kubaca. 

"Mas. Entah berapa banyak denting piring dan sendok beradu di meja makan, mulai dari warung nasi emperan kaki lima, hingga restoran mahal dan hotel berbintang. Mulai dari warteg berdebu di terminal, hingga istana kepresidenan. Di tengah-tengah jamuan kehormatan, baik untuk tamu dalam negeri maupun luar negeri. 

Entah berapa banyak tawa menggelegak di perjamuan makan siang para pejabat. Pekerja kantoran, para supir, dokter, insinyur, para dosen, mahasiswa, pengusaha, pimpinan kepala daerah, aparat kepolisian, hingga para menteri. 

Mereka para penguasa, makan malam, setelah lobi-lobi politik usai,  memenuhi perut mereka dari hasil keringat yang kami keluarkan. Dari tenaga yang kami peras, dari tangan-tangan kerontang kami yang terbiasa terbakar matahari, dari tubuh rapuh kami yang semakin ringkih ini, dari hidup kami. 

"Anakku, Ayah tidak hawatir jika mereka tidak menghargai keringat kami, tidak takut jika para pemegang kebijakan itu menelantarkan nasib kami, tidak peduli apa yang telah mereka rampas dari kami.

 Karena sesungguhnya, menebar benih adalah jalan kami, memotong rumput, membersihkan pematang sawah, menanam, adalah kehidupan  bagi kami.

Memanen saat padi menguning adalah kebahagiaan kami. Yang ayah takutkan adalah,  tak ada lagi yang mau menanam padi, tak ada lagi yang berani berdiri di atas lumpur di bawah siraman hujan dan terik matahari, sementara banyak orang   lebih memilih menjadi buruh pabrik, dan ingin mengenakan dasi"

"Nak  setiap orang ingin hidup bahagia, dan ayah pun cukup bahagia dengan cara seperti ini, ayah harap suatu hari nanti kau mengerti kata-kata ayahmu  Nak."

Kubaca tulisan ayah dengan penuh  haru, aku tahu, aku faham apa yang diinginkan ayah. Aku Janji akan menjadi mahasiswa pertanian yang hebat, dan mempertahankan jengkal demi jengkal tanah pertanian dari kebijakan politik yang mengikis  habis tanah  pertanian kita, yang menjadi harapan hidup semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun