Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Turis Asing Suka Kawah Ijen!

18 September 2014   16:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:20 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_360121" align="aligncenter" width="500" caption="Seorang turis wanita tua asal Perancis dipikul hanya untuk Kawah Ijen!"][/caption]

Pesona kawah Gunung Ijen yang berwarna hijau toska dipadu dengan fenomena blue fire (api biru) serta kegiatan penambangan belerang di sana menjadi agenda utama para wisatawan saat mengunjungi gunung api yang terletak di perbatasan Bondowoso-Banyuwangi ini.

Semula saya dan teman-teman satu tim mengira kalau wisata alam Gunung Ijen ini tidak seramai Gunung Bromo dan Semeru. Itu saya lihat sendiri pada Sabtu (16 Agustus 2014) siang hingga sore. Saat malam dan dini hari (17 Agustus 2014) camp ground Paltuding berubah menjadi penuh dengan tenda-tenda para pendaki.

Saya mencoba mengamati secara lebih jeli di antara wisatawan lokal (domestik) yang berdatangan itu. Umumnya mereka berusia muda. Turis asing sepertinya tidak nampak di lokasi perkemahan.

Mungkin mereka lebih memilih menginap diguest house atau penginapan lainnya yang berada di Desa Sempol yang berjarak 15 kilometer dari Paltuding. Atau menginap di hotel yang berada di lokasi Air Terjun Blawan, Desa Kalianyar kira-kira 7 kilometer dari Paltuding.

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Turis asing berusia muda juga tak mau ketinggalan"][/caption]

Saat pendakian di malam hari saya melihat cukup banyak turis asing di sana. Mereka umumnya menggunakan jasa pemandu wisata warga negara Indonesia. Tampaknya pesona blue fire itulah yang bikin penasaran turis asing.

Kedatangan turis asing di objek wisata Kawah Ijen menjadi berkah yang tiada tara. “ Untuk wisatawan lokal kami hanya mengenakan tiket masuk sebesar Rp. 5000,-, sedangkan turis mancanegara ongkos masuknya lebih mahal lagi” terang Daryono, penjaga pos Paltuding.

Belakangan saya mendengar bahwa turis asing diwajibkan membayar sampai puluhan kali lipat. Sekitar Rp.100.000,- untuk setiap orangnya. Bagi wisatawan asing tarif sebesar itu terasa ringan dan tak memberatkan karena mereka berduit.

[caption id="attachment_360125" align="aligncenter" width="400" caption="Dengan bantuan tongkat kayu biasa turis asing ini masih sanggup mendaki Gunung Ijen"]

14111094331135107816
14111094331135107816
[/caption]

Wisatawan asing menganggap berwisata itu “kebutuhan” utama, seperti halnya makan dan kebutuhan akan barang-barang sandang lainnya. Apalagi bila objek wisata yang akan dikunjunginya itu terkenal hingga ke seluruh penjuru dunia. Seperti fenomena api biru di Kawah Ijen, Bondowoso-Jatim itu mengundang perhatian turis dunia.

Para turis asing itu rela merogoh kocek cukup dalam demi Kawah Ijen. Sebelum melakukan pendakian pada malam harinya, saya sempat berjumpa dengan dua wanita asal Perancis. Satu orang masih muda dan satunya lagi sudah tua. Mereka rela membayar mahal guide dan 4 orang pemikul hanya untuk melihat pesona Kawah Ijen yang berwarna hijau toska itu.

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Jangan mau kalah dengan turis asing"][/caption]

“Untuk menikmati pesona Kawah Ijen, turis tua itu berani membayar Rp. 800.000,- untuk ongkos pemikul” jelas Fathur pemandu asal Desa Rogojampi, Banyuwangi. Meski berusia lanjut sebagian turis asing memilih mendaki sendiri bersama rekan-rekan senegaranya. Mereka menggunakan alat bantu berupa tongkat khusus untuk olah raga mountainering, kadang juga menggunakan tongkat kayu biasa.

Kawah Gunung Ijen memiliki daya tarik yang luar biasa bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Masalah yang ada sekarang adalah bagaimana memperbaiki fasilitas yang ada di pos Paltuding sebab beberapa bangunan seperti gedung serbaguna, mushollah dan fasilitas penunjang lainnya tampak tidak terawat. Perlu petugas khusus (juru pelihara) yang menjaga dan merawat berbagai fasilitas yang ada agar wisatawan dapat memanfaatkannya secara optimal.

[caption id="attachment_360124" align="aligncenter" width="400" caption="Brrr dingin juga Bro!"]

14111090532045659920
14111090532045659920
[/caption]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun