Mohon tunggu...
Maulanaa
Maulanaa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi: olahraga Profesi: mahasiswa Jenis kelamin: laki"

Selanjutnya

Tutup

Hukum

peradilan agama diindonesia: kewenangan, perkara, dan perkembangannya

2 Oktober 2025   22:16 Diperbarui: 2 Oktober 2025   22:15 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kelompok 12 Hukun Peradilan Agama: Natasya aurelia wardani 232121131, Fadzli rokhman 232121172, Imam maulana aziz 232121147.

Peradilan Agama di Indonesia: Kewenangan, Perkara, dan Perkembangannya

Pendahuluan

Sistem hukum di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang perkembangan hukum kolonial, hukum adat, hingga hukum Islam. Salah satu institusi penting dalam penegakan hukum Islam di Indonesia adalah Peradilan Agama, yang memiliki kewenangan khusus untuk menangani perkara-perkara tertentu bagi umat Islam. Dalam konteks ini, pengadilan agama memiliki kedudukan yang strategis, karena menjadi tempat penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan hukum keluarga Islam, wakaf, zakat, dan kewarisan.

Artikel ini akan membahas empat hal pokok, yaitu: pengertian peradilan dan pengadilan agama, kewenangan peradilan agama, kewenangan dalam penanganan perkara serta prosesnya, serta perkembangan peradilan agama mulai dari masa sebelum kemerdekaan hingga era reformasi.

⸻

1. Apa Peradilan dan Pengadilan Agama?

Secara umum, peradilan adalah proses penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yakni pengadilan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, peradilan adalah kegiatan untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara guna menegakkan hukum dan keadilan.

Sedangkan Pengadilan Agama merupakan salah satu peradilan khusus di bawah Mahkamah Agung yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara-perkara tertentu bagi orang-orang yang beragama Islam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009).

Dengan demikian, peradilan agama adalah mekanisme hukum yang diselenggarakan oleh pengadilan agama untuk menyelesaikan perkara keperdataan tertentu bagi umat Islam sesuai dengan syariat Islam.

⸻

2. Kewenangan yang Dimiliki Peradilan Agama

Awalnya, kewenangan peradilan agama sangat terbatas. Namun, seiring perkembangan hukum nasional, kewenangannya semakin luas. Berdasarkan Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009, peradilan agama berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di bidang:
1.Perkawinan – meliputi nikah, talak, cerai, rujuk, dan perkara-perkara lain yang terkait dengan rumah tangga.
2.Waris – termasuk penentuan ahli waris, pembagian warisan, serta penentuan harta peninggalan.
3.Wasiat – peralihan harta melalui wasiat sesuai hukum Islam.
4.Hibah – sengketa hibah antara pihak yang beragama Islam.
5.Wakaf – meliputi penetapan, pengelolaan, dan sengketa mengenai tanah wakaf.
6.Zakat – terkait pengelolaan, distribusi, dan sengketa zakat.
7.Infaq dan Shadaqah – sengketa yang timbul mengenai penyaluran atau penggunaan dana infaq dan shadaqah.
8.Ekonomi Syariah – mencakup perbankan syariah, koperasi syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, dan bentuk transaksi bisnis syariah lainnya.

Kewenangan ini menegaskan bahwa peradilan agama bukan hanya menangani perkara keluarga, tetapi juga merambah pada ranah ekonomi modern berbasis syariah.

⸻

3. Kewenangan, Jenis Perkara, dan Proses Penanganan Perkara

a. Kewenangan dan Jenis Perkara

Kewenangan peradilan agama sebagaimana disebutkan di atas pada praktiknya dapat dikelompokkan menjadi dua bidang besar:
1.Hukum keluarga Islam, seperti perkawinan, perceraian, waris, wasiat, hibah, dan wakaf.
2.Hukum ekonomi syariah, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, serta transaksi komersial syariah lainnya.

b. Proses Penanganan Perkara di Pengadilan Agama

Proses berperkara di pengadilan agama secara umum melalui beberapa tahap:
1.Pendaftaran Perkara – Pihak yang berkepentingan mendaftarkan gugatan atau permohonan ke pengadilan agama dengan melampirkan syarat administrasi.
2.Penunjukan Majelis Hakim – Ketua pengadilan menunjuk majelis hakim yang akan memeriksa perkara.
3.Pemanggilan Para Pihak – Panitera memanggil pihak penggugat dan tergugat secara resmi.
4.Persidangan – dimulai dengan mediasi (wajib ditempuh sebelum masuk pokok perkara), dilanjutkan dengan pembacaan gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian, dan kesimpulan.
5.Putusan Hakim – Majelis hakim memberikan putusan berdasarkan fakta persidangan dan ketentuan hukum Islam.
6.Upaya Hukum – Para pihak yang tidak puas dapat mengajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali sesuai peraturan perundang-undangan.

Proses ini menunjukkan bahwa pengadilan agama tetap tunduk pada hukum acara perdata, tetapi dengan kekhususan pada substansi hukum Islam.

⸻

4. Perkembangan Peradilan Agama dari Sebelum Kemerdekaan hingga Reformasi

Perjalanan peradilan agama di Indonesia sangat panjang dan penuh dinamika.
1.Masa sebelum kemerdekaan
Pada masa kolonial Belanda, peradilan agama hanya diberi kewenangan terbatas. Awalnya, peradilan agama hanya menangani perkara nikah, talak, dan rujuk, tanpa kewenangan eksekusi. Kewenangan waris bahkan sempat dicabut melalui Staatsblad 1937 No. 116.
2.Masa awal kemerdekaan (1945–1970-an)
Setelah Indonesia merdeka, kedudukan peradilan agama tetap diakui. Namun, peradilan agama saat itu masih dianggap sebagai peradilan yang lemah, karena tidak memiliki kewenangan luas dan berada di bawah pengawasan Kementerian Agama, bukan Mahkamah Agung.
3.Masa Orde Baru (1970–1998)
Pada masa ini, terdapat kemajuan signifikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menempatkan peradilan agama sebagai salah satu peradilan di bawah Mahkamah Agung. Kemudian diperkuat dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang memberikan dasar hukum kuat bagi keberadaan dan kewenangan peradilan agama.
4.Masa Reformasi (1998–sekarang)
Pada era reformasi, kedudukan peradilan agama semakin kokoh. Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009 memperluas kewenangan peradilan agama, termasuk menangani perkara ekonomi syariah. Selain itu, lahirnya sistem peradilan terpadu (one roof system) menempatkan peradilan agama secara penuh di bawah Mahkamah Agung, sehingga lebih mandiri dan profesional.

Perkembangan ini menunjukkan bahwa peradilan agama telah bertransformasi dari lembaga yang dipandang lemah pada masa kolonial menjadi institusi yang memiliki peran penting dalam sistem hukum nasional.

Kesimpulan

Peradilan agama di Indonesia adalah bagian dari peradilan khusus yang memiliki kewenangan menangani perkara-perkara tertentu bagi umat Islam, baik dalam bidang hukum keluarga maupun ekonomi syariah. Kewenangannya mencakup perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, serta ekonomi syariah. Proses berperkara di pengadilan agama tetap mengikuti hukum acara perdata dengan penekanan pada substansi hukum Islam.

Perkembangan peradilan agama dari masa kolonial hingga reformasi menunjukkan dinamika yang panjang. Dari lembaga dengan kewenangan terbatas, kini peradilan agama menjadi institusi penting dalam penegakan hukum Islam di Indonesia. Dengan kewenangan yang semakin luas, peradilan agama berperan besar dalam menciptakan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat muslim di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun