Mohon tunggu...
Mauradryshella
Mauradryshella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hubungan Interasional, Universitas Sriwijaya 2019

It’s my time to step into the spotlight. I’ve earned it.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Australia dalam Menyikapi Diplomasi Koersif yang Diberlakukan China

1 Desember 2021   03:43 Diperbarui: 1 Desember 2021   03:45 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hubungan bilateral China-Australia yang telah dibangun hampir setengah abad yakni sejak 1972 yang terjalin baik dengan ditandai sejumlah perjanjian di berbagai bidang, khususnya di bidang ekonomi atau perdagangan. Hubungan di antara keduanya dilihat makin baik ketika pada akhirnya China menjadi pasar tujuan ekspor terbesar Australia terhitung sejak 2007. 

Di dalam tulisan berjudul Australia in China’s Grand Strategy bahwa anggota parlemen sebanyak 75% menilai bahwa perjanjian dagang dengan China menjadi kepentingan nasional Australia. Dipercaya bahwa free trade area yang terjalin dengan China akan membuka lapangan pekerjaan serta berkontribusi terhadap peningkatan standar hidup Australia. Berjalan mulusnya hubungan dagang antar kedua mitra tersebut menciptakan sebuah kesepakatan dagang, diantaranya :

•ChAFTA ( China- Australia Free Trade Agreement) pada 2015

Perjanjian ini memuat sedikitnya :
1.Mengunci tarif sebesar 0% pada bijih besi, emas, minyak petroelum dan gas yang merupakan ekspor utama untuk memberikan kepastian bagi industri Australia.
2.Penghapusan seluruhnya tarif 3% pada batubara kokas terhitung pada 20 Desember 2015.
3.Batubara termal, penghapusan seluruhnya tarif sebesar 6% pada 1 Januari 2017.
4.Menghapus hingga 10% tarif tembaga, alumunium oksida, aluminium, nikel dan titanium dioksida pada tanggal 20 Desember 2015.
5.Penghapusan hingga 10% tarif obat-obatan dan produk kesehatan paling lambat pada 1 Januari 2019
6.Penghapusan tarif untuk  suku cadang, mesin mobil, opal, produk plastik serta produk manufaktur lainnya paling lambat pada 1 Januari 2019.

•Australia Terlibat dengan China di BRI (Belt and Road Initiative)

Penandatanganan MoU pada kesepakatan kerjasama BRI oleh pihak Australia dilakukan pada September 2017. BRI merupakan forum yang akan digunakan untuk mengatasi adanya penurunan substansial tarif di Asia Pasifik, adanya hambatan perdagangan non-tarif yang diakibatkan oleh infrastruktur yang buruk, prosedural bea cukai, perbatasan perdagangan dan investasi. 

Dengan menyepakati ini, PM Australia Scott Morrison mengatakan bahwa bersedia untuk adanya keterlibatan lebih jauh dengan China pada sektor perdagangan (Collinson, 2019). 

Adanya MoU antara kedua belah pihak, maka kemitraan ini berkomitmen untuk mempererat kerjasama kebijakan, keterhubungan fasilitas, penghapusan hambatan perdagangan, kerjasama keuangan, people to peope bond, serta promosi terhadap Kerjasama Digital Silk Road. China-Australia sepakat untuk sama-sama memainkan peran dan mendukung kemitraan jangka panjang yang stabil serta berkelanjutan (Akbar, 2019).

Kedua perjanjian kerjasama maupun perdagangan tersebut menandai berjalan baiknya hubungan kemitraan antara China-Australia. Namun pada 2019-2020 hubungan baik tersebut menjumpai hambatan.

Ketegangan ini sebenarnya telah terendus semenjak Australia dirasa China merupakan hambatan kepentingan nasional China di isu Laut China Selatan lalu pada permasalahan Xinjiang. Australia sempat melakukan penolakan terhadap Huawei milik China pada 2018 terkait jaringan broadband 5G (Reuters, 2021), serta di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Scott Morrison Australia berani melakukan kritik atas China terkait penyelidikan menyeluruh internasional mengenai bagaimana pandemi Covid-19 berasal (Putri, 2021). Beberapa hal tersebut diyakini sebagai alasan mengapa China melakukan berbagai aksi boikot, pembatasan, serta sanksi ekonomi yang menandai terjadinya diplomasi koersif yang diinisiasi oleh pihak China.

Diplomasi Koersif yang Diberlakukan China terhadap Ekspor Australia
•Melakukan Pembatasan Impor Batu Bara dari Australia

Australia memiliki dua negara bagian Queensland dan New South Wales sebagai pemasok terbesar atas komoditas batu bara yang per tahunnya dapat menghasilkan sejumlah 85 juta ton dan merupakan penghasil devisa terbesar bagi Australia. China merupakan target pasar strategis Australia dengan persentasi tiga kali pasar dunia (Liliandana, 2020). Terkait hubungan bilateral di antara keduanya yang sedang tidak berjalan baik membuat pasar batu bara yang dimiliki Australia terkena imbasnya. Melalui data lapangan diperoleh bahwa terdapat empat pabrik baja China yang menolak ekspor batu bara dari Austalia. 

Pabrik yang dimaksud diantaranya termasuk pabrik pemerintah. Terdapat pengakuan dari pabrik baja tersebut bahwa Beijing  memberi perintah atas pemberhentian Australia sebagai pemasok batu bara ke China, yang mana bukan hanya batu bara saja melainkan termasuk di dalamnya batu bara termal sebagai bahan yang digunakan untuk pembangkit listrik (Nasution, 2020). 

Pemberhentian komoditas batu bara yang saat itu dialihkan China ke negara lain bukan dalam jumlah yang sedikit, melainkan sekitar 850 ribu ton yang memakai 10 kapal kargo Panamax. Simon Birmingham sebagai Menteri Perdagangan Australia mengatakan bahwa telah berkonsultasi dengan industri batu bara dan melakukan diplomasi dengan China terkait dampak dari kebijakan China yang mereka rasakan dan mengaku bahwa bukti yang dimiliki belum cukup untuk menuding hal yang dilakukan Beijing merupakan bentuk diplomasi koersif melainkan masih berpikir dengan pikiran dingin bahwa hal tersebut dilakukan China untuk mendukung industri lokal, namun pembatasan  hanya ditargetkan pada batu bara asal Australia saja sehingga terjadi ketidakadilan. 

Simon mengatakan ‘‘ praktik tersebut merupakan bentuk diskriminatif yang dilakukan pihak China” hal tersebut juga didukung oleh peningkatan tariff impor yang sebelumnya telah diberlakukan China. Terdapat penjelasan yang agak berbeda dari pemberhentian impor batu bara dari pasar Australia, Februari 2019 dilakukan pembatasan yang mana sebelumnya pemeriksaan dari Bea Cukai hanya dalam kurun waktu 25 hari, setelah pembatasan terdapat perubahan menjadi 40 hari. 

Lalu adanya pembatasan jumlah batu bara hanya sebanyak 12 juta ton per tahun. Nilai impor batu bara yang telah terjalin di antara kedua negara yang sejatinya telah mencapai angka US$10.5 miliar sudah jelas terganggu, bahkan pembatasan ini membuat penurunan harga saham di antaranya Saham Coronado Global dan Yancoal yang anjlok hingga 8%, dan Whitehaven Coal yang ikut anjlok di angka 6%. Namun, Australia sendiri berhasil menemukan negara target seperti Korsel, Vietnam dan Jepang sebagai alternatif pembatasan China (Uli/sfr, 2020).

•Melakukan Pembatasan Impor Kapas Australia

China memperoleh sekitar 65% hasil panen kapas Australia, berarti merupakan mitra dagang terbesar untuk ekspor industri kapas Australia. Pembatasan dagang yang yang diberlakukan China juga menyentuh industri kapas, pabrik-pabrik mendapat perintah larangan untuk menerima kapas dari Australia. Industri kapas Australia memiliki nilai sebesar $ 565 juta setiap tahunnya, dengan China sebagai costumer terbesar tentunya menyulitkan pihak negeri Kangguru. Kekhawatiran peningkatan tarif ekspor sebesar 40% juga menghantui proses dagang yang dilakukan Australia. Mitra dagang China juga sulit dimintai penjelasan terkait pembatasan yang sedang terjadi, sehingga informasi sulit diperoleh (VOA, 2020).

•Anti-Dumping terhadap Anggur  

Pada November 2020, China memberlakukan tarif sebesar 107,1%-212,1%, sebagai langkah anti-dumping yang ditempuh China. Australia merupakan pemasok kedua terbesar setelah Perancis untuk industri anggur di China, perdagangan anggur di antara keduanya berpegangan pada perjanjian yang telah disepakati pada 2015 dan sepakat untuk meniadakan tarif 14-20% terkait anggur  pada 2019. Perilaku China atas anggur Australia dinilai koersif karena tidak sesuai dengan komitmen yang telah mereka bangun sebelunnya melalui WTO. Tuduhan China kepada anggur Australia yang menyebabkan dumping dan kerusakan pasar digunakan atas pembenaran perilaku yang digalakkannya ini. China yang merupakan penyumbang senilai 26% perdaganagn luar negeri Australia tentunya kebijakan yang dibuat memberi dampak terhadap Australia (Liu, 2020).

•Pemberlakuan Tarif Hukuman terhadap Jelai atau Barley

Industri jelai Australia memiliki nilai sekitar US$1 miliar memberlakukan tarif sebesar 80% atas perdagangan jelai yang telah berlangsung sejak lama di antara keduanya. Alasan yang digunakan China sebagai pewajaran kebijakan yang diambilnya adalah bahwa merasa terlalu bergantung pada impor, padahal industri jelai China sendiri hanya mampu memenuhi angka 20% untuk kebutuhan jelai. Perilaku China ini dicurigai karena pergolakan hubungan yang tengah terjadi antar Canberra-Beijing (Indonesia, 2020).

•Boikot Perdagangan Lobster

China yang merupakan mitra dagang terbesar Australia dalam perdagangan lobster mengambil kebijakan boikot dengan tuduhan bahwa lobster yang berasal dari Australia mengandung secara berlebihan kadmium logam berat. Nilai ekspor sebesar USD 500 juta per tahunnya mengalami ketidakstabilan dikarenakan boikot yang dilakukan China sebagai negara tujuan ekspor terbesar lobster Australia dengan persentase hampir seluruhnya atau 95% (Saputro, 2020).

Respon Australia terhadap Perilaku China
Selain dengan natural mencari alternatif negara tujuan ekspor untuk menjual komoditi yang terlanjur dihambat oleh China, serta untuk menyelamatkan industri dan pasar, Australia melakukan beberapa hal sebagai berikut :
•Mengadukan Perbuatan China yang Dinilai Melanggar Perjanjian Dagang ke WTO

Pertama kali Australia mengajukan banding ke pihak organisasi perdagangan dunia (WTO) terkait pemberlakuan tarif pada jelai salah satu komoditi ekspor Australia, lalu selang enam bulan kemudian tepatnya pada Juni 2021 Australia mengajukan permohonan kepada WTO untuk meninjau kembali kebijakan perdaganagn yang diberlakukan China terhadap ekspor anggur yang mereka jual di pasar China yang dikenakan bea anti-dumping dan niat China menghapus ekspor anggur dari Australia di pasar mereka (Sidik, 2021).

•Membatalkan Kerjasama Dagang dengan China dalam BRI

Serangan balasan yang dilakukan Australia dalam rangka menyikapi kebijakan koersif yang dilakukan  China adalag dengan melakukan pembatalan pada perjanjian yang ditandatangani oleh China  dan Austalia yang diwakilkan oleh negara bagian Victoria. Perjanjian ini merupakan bentuk inisiatif yang dilakukan Tiongkok untuk infrastruktur global dengan ciri khas Presiden Xi , di dalamnya terdapat cita-cita untuk membuka koridor perdagangan beas di Eropa dan Asia dengan gambaran silk road di masa lampau.

Marise Payne selaku Menteri Luar Negeri Australia menyatakan bahwa pembatalan perjanjian dilakukan setelah mengevaluasi sebanyak lebih dari seribu perjanjia dengan pihak asing. BRI dinilai tidak relevan dengan kebijakan luar negeri atau menimbulkan kerugian atas perdagangan dan hubungan luar negeri di bawah PM Morisson tersebut. 

Dengan adanya keputusan yang diambil Australia ini menandai bahwa tidak lagi membersamai inisiatif yang diinisiasi oleh Presiden Xi tadi sehingga menimbulkan reaksi tidak baik dari pihak Tiongkok dan tudingan bahwa langkah yang diambil Australia tambah memperkeruh suasana diplomatik yang memang sedang tidak baik-baik saja (Sebayang, 2021)

Pada periode 2018-2019 China merupakan mitra dagang yang paling menjanjikan bagi Australia, menyumbang sebesar 26% perdagangan Australia. Namun apabila China membuat langkah koersif sehingga Australia melakukan refleksi atas kebijakan politik luar negeri yang telah dilakukan sebelumnya dengan suka hati Australia tidak akan memberikan dukungan publik atas kepatuhan untuk syarat berdagang.

Reference

Akbar, M. (2019). Belt and Road Initiative (BRI) and Its Implications on Maritime Security in Asia Pasific : Case Study on China-Australia Trade Cooperation. Jurnal Asia Pacific Studies, vol 3, no. 1., 9-10.
Collinson, J. L. (2019, April). Australian and the Belt and Road Initiative. Retrieved November 30, 2021, from https://www.australiachinarelations.org/: https://www.australiachinarelations.org/sites/default/files/20190425%20ACRI%20Opinion_James%20Laurenceson%20Elena%20Collinson_Australia%20and%20the%20Belt%20and%20Road%20Initiative_BRI%20Forum.pdf
Indonesia, C. (2020, Desember 16). Tarif Impor Naik 80%, Australia Bakal Bawa China ke WTO. Retrieved November 30, 2021, from cnnindonesia.com: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201216114703-92-582817/tarif-impor-naik-80-persen-australia-bakal-bawa-china-ke-wto
Liliandana, Z. (2020). Analisis Kebijakan Tiongkok Menghentikan Impor Batu Bara Australia tahun 2018-2020. Skripsi, 5-6.
Liu, N. (2020, November 28). Social Media Strikes Back Against China's Anti-Dumping Measures on Australian Wine. Retrieved November 30, 2021, from voanews.com: https://www.voanews.com/a/east-asia-pacific_social-media-strikes-back-against-chinas-anti-dumping-measures-australian-wine/6198880.html
Nasution, M. (2020, Oktober 14). Seakan Tak Sudi Terima Produk Australia dan Indonesia, Pabrik Baja China Justru 'Buang' Impor Batu Bara dari Dua Negara, Canberra Geram Bukan Main. Retrieved November 30, 2021, from intisari.grid.id: https://intisari.grid.id/read/032381121/seakan-tak-sudi-terima-produk-australia-dan-indonesia-pabrik-baja-china-justru-buang-impor-batu-bara-dari-dua-negara-canberra-geram-bukan-main?page=2
Putri, A. S. (2021, Januari 3). Dilemma Hubungan Perdangangan Tiongkok-Australia. Retrieved November 30, 2021, from kumparan.com: https://kumparan.com/ariseptyan55/dilema-hubungan-perdagangan-tiongkok-australia-1uuHkgf4XUQ/full
Reuters. (2021, Agustus 6). Australia Tolak Penuhi Tuntutan China untuk Mulai Pembicaraan Tingkat Menlu. Retrieved November 30, 2021, from voaindonesia.com: https://www.voaindonesia.com/a/australia-tolak-penuhi-tuntutan-china-untuk-mulai-pembicaraan-tingkat-menlu/5993112.html
Saputro, W. (2020, Desember 27). Diboikot China, Lobster Australia Diobral Nelayan ke Pembeli Lokal. Retrieved November 30, 2021, from kumparan.com: https://kumparan.com/kumparanbisnis/diboikot-china-lobster-australia-diobral-nelayan-ke-pembeli-lokal-1urar7uCaGH/full
Sebayang, R. (2021, April 24). Australia Batalkan Perjanjian Belt and Road denan Tiongkok. Retrieved November 30, 2021, from idntimes.com: https://www.idntimes.com/business/economy/rehia-indrayanti-br-sebayang/australia-batalkan-perjanjian-belt-and-road-dengan-tiongkok/3
Sidik, S. (2021, Juni 20). 'Perang' Wine, Australia Gugat China ke WTO. Retrieved November 30, 2021, from cnbcindonesia.com: https://www.cnbcindonesia.com/market/20210620145822-17-254512/perang-wine-australia-gugat-china-ke-wto
Uli/sfr. (2020, Desember 16). Kian Memanas, China akan Batasi Impor Batu Bara Australia. Retrieved November 30, 2021, from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201215214932-85-582632/kian-memanas-china-bakal-batasi-impor-batu-bara-australia
VOA. (2020, Oktober 20). Sengketa Dagang China Australia Semakin Meningkat. Retrieved November 30, 2021, from voaindonesia.com: https://www.voaindonesia.com/a/sengketa-dagang-china-australia-semakin-meningkat/5627718.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun