Bapak Presiden yang kami Cintai, izin kan kami berkisah pada mu, selaku orang nomor satu dan pemegang kekuasan tertinggi di Negeri ini.
Bapak Proseden. Dahulu Tanah air kelahiran kami begitu damai, tak pernah ada pertikaian, tiada perdebatan atau pun persengketaan. Gunung-gunung begitu kokoh terpancang, menjadi lahan mencari makan, bercocok tanam menanam berbagai pepohonan. Sekaligus tempat berteduh.
Sawah-sawah kami terhampar indah, menghijau bak permadani, menguning laksana hamparan emas, menetramkan hati, menggembirakan suasana, mensejahtrakan seluruh masyarakatnya.
Air mengalir dari banyak sungai dan sumber jernih, terdapat dua sumber air di sumur dan sungai tempat kami, sumber air hangat dan air dingin, begitu sejahtera hidup kami.
Kicauan burung tak pernah nah absen dipagi hari, hewan liar sepeti monyet babi, elang semuanya tenang dan tentram berada di gunung dan hutan singgasana mereka.
Bapak Presiden yang kami cintai. Begitu tentram hidup kami, saling bergotong royong, saling bertutur ramah dan bersaudara satu sama lain. Tapi kini suasana itu tak lagi terjadi. Semenjak sebuah korporasi- PT Sintesis Banten Geothermal (SBG) datang, dengan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB) di Gunung Prakasak, Desa Batu Kuwung, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, datang pada tahun 2013. Sejak saat itu tempat kami tinggal, ketentraman itu mulai hilang.Â
Bapak Presiden yang kami Cintai. Sejak 2013, ketentraman di Desa kami mulai menjauh, setiap hari konflik horizontal terjadi antara warga dengan para penguasa dan pengusaha.
Bapak Presiden, suara kami rakyat padarincang yang terdiri dari tokoh ulama, masyarakat pemuda dan perempuan tak pernah di dengar, aduan demi aduan telah kami lakukan, bahkan kami telah datang ke Jakarta dengan berjalan kaki , dari Serang pemuda-pemuda kami menuju Kantor ESDM dan istana, apakah bapak tahu ?Â
Karena pengaduan kami kepada penguasa, ulama kami di ciduk, pemuda pemudi kami di adu domba, ulama tetua kami didiskriminasi, mau sampai kapan pak ? Padahal kami hanya meminta untuk mencabut izin, agar keindahan tanah kami tetap terjaga, aksi yang kami lakukan hanya istigosah dan istigosah. Apakah ini salah ?