Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu bulan paling mulia dalam kalender Hijriah.Â
Rasulullah bersabda, "Tidak ada hari-hari yang amal salih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah melebihi hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah)" (HR. Bukhari). Momentum ini menjadi pengingat bagi umat Islam untuk memperkuat hubungan dengan Allah, memperbaiki diri, dan menebar kebaikan kepada sesama.
Salah satu ibadah utama di bulan ini adalah ibadah kurban, yang secara historis merujuk pada kisah pengorbanan Nabi Ibrahim 'alaihis salam dan putranya, Ismail. Namun, esensi kurban tidak semata pada penyembelihan hewan. Lebih dari itu, kurban adalah simbol ketundukan, keikhlasan, dan kesiapan untuk berkorban demi kemanusiaan dan ketakwaan.
Kurban Bukan Sekadar Ritual
Allah berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 37:
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya..."Â (QS. Al-Hajj: 37)
Ayat ini menegaskan bahwa nilai ibadah kurban tidak terletak pada bentuk fisiknya, tetapi pada ketulusan niat dan dampaknya terhadap ketakwaan dan empati sosial. Kurban adalah jembatan spiritual yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya, dan sekaligus manusia dengan sesamanya.
Refleksi di Tengah Krisis Kemanusiaan
Saat dunia dilanda berbagai krisis kemanusiaan mulai dari konflik berkepanjangan di Palestina, krisis pengungsi di berbagai negara, hingga kemiskinan ekstrem di sekitar kita ibadah kurban seharusnya menggerakkan empati dan solidaritas. Di sinilah makna sosial dari kurban menjadi penting: memperhatikan mereka yang terluka, kelaparan, dan terpinggirkan.
Rasulullah pernah bersabda:
"Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang sementara tetangganya lapar dan dia tahu akan hal itu." (HR. Thabrani)