Mungkin sudah menjadi takdir Yang Maha Kuasa kalau kondisi alam Kota Gresik identik dengan wilayah atau kawasan yang gersang di mana di antara pemukiman warga banyak kita temukan bukit-bukit kapur.
Ada beberapa bukit kapur yang bisa kita temukan tersebar di Kota Gresik, antara lain: bukit kapur Gosari dan Sekapuk yang berada di wilayah Kecamatan Ujung Pangkah, bukit kapur Panceng yang berbatasan langsung dengan wilayah Kota Lamongan, bukit kapur Bungah yang bersebelahan dengan Bukit Jamur di wilayah Bungah dan bukit kapur Suci terletak di Desa Suci, Manyar-Gresik. Masih banyak lagi daerah-daerah berkapur karena memang tipe atau jenis bebatuan di Gresik seperti itu.
Bukit-bukit kapur itu menjadi sumber daya alam yang luar biasa besarnya bagi industri pembuatan semen. Seperti kita ketahui bersama, Kota Gresik itu memang maju industri semennya.
Industri PT. Semen Indonesia yang sebelum tahun 2012 masih bernama PT. Semen Gresik itu memang menjadikan beberapa bukit kapur tadi sebagai areal pertambangan bahan baku utama industri pembuatan semen (1).
Selain sebagai bahan baku utama pada industri pembuatan semen, perbukitan kapur di Gresik dieksploitasi untuk bahan bangunan rumah.Â
Bila kita perhatikan, bahan untuk tembok (dinding) rumah sebagian warga Gresik terutama yang bermukim tak jauh dari perbukitan kapur menggunakan bata yang dibuat dari batu kapur. Ukuran bata kapurnya sedikit lebih besar dari batu bata pada umumnya. Harga dan kualitasnya kurang lebih sama.
Pondasi rumah yang biasanya menggunakan batu gunung(andesit). Sudah lama dicoba menggunakan batu kumbung berbentuk kubus atau balok persegi yang diambil dari bukit kapur juga.Â
Dari sisi harga mungkin lebih hemat dan praktis dalam pemlesteran. Kualitasnya pun tak kalah dengan batu gunung / sungai yang relatif lebih mahal harganya.
Batu kapur juga sangat awet, tak kalah daya tahannya bila dibandingkan dengan batu bata dan batu andesit.Â
Cungkup makam utama milik Siti Fatimah binti Maimun yang ada di Desa Leran, Manyar - Gresik kabarnya juga dibuat dari batu putih yang didatangkan dari perbukitan kapur wilayah Suci.Â
Kita tahu bahwa cungkup makam milik Siti Fatimah itu sudah berusia seribu tahun lebih. Dan sampai sekarang terbukti tahan terhadap proses pelapukan (2).
Bukit kapur yang ditambang untuk industri semen atau bahan perumahan lambat laun akan mengalami kerusakan. Sebab dari proses penambangan itu akan timbul cerukan (danau) atau lubang galian membentuk relief raksasa yang bila disaksikan dari kejauhan akan tampak menarik dan menawan
Itu yang terjadi di beberapa bekas penambangan kapur yang ada di wilayah Gresik.Â
Kalau di Madura kita mengenal Bukit Jedih, sementara di Sleman -- Yogyakarta ada Tebing Breksi, bekas penambangan kapur yang kini dijadikan objek wisata yang sedang naik daun.
Bukit kapur Desa Suci dan gua bekas tambang
Lokasi bukit kapur Suci ini memang berada di Desa Suci, Manyar -- Gresik. Dari pusat Kota Gresik juga tak terlalu jauh. Hanya beberapa ratus meter arah barat dari kompleks perumahan Gresik Kota Baru. Juga tidak jauh dari kawasan Pongangan Rejo di mana Gua Lowo berada.
Mengingat lubang galian batu kapur ini dibiarkan mangkrak selama bertahun-tahun sehingga menjadi habitat yang cocok bagi sekawanan kelelawar (Jawa = Lowo).Â
Makanya masyarakat Pongangan Rejo dan sekitarnya menamakan lubang bekas tambang kapur yang kini menjadi sarang kelelawar itu sebagai Gua Lowo (3).
Bekas tambang kapur lainnya yang menghasilkan bentuk seperti gua antara lain kita temukan di kawasan Bungah, Gresik.
Warga sekitar memberi nama lubang bekas galian kapur itu sebagai Gua Melirang dan Gua Gelang Agung, Bungah.Â
Gua Melirang berada di Desa Melirang, Bungah -- Gresik. Sedangkan Gua Gelang Agung disebut juga Gua Kembar yang letaknya berada tidak jauh dari Gua Melirang.Â
Masyarakat sekitar gua itu punya versi cerita yang bermacam - macam mengenai kedua gua tadi. Mereka umumnya mengait-ngaitkan gua dengan keberadaan mahluk gaib dalam lubang yang sebenarnya merupakan bekas galian tambang batu kapur itu.
Kabarnya kedua gua tadi juga menjadi tempat bagi sebagian orang untuk nglakoni (mengamalkan, red) ilmu kanuragan (bela diri, red).Â
Namanya juga lubang tersembunyi, tak heran bila kedua gua itu juga menjadi tempat bersembunyi kelelawar yang jumlahnya banyak sekali (4)(5).