Arca Joko Dolog sebenarnya merupakan perwujudan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari (Singosari). Dengan kepiawaian Mpu Baradha sebuah patung yang sebenarnya lebih mirip patung Budha ini akhirnya berhasil diciptakan. Arca Joko Dolog adalah sebuah bentuk penghormatan terakhir Raden Wijaya (Raja pertama kerajaan Majapahit) sebagai keturunan KenArok (Raja pertama Kerajaan Singosari) terhadap mendiang Prabu Kertanegara yang menjadi raja terakhir kerajaan Singosari kala itu. Kertanegara dikenal sangat berani melawan kerajaan asing yang mencoba menaklukannya. Terbukti Beliau telah berani melukai telinga utusan Raja Kubilai Khan dari negeri Mongolia, dengan pasukannyayang sangat terkenal itu, yakni bala tentara Tar-Tar. Kertanegara pada akhirnya tewas ditangan Prabu Jayakatwang, yang menjadi penguasa Kerajaan Kadiri (Kediri) kala itu. Rupanya Jayakatwang masih menaruh belas kasih kepada salah seorang keturunan Singosari yang bernama Raden wijaya.
Atas jasa baik Arya Wiraraja (Adipati Madura), yang berhasil membujuk Jayakatwang akhirnyaRaden Wijaya mendapat pengampunan dan diperkenankan hidup di sebuah wilayah yang bernama Desa Tarik (sekarang Mojokerto). Rasa amarah dan dendam rupanya masih menyelimuti Raja kubilai Khan dari Mongolia. Suatu ketika mereka kembali mendatangi Singosari bersama pasukan Tar-tar yang dipimpin oleh Meng Chi. Bala tentara Mongolia mengira Prabu Kertanegara masih hidup dan waktu itu Raden wijaya berupaya mengelabui pasukan Tar-tar kalau Kertanegara masih berada di Kediri, padahal Jayakatwanglah sebagai penguasa Kediri yang telah menewaskan Prabu kertanegara. Kesempatan ini dimanfaatkan Raden Wijaya bersama tentara Kubilai Khan bersama-sama menghancurkan kerajaan Kediri. JayaKatwang dan pasukaannya berhasil dikalahkan.
Jauh-jauh hari Raden Wijaya telah menggalang kekuatan bersama adipati Arya Wiraraja, mereka bersama-sama memukul mundur tentara Tar-tar. Tentara Tar-tar kocar-kacir dan akhirnya melarikan diri kembali ke negaranya, Mongolia. Raden wijaya semakin memantapkan kedudukannya, dan mendirikan Singgasana di hutan Tarik yang kala itu banyak ditumbuhi buah-buahan “Maja” yang rasanya “Pahit”. Selanjutnya kawasan tadi dinamakan “Majapahit”. Raden Wijaya menjadi pendiri sekaligus raja pertama Majapahit.
Sebagian sejarahwan berpendapat, bahwa arca Joko Dolog dipelihara Raden Wijaya dan di tempatkan di salah satu komplek candi Majapahit yakni candi Jawi. Sebagai bentuk penghormatan terakhir terhadap Kertanegara selaku leluhur Raden wijaya. Dimasa pemerintahan kolonial Belanda, di daerah trowulan arca ini sempat terkubur dalam tanah. Di bagian atasnya tertutup oleh tumpukan kayu jati yang masih berupa kayu bulat (gelondongan). Seorang warga pribumi yang secara tak sengaja menemukan arca ini kedapatan telah tertimbun dalam tanah dan di atasnya terdapat tumpukan kayu jati gelondongan (dolog)kemudian menyebutnya jogo dolog. Berita ini tersiar kemana-mana dari mulut ke mulut, kata “jogo” berubah menjadi “joko” akibat salah ucap. Begitu seterusnya, sehingga akhirnya dinamakan Joko Dolog seperti sekarang ini.
Bangsa penjajah seperti Belanda dikenal sangat serakah. Tidak hanya kekayaan alam bumi pertiwi ini yang dieksploitir dan diangkut ke negaranya. Benda-benda purbakala sebagai warisan nenek moyang asli Indonesia ini juga turut di angkut ke Belanda. Untungnya salah satu benda purbakala yang berupa arca Joko Dolog ini tidak jadi dibawa ke Belanda, sehingga generasi penerus bangsa ini masih bisa menyaksikan keberadaannya. Sebagai salah satu bahan studi bidang kepurbakalaan (arkeologi). Patung (arca) Joko Dolog terletak di Jantung kota Surabaya, Taman Apsari Jalan Pemuda Surabaya. Keberadaannya menjadi saksi bisu tumbuh kembangnya kota Pahlawan, Surabaya. Seolah hanya sebagai monumen sejarah purbakala yang terlampaui begitu saja.
Bagi Anda warga Surabaya dan sekitarnya yang masih berminat menelusuri situs-situs purbakala, arca Joko Dolog bisa menjadi salah satu objek wisata sejarah budaya dan bahan studi kepurbakalaan. Arca Joko Dolog terbuat dari batu Andesit (semacam batu gunung). Raden Wijaya kala itu sebagai pendiri Majapahit sengaja mempersembahkan arca ini bagi anak keturunannya kelak, untuk menghormati mendiang Prabu Kertanegara sebagai Raja terakhir Kerajaan Singosari. Hal ini terbukti Beliau merawat dan menyimpan Arca ini di salah satu komplek candi yang dibangunnya yaitu Candi Jawi.
Dibagian bawah arca ini tertulis dengan bahasa sansekerta (jawa kuno) dengan pahatan yang sangat halus dan indah, yang menceritakan keinginan luhur Prabu Kertanegara dalam mempersatukan beberapa wilayah di Jawa Timur. Saat itu bernama Daha (Kediri) dan Tumapel (Malang) serta beberapa daerah lainnya. Hingga meluas seperti Jawa Timur sekarang ini. Rupanya kala itupun seorang arsitek purba seperti Mpu Baradha bukan hanya sanggup mencipta sebuah karya seni patung tingkat tinggi, lebih dari itu Beliau juga mampu menuliskan pesan bagi generasi-generasi berikutnya lewat pahatan batu andesit tentang arti penting persatuan dan kesatuan wilayah, meski masih dalam lingkup daerah yang lebih kecil, yaitu wilayah Jawa Timur. Dimasa pendudukan kolonial Belanda, arca ini hampir saja menjadi koleksi Museum Leiden, Nederlan. Namun karena sesuatu hal Belanda tidak jadi membawanya. Kemudian ditinggalkan begitu saja pada sebuah tempat di Surabaya, semacam museum Belanda yang sekarang dijadikan tempat SMU Trimurti, Surabaya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI