Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesetiaan Murtiningrum dan Gedung Tua Tanpa Perekat Semen

21 Juni 2014   20:31 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:53 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_344050" align="aligncenter" width="500" caption="Bu Murtiningrum menunjukkan serpihan gedung tanpa perekat semen"][/caption]

Di akhir Bulan Mei ini mengingatkan saya akan peristiwa penting di bumi pertiwi ini. Tepatnya tanggal 20 Mei 2014 segenap rakyat Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Hari besar nasional ini tak bisa dilepaskan dari jasa dan nama besar Dr. Soetomo. Beliau adalah pendiri organisasi bernama Budi Utomo. Untuk mengenang peristiwa bersejarah itu saya bersama keluarga mencoba mendatangi pusara beliau yang terletak di Jalan Bubutan Surabaya.

Sebagai warga asli Surabaya, tempat pemakaman Dr. Soetomo yang satu kompleks dengan Gedung Nasional Indonesia (GNI) itu sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi kami. Bila berbelanja kebutuhan sehari-hari di Pusat Grosir Surabaya (PGS) kami selalu melintas di kawasan itu. Namun baru sekarang (23 Mei 2014) kami terdorong untuk mampir dan melihat dari dekat pusara Dr. Soetomo yang sangat berjasa itu.

[caption id="attachment_344051" align="aligncenter" width="400" caption="Bekas gedung yang rusak akibat terkena bom tentara sekutu"]

14033311791888235082
14033311791888235082
[/caption]

Siang itu kompleks GNI terlihat sepi. Ada seorang pria muda berjaga di kantor sekretariat. Setelah memarkir kendaraan di tempatnya, saya meminta ijin kepada pria itu untuk memasuki area makam Dr. Soetomo. Di sana duduk bersimpuh perempuan tua dengan kaca mata tebalnya. Bu Murtiningrum, demikian ia memperkenalkan diri kepada saya.

Usianya sudah tidak mudah lagi bahkan menginjak 80 tahunan. Ibu yang sudah sejak lama hidup sebatang kara ini dengan ramah menyambut kedatangan saya siang itu. Sementara anak dan istri saya lebih memilih beristirahat di aula GNI yang cukup megah itu. Mereka tidak diam melainkan melihat-lihat dan membaca keterangan sejarah Dr. Soetomo dan GNI yang terpasang di dinding aula serbaguna GNI Surabaya.

Bu Murtiningrum sempat bercerita bahwa pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-106 kemarin itu, kompleks GNI ramai dan meriah oleh peserta upacara. Perempuan tua yang kurus dan rapuh ini mengaku kelelahan karena harus sibuk membantu pelaksanaan acara kebangsaan itu.

[caption id="attachment_344052" align="aligncenter" width="500" caption="Murtiningrum setia merawat dan menjaga pusara Dr. Soetomo"]

14033314141466417980
14033314141466417980
[/caption]

Ia dengan telaten bercerita kepada saya tentang gerak perjuangan Dr. Soetomo dan beberapa gedung warisan beliau. Pak Tom, demikian Bu Murtiningrum menyebut nama Dr. Soetomo. Ayahanda Bu Murtiningrum adalah murid kesayangan Dr. Soetomo.

Tanpa menjelaskan lebih lanjut siapa nama ayahandanya dan sejak kapan sang almarhum ayahnya itu mengabdikan dirinya untuk membantu gerakan perjuangan Dr. Soetomo. Setelah sepeninggal ayahnya, Bu Murtiningrumlah yang meneruskan jejak perjuangan sang ayah hingga saat ini dengan setia menjaga dan merawat pusara Dr. Soetomo.

Tak puas dengan cerita Bu Murtiningrum tentang sejarah berdirinya Budi Utomo, sayapun bertanya tentang beberapa gedung tua yang ada di kompleks itu. Bayangkan saja perempuan tua ini dengan ramahnya memandu saya menunjukkan beberapa gedung (paviliun) yang pernah dijadikan markas pemuda-pemuda kita dalam melawan tentara sekutu di Surabaya.

[caption id="attachment_344053" align="aligncenter" width="500" caption="Gedung paviliun sebelah kanan yang kini jadi SMK Bubutan"]

14033316971431295678
14033316971431295678
[/caption]

Sebagian gedung paviliun telah hancur berantakan akibat terkena gempuran mortir tentara sekutu (29 Agustus 1945). Uniknya bekas reruntuhan gedung itu masih bisa kita lihat hingga sekarang. Mungkin pengelolah GNI sengaja mempertahankan keadaan aslinya agar bisa menjadi bahan belajar yang sangat berharga bagi generasi sekarang. Sebagian areal bekas reruntuhan gedung dimanfaatkan untuk pemukiman warga di kawasan itu.

Bu Murtiningrum melanjutkan kisahnya bahwa semasa hidupnya Dr. Soetomo juga aktif mendirikan majalah berbahasa Jawa. “Penjebar Semangat” nama media itu. Majalah ini bukan hanya untuk konsumsi kaum pribumi di Pulau Jawa melainkan sampai tembus ke luar negeri dengan bahasa setempat. Gedung majalah Penjebar Semangat berada di belakang pusara Dr. Soetomo.

Kini gedung paviliun (sebelah kiri) yang dibangun para pemuda (Yong Java, Yong Celebes, Yong Sumatra dan lainnya) itu difungsikan sebagai Poliklinik Umum di kawasan Jalan Bubutan Surabaya. Sedangkan paviliun sebelah kanan difungsikan sebagai SMK Bubutan Surabaya.

[caption id="attachment_344054" align="aligncenter" width="640" caption="Aula serbaguna GNI Surabaya"]

14033318362108154827
14033318362108154827
[/caption]

Sambil tersenyum dan mengarahkan jari telunjuknya ke bagian jendela gedung yang terbuka itu, Bu Murtiningrum berkata “Di lantai atas gedung paviliun ini sering muncul kejadian aneh. Ada sesosok perempuan cantik yang terlihat di jendela yang terbuka itu”. Sayapun mengangguk dengan ceritanya. Memaklumi bahwa gedung-gedung tua bersejarah sudah pasti ada penunggunya. Dan penampakan-penampakan itu pula yang sering terlihat oleh warga yang bermukim di sekitar Gedung Puskesmas Bubutan ini.

Sambil menunjukkan serpihan dinding gedung, Bu Murtiningrum menambahkan bahwa dengan penuh semangat para pemuda kita tempo dulu itu berhasil mewujudkan berdirinya gedung paviliun ini. Hebatnya lagi gedung ini dibangun tanpa semen, hanya pasir dan kapur. “Nyatanya gedung ini bertahan hingga sekarang” lanjutnya.

Sebagai juru pelihara yang dengan setia merawat dan menjaga pusara Dr. Soetomo, Bu Murtiningrum dianugerahi beberapa piagam penghargaan oleh pejabat daerah Jawa Timur. Sejumlah nama seperti Imam Utomo, Soekarwo dan Walikota Surabaya, Tri Risma Harini pernah mengajaknya berjalan-jalan ke luar negeri sebagai hadiah atas kesetiaannya.

Sebelum berpamitan pulang, saya sempat menengok tempat tinggal perempuan tua penjaga makam Dr. Soetomo ini, letaknya dalam kompleks GNI. “Ini pemberian pemerintah” aku Bu Murtiningrum. Saya sempat melihat beberapa piagam penghargaan yang terpasang di dinding ruang tamu rumahnya yang sederhana itu. Beberapa ekor kucing ikut setia menemani perempuan tua penjaga makam Dr. Soetomo ini.

[caption id="attachment_344055" align="aligncenter" width="500" caption="Murtiningrum dengan beberapa piagam penghargaan"]

14033321572054862938
14033321572054862938
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun