Mohon tunggu...
Maurien
Maurien Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Halo semua!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Budaya Risiko "AKHLAK" pada Era Pandemi Covid-19

14 September 2021   18:59 Diperbarui: 14 September 2021   19:01 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Risk Culture Image | piranrisk.com

AKHLAK merupakan peluncuran budaya kerja yang dikeluakan oleh salah satu kementrian BUMN untuk optimalkan laju bisnis dengan kepanjangan dari Amanah, Kompetensi, Harmonis, Loyalitas, Adaptif, dan Kolaboratif yang kemudian disingkat menjadi AKHLAK.

"We are not living in fear. We are living in faith." - Family caregiver using CaringBridge 

Terhitung hampir 2 tahun kita hidup berdampingan dengan Covid-19, dan selama itu pula telah merubah pola dan gaya hidup kita. Dalam sekejap kita dipaksa untuk beralih ke online dimana beradaptasi dengan teknologi yang kompleks dan dalam tempo waktu cepat. Setiap perubahan yang terjadi perlu didukung oleh adaptasi agar mampu bertahan, dan tak menutup kemungkinan jika setiap perubahan membawa dampak merugikan.

Pandemi telah menimpa hampir semua sendi dalam kehidupan. Tidak hanya lingkup negara melainkan sudah pada hampir belahan dunia menghadapi krisis dari pandemi. Krisis yang dialami tidak hanya pada sektor kesehatan, melainkan pada sektor budaya, politik, pendidikan sampai dengan ekonomi. 

Pada seluruh sektor telah mengalami peralihan ke online yang terasa dampak perubahannya ialah generasi yang tidak memahami teknologi yang membuatnya merasa kesulitan beradaptasi pada media online sehingga pelayanan menjadi tidak efektif dan lainnya. Peralihan ini pada akhirnya sangat terasa pada sektor perekonomian. Sebab jika tidak ada yang melakukan mobilitas di luar sana, maka kehidupan menjadi stagnan, yaitu tetap di tempat. 

Ilustrasi pandemi pertama kali di Jakarta | news.detik.com
Ilustrasi pandemi pertama kali di Jakarta | news.detik.com

Pada sektor ekonomi, banyak perusahaan yang langsung mem PHK setelah pandemi terjadi. Perusahaan mencoba melakukan berbagai cara untuk beradaptasi dengan keadaan pandemi ini, namun bagi sektor usaha kecil yang baru merintis umumnya akan berhadapan dengan kebangkrutan. Lalu apa sebenarnya yang membuat perusahaan merasa kesulitan bertahan di era pandemi ini? 

Pada dasarnya perusahaan adalah tentang sustainability, dan hal itu perlu didukung dengan produktivitas di dalam perusahaan tersebut. Namun dengan keadaan pandemi seperti sekarang, kesehatan menjadi perhatian utama sehingga mobilitas diluar sangatlah minim. Merasa takut jika tidak dirumah, dan jika semua dilakukan secara daring akankah produktif? 

Menurut riset pekerjaan secara daring sangatlah sulit di realisasikan, banyak gangguan dari orang rumah, tetangga dan suasana di rumah yang membuat kesulitan berkonsentrasi. 

Produktivitas terjadi karena karyawan di dalamnya, namun disini karyawan saja kesulitan untuk tetap berfokus pada pekerjaan mereka. Selain itu, ekspor impor juga menjadi terbatas karena Covid-19 dapat dibawa darimana saja. 

"Risk is like fire: If controlled it will help you; if uncontrolled it will rise up and destroy you." - Theodore Roosevelt.

Dari semua aspek yang terjadi dari pandemi Covid-19, disimpulkan bahwa situasi ini mengacu pada sebuah risiko. Ini adalah tentang bagaimana pengelolaan risiko atau yang kita sering dengar ialah 'manajemen risiko'. Manajemen risiko menjadi sebuah perhatian utama di tengah pandemi ini, tak jarang juga ada perusahaan yang baru menerapkan manajemen risiko sesaat setelah pandemi ini datang. 

Menerapkan manajemen risiko itu sebenarnya mudah, semua tergantung pengelolaan dalam perusahaan. Hal yang membuat sulit adalah mempertahankan manajemen risiko baik perusahaan sedang dalam kondisi baik atau buruk. Satu-satunya hal yang dapat dilakukan untuk mempertahankan manajemen risiko ialah 'Budaya Risiko'.

Budaya Risiko itulah dasar sesungguhnya atas seluruh krisis yang terjadi di dunia. Sebelum implementasi Manajemen Risiko, perlu bagi semua orang untuk memahami terlebih dahulu tentang apasih Budaya Risiko itu dan bagaimana Budaya Risiko yang tepat di perusahaan. Semua tindakan dalam kehidupan ini memanglah tak terlepas dari sebuah risiko, namun seberapa paham mereka tentang sebuah risiko ini?

"Covid-19 will reshape our world. We don't yet know when the crisis will end. But we can be sure that by the time it does, our world will look very different." - Josep Borrell.

Budaya Risiko

Menurut Embun Prowanta dalam buku Manajemen Risiko Pasar Modal (ISO 31000:2018) edisi 2; Budaya Risiko adalah istilah yang menggambarkan nilai-nilai, keyakinan, pengetahuan, dan pemahaman tentang risiko secara bersama oleh sekelompok orang dengan memiliki tujuan yang sama.

Melalui pengertian tersebut, artinya budaya risiko mempengaruhi pengambilan keputusan manajemen dengan mempertimbangkan risiko yang akan ditanggung dan manfaat yang diperoleh. Dari sini kita semua paham bukan seberapa pentingnya budaya risiko ini terhadap perusahaan?

Organisasi dengan budaya risiko yang kuat tidak menghindari risiko.

Pada dasarnya hal utama yang perlu perusahaan benah dari pengelolaan risiko ialah seberapa kuat budaya risiko di perusahaan tersebut. 

Tidak ada yang sulit dalam penerapan budaya risiko, kunci utamanya ialah perusahaan perlu memastikan bahwa semua karyawan didalamnya memahami sistem manajemen risiko, kemudian menjadikan sistem manajemen risiko sebagai pedoman utama dan tak lupa melakukan kajian evaluasi berkala untuk memastikan seberapa efektif dan efisien manajemen risiko ini dalam perusahaan tersebut. Karena pada dasarnya budaya risiko adalah tentang kebiasaan yang ditanamkan pada karyawan mengenai risiko.

Apabila suatu perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan implementasi budaya risiko, mungkin dapat menggunakan langkah penerapan kerangka kerja ini (Menurut Manajemen Risiko Pasar Modal; Embun Prowanta; ISO31000; 2018):

1. Memberi pemahaman mengenai risiko dan manfaatnya untuk perusahaan. 

2. Membentuk etika karyawan terhadap budaya perusahaan. 

3. Membentuk lingkungan kerja yang mendukung terbentuknya budaya risiko. 

4. Meningkatkan penerapan budaya perusahaan. 

5. Membentuk dan menerapkan budaya risiko yang merupakan bagian penting dari budaya perusahaan.

AKHLAK sebagai Budaya Risiko

Sedari awal, sorotan utama ialah dunia usaha perusahaan baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun perusahaan swasta yang perlu sekali menanamkan Manajemen Risiko baik saat pandemi ini belum hadir sampai pada pandemi ini telah bersama kita 2 tahun.

Sesungguhnya, budaya risiko pasti telah terjadi pada perusahaan BUMN, BUMD maupun perusahaan swasta. PT Angkasa Pura I merupakan perusahaan BUMN yang telah menerapkan budaya risiko sejak tahun 2010, namun tetap saja mereka akan tetap terkena dampak yang berujung risiko dari pandemi Covid-19 ini. 

Jadi, baik perusahaan yang telah menerapkan budaya risiko sampai manajemen risiko dari dahulu tetap perlu untuk terus mengedepankan Manajemen Risiko yang baiknya kita kenal dengan Governance Risk and Compliance (GRC) dalam rangka memacu bisnis.

Salah satu kementrian BUMN melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan laju bisnis usaha, diantaranya mengeluarkan budaya kerja Amanah, Kompetensi, Harmonis, Loyalitas, Adaptif, dan Kolaboratif atau yang disingkat menjadi AKHLAK. 

Budaya kerja ini dapat dijadikan landasan budaya risiko untuk meningkatkan kinerja, daya saing, dan reputasi perusahaan. 

AKHLAK dapat menjadi sebuah budaya risiko yang membantu perusahaan BUMN, BUMD, maupun swasta untuk menerapkan Governance Risk and Compliance (GRC) ini sebab didalam AKHLAK tersebut terdapat 6 budaya kerja yang dapat diterapkan secara mudah dan diharapkan membantu meminimalisir risiko perusahaan melalui pengoptimalan budaya kerja tersebut.

Tidak hanya pada perusahaan, pada individu juga sesungguhnya bisa untuk menerapkan budaya kerja ini dalam kehidupan sehari. Yaitu dengan Amanah terhadap peraturan pemerintah tentang prokes, Kompetensi dalam upaya melakukannya seperti dengan memiliki masker dengan standar khusus yaitu KF94 atau KN95 atau double masker. 

Dan lainnya. Jadi apabila individu saja dapat mengaitkan AKHLAK pada budaya risiko saat menjalani kehidupan baru dengan Covid-19, mengapa bisnis perusahaan tidak? Kalau menurut kamu gimana? AKHLAK yang dikeluarkan oleh salah satu kementrian BUMN ini dapat menjadi budaya risiko umum tidak? Apapun pilihanmu pastikan tetap memahami apa itu risiko ya! Tetap menjaga kesehatan dan patuhi 5M untuk meminimalisir risiko dari pandemi ini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun