Mohon tunggu...
Fredy Maunareng
Fredy Maunareng Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bahasa

Menuduh diri sebagai "Pemerhati Bahasa" dari Nusa Laung, Pulau Wetar-Maluku Barat Daya Korespondensi melalui Email : fredy.maunareng@gmail.com | WA : +6281237994030 |

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tepatkah Anies-Sandi Membuka Posko Pengaduan?

18 November 2017   15:55 Diperbarui: 19 November 2017   04:48 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar CNN.com

Peristiwa kecelakaan tunggal yang dialami sang Ketua DPR RI, Setya Novanto pada Jumat 17 November kemarin seakan menenggelamkan pemberitaan tentang Gubernur DKI, Anies R Baswedan. Pemerintahan yang memposisikan eksistensinya selalu tampil "beda" dari pemimpin sebelumnya, nyaris tak terdengar. 

Ya, Anies-Sandi selalu menggunakan konsep lama dengan istilah baru agar sekedar terlihat berbeda. Istilah relokasi (gusur) diganti dengan geser, dan mungkin rumah susun diganti dengan rumah lapis. Tidak hanya istilah, keberadaan pemimpin ini terkesan selalu menyerang pemimpin sebelumnya dengan menyalahkan sebagian proyek pembangunan yang digalakan pemimpin sebelumnya.

Anies pada Sabtu (18/11) pagi tadi sebagaimana dilansir dari CNN.com telah meresmikan 44 Posko Pengaduan di 44 kecamatan di DKI. Dari berita tersebut, Anies menerapkan konsep penyelesaian yang terpusat namun berjenjang dan tentunya membutuhkan waktu. Anies menyatakan cara penyelesaian masalah sebagai bentuk yang tersistem. Berikut kutipan langsung dari ujaran Anies yang dikutip CNN.com.

"Sabtu nerima laporan, Senin ada pertemuan dengan wali kota, pertemuan kedua me-review masalah sedangkan Sabtu belajar masalah. Bila ada masalah dibawa ke Balai Kota dengan begitu kami menyelesaikan masalah dengan sistem," tuturnya.

Sekali lagi, Sabtu proses menerima laporan selama 3 jam, Senin masalah dibahas di tingkat pemerintahan kota jika tidak teratasi di tingkat kecamatan atau keluarahan. Jika tidak teratasi juga di tingkat Kota, masalah dibawa ke Balai Kota untuk dipelajari pada Sabtu.

Saat ini yang diperlukan adalah penyelesaian maslah secara cepat, tepat dan bermanfaat. Sistem yang dibangun malah memakan waktu dan biaya. Bukannya pergi ke tempat pengaduan adalah membuang waktu dan biaya?

Pertanyaan lainnya, apakah masalah akut DKI masih perlu menunggu pengaduan warga? Bukankah waktu kampanye kemarin sudah turun sendiri dan telah menilai apa yang harus dilakukan jika terpilih. Its ok. Membuka posko pengaduan adalah salah satu sarana menyelesaikan masalah. Dapatkah sistem ini berjalan efektif? Atau malah saling melempar tanggung jawab.

Zaman sudah canggih. Pemimpin sebelumnya telah menggunakan Qlue sebagai aplikasi laporan warga. Setiap ketua RW wajib memberi dua kali laporan dalam sehari. Inilah fakta bahwa posko yang dibangun Ahok jumlahnya lebih banyak. Setiap masalah yang dilaporkan dipantau langsung oleh gubernur. 

Dalam pantauan itu, gubernur tidak hanya menerima bentuk laporan penyelesaian aduan oleh lurah, camat dan wali kota semata, tetapi gubernur menerima langsung "bentuk" laporan atau keluhan warga dan bagaimana bawahannya bekerja. Inilah posko pengaduan yang sudah berjalan. Warga tidak perlu mendatangi kantor camat dan mengantre di sana. Haruskah sarana pengaduan warga yang dibuat pada zaman Ahok diganti lagi dengan cara warga harus berjalan menuju posko terdekatnya? Belum lagi mobilisasi warga akan disalahkan jika terjadi kemacetan. Semoga wajah "Miniatur Indonesia" itu tidak sedang berjalan mundur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun