Mohon tunggu...
Maulana Fajri Adrian
Maulana Fajri Adrian Mohon Tunggu... Penulis - Menulis Untuk Abadi

Tulisan merupakan hasil pandangan pribadi. Silakan baca dan tinggalkan komentar apabila terdapat silang pandangan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

(Masih) Dalam Bayang-bayang RUU Penyadapan

6 Oktober 2020   10:12 Diperbarui: 6 Oktober 2020   10:33 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam logika berpikir sederhana, kegiatan penyadapan merupakan suatu hal yang bertentangan dengan hak privasi seseorang. Pada era digital nan canggih saat ini, potensi terjadinya penyadapan terhadap seseorang sangatlah besar. 

Sebagai negara demokrasi dan menjunjung supremasi hukum, persoalan penyadapan ini mesti diatur agar menghindari dicederainya hak privasi warga negara tersebut. Lantas seberapa penting dan sejauh mana persoalan penyadapan ini diatur dalam negeri ini?

Penyadapan atau Intersepsi menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. 

Berdasarkan uraian dapat dipahami bahwa objek dari penyadapan adalah data/informasi yang bersifat privasi/ranah privat seseorang. Kegiatan Penyadapan tentunya melanggar hak privasi yang dimiliki oleh setiap warga negara serta mencedarai nilai-nilai Hak Asasi Manusia. 

Lantas apakah kegiatan penyadapan merupakan tindakan yang melanggar hak privasi seseorang serta merupakan suatu tindakan yang inkonstitusional di Indonesia?

Apabila bertolak pada peraturan perundang-undangan, perihal penyadapan diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan kemudian mengalami perubahan dengan lahirnya UU No.19 Tahun 2016. 

Pada pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dijelaskan bahwa penyadapan merupakan suatu perbuatan yang dilarang dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan pada Pasal 47  UU No. 11 Tahun 2008. 

Namun, Pasal 31 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 pun memberikan ruang untuk dapat dilaksanakannya penyadapan apabila dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. 

Pada perubahan UU ITE melalui UU No. 19 Tahun 2016 pun mengamanatkan bahwa tata cara penyadapan dalam rangka penegakan hukum diatur dengan undang-undang, bukan dengan peraturan pemerintah. Jika tindakan penyadapan diuraikan berdasarkan institusi yang berwenang untuk melakukannya, antara lain 1). Polri, 2). Kejaksaan, 3). Komisi Pemberantasan Korupsi yang berdasarkan Pasal 12 huruf a UU No. 30 Tahun 2002, 4). Badan Intelijen Negara yang berdasarkan Pasal 31 UU No. 17 Tahun 2011 dan 5). Badan Narkotika Nasional berdasarkan Pasal 75, Pasal 77 dan Pasal 78 UU No. 35 Tahun 2009. Artinya institusi-institusi tersebut dibenarkan berdasarkan ketentuan undang-undang untuk melakukan tindakan penyadapan dalam rangka penegakan hukum.

Persoalan hukum mengenai penyadapan/intersepsi justru terjadi dalam urusan tata cara penyadapan/Intersepsi. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 mengamanatkan tata cara penyadapan/Intersepsi tidak diatur diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), melainkan harus diatur dan dimuat dalam Undang-Undang (UU). Hal tersebut tak lepas dari Mahkamah Konstitusi yang mengamini bahwa penyadapan/intersepsi merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945), sehingga untuk “menyimpangi” atau membuat pengecualian terhadap tindakan penyadapan mesti dengan payung hukum yang kuat yaitu dalam bentuk undang-undang. 

Oleh karena tata cara penyadapan yang sebelumnya hendak diatur dalam Peraturan Pemerintah, kini harus diatur dalam Undang-Undang sebagaiamana yang termuat di dalam UU ITE yang baru (UU No.19 Tahun 2016). Sehingga sudah jelas bahwa penyadapan suatu hal yang diperbolehkan sepanjang dalam rangka pengakan hukum dan tata cara penyadapannya harus diatur dalam bentuk undang-undang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun