Mohon tunggu...
Fredy Maunareng
Fredy Maunareng Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bahasa

Menuduh diri sebagai "Pemerhati Bahasa" dari Nusa Laung, Pulau Wetar-Maluku Barat Daya Korespondensi melalui Email : fredy.maunareng@gmail.com | WA : +6281237994030 |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kepanikan Mematikan Nalar

26 Maret 2020   06:10 Diperbarui: 26 Maret 2020   10:52 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar facebook, gambar diambil dari Tribun Manado

Antelop merupakan salah satu hewan yang memiliki kecepatan lari yang cukup baik daripada singa. Hanya saja karena panik, takut, maka keadaan itu membuatnya lumpuh. Lantas menjadikannya sasaran empuk singa. 

Begitulah penuturan seorang ahli fauna di podcast sebuah siaran. Boleh dikata antelop mati karena ketakutan.

Menyelaraskan podcast itu dengan kondisi dunia yang tengah menghadapi pandemik Coronavirus Diseases (Covid-19), saya berpikir bahwa sebagian masyarakat kita berada dalam kegamangan dan kepanikan oleh karena informasi yang diterima.

Barusan, tepat pukul 00:15 (26/3), saya ditelepon oleh abang saya yang berada di pelosok Wetar Timur, Maluku. Ia menceritakan, kurang lebih menyampaikan informasi bahwa mereka tengah sibuk mencari telur ayam untuk direbus dan dikonsumsi. Konon untuk mencegah terjangkitnya Covid-19.

"Kesempatan rebus lalu makan telur batas malam ini saja, besok sudah tidak." Begitulah pembicaraan di ujung telepon.

Katanya lagi, mereka menerima petunjuk itu berdasarkan informasi adanya seorang bayi yang baru dilahirkan pada 25/3 di Saumlaki, Maluku Tenggara Barat. Pada saat bayi tersebut lahir, ia tidak menangis sebagaimana lazimnya. Bayi tersebut berkata-kata tentang ilham itu sebelum ia menangis.

Sementara kami bertelepon, ada panggilan masuk ke teleponnya juga sehingga ia menggabungkan panggilan. Saya hanya diam dan menyimak pembicaraan mereka. Rupanya penelpon itu hendak menyampaikan informasi yang sama.

Sebagai seorang abang, ia merasa punya kewajiban mengingatkan dan meminta saya untuk melakukan seperti yang mereka lakukan, tentunya demi keselamatan dari ancaman Covid-19.

Seperti biasa, setiap kali saya menerima informasi selalu saya ragukan kebenarannya. Inilah skeptisisme saya dalam menerima informasi. 

Dari berbagai referensi yang pernah saya jajaki, tidak ada yang mengatakan telur (secara langsung) dapat mencegah penularan Covid-19. Apalagi mengkhususkan batas waktu tertentu saja.

Boleh diterima kalau alasan mengonsumsi telur adalah untuk peningkatan daya tahan tubuh. Intinya banyak mengonsumsi makanan dan buah-buahan yang mengandung vitamin E dan C untuk peningkatan anti bodi.

Saya mencium aroma kepanikan luar biasa dari warga di Wetar Timur, mungkin juga masyarakat pada umumnya. Apa saja akan dilakukan sepanjang itu atas nama ilham.

Sama seperti antelop yang lari ketakutan dikejar singa. Kepanikan membuat kita lumpuh dalam berpikir. Kepanikan juga membuat kita tidak lagi mampu untuk menyaring dan mengolah informasi.

Lebih parah lagi kita ikut menyebarkan informasi yang kita sendiri belum bahkan tidak tahu kebenarannya. Atas nama "sekedar berbagi", semua failure informasi  juga dibagi.

Sebisa mungkin gunakan nalar kita untuk mendapatkan informasi dari sumber yang benar-benar kredibel. Lakukan perbandingan data informasi yang diterima dengan sumber-sumber kredibel tadi. Selanjutnya kita boleh memilih untuk meneruskan kepada pihak lain ataukah menghapus dari memori kita.

Kembali ke informasi yang disampaikan abang saya. Saya memutuskan untuk tidak melanjutkannya kepada siapapun. 

Mengapa? Karena keakuratan informasi bayi yang berbicara tentang pencegahan Covid-19 tidak berasal dari sumber yang kredibel melainkan atas isu semata. 

Saya gunakan istilah isu karena informasi diberikan oleh kerabat abang saya melalui telepon. Mereka tidak melihat langsung pada video ataupun konten editan (hoax) yang diunggah ke media sosial.

Selain abang saya, sahabat-sahabat saya juga menghubungi saya di tengah malam suntuk itu mengabarkan tentang petunjuk bayi (hoax) ajaib itu. 

Dan mereka berhasil membuat saya tidak tidur semalam. Bukannya saya mencari telur seperti yang harapkan melainkan mencari informasi pembanding. Kalaupun informasi itu benar adanya, saya pikir irasional. 

Ternyata oh ternyata, tidak hanya mereka yang berada di Wetar Timur. Hampir sebagian penduduk wilayah Wetar ini terbangun pada tengah malam (malam tadi) mencari warung-warung yang menjual telur. 

Alhasil ada satu warung yang mengaku telur-telur yang dijual pun habis seketika pada malam itu juga. Ada juga yang mencari untung dengan menaikan harga telur secara tiba-tiba dan ludes terbeli. Saya tidak tahu persis dampak hoax itu ke daerah lain. Mungkin ada yang bisa berbagi pengalamannya.

Dari pengalaman ini saya hanya mengambil hikmahnya bahwa ada begitu banyak orang yang menaruh perhatian kepada kita. Mereka begitu peduli dengan kita. Mereka tidak perduli apakah informasi yang diberikan benar dan dapat dibenarkan atau malah berdampak buruk bagi mereka sendiri.

Terkait dengan Corona, yang perlu diketahui adalah apa itu Covid-19, bagaimana gejalanya, bagaimana pola penularannya, bagaimana metode pencegahannya, dan bagaimana penanganan serta trend penanganan sejauh ini. 

Dengan begitu kita akan mengenali jenis virus ini secara baik dan dapat menjaga jarak aman atas ancaman penyebaran serta terhindar dari kepanikan yang mematikan nalar.


Salam hangatku dari rumah untuk pembaca kompasiana.

*catatan, tulisan ini telah tayang lebih dulu di sebuah forum/komunitas hp yang penulis ikuti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun