Mohon tunggu...
Muhammad Anis
Muhammad Anis Mohon Tunggu... Dosen - Ilmu adalah Harta Teragung {Sayidina Ali bin Abi Thalib}

Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Olahraga dan Politik

31 Maret 2023   12:53 Diperbarui: 31 Maret 2023   13:05 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perhelatan Piala Dunia U20 tahun 2023 ini akhirnya batal terselenggara di Indonesia. FIFA telah mencoret Indonesia sebagai tuan rumah ajang bergengsi tersebut. Alasan FIFA adalah mempertimbangkan "situasi terkini" di tanah air. Meskipun tak menjelaskan situasi apakah itu, tetapi disinyalir terkait erat dengan polemik keikutsertaan timnas Israel di ajang tersebut.

Memang faktanya sebagian masyarakat negeri ini menolak keikutsertaan timnas Israel. Bahkan penolakan juga datang dari gubernur Jateng dan Bali, yang secara tegas tidak mau timnas Israel bermain di Indonesia dan khususnya di wilayah mereka.

Namun, sebagian pihak di tanah air menyayangkan dan menyesalkan penolakan tersebut, sehingga berbuntut pembatalan oleh FIFA. Mereka beralasan bahwa ini merupakan kesempatan Indonesia untuk tampil di ajang internasional bergengsi, sehingga bisa menaikkan nama bangsa. Di sisi lain, menurut peneliti Indef, Indonesia diperkirakan kehilangan potensi nilai ekonomi yang mencapai Rp 188 triliun, yang meliputi akomodasi, makanan, produk UMKM, pariwisata, dsb.

Karena itu, kelompok kedua ini menegaskan bahwa tidak seharusnya olahraga dicampuraduk dengan urusan politik. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa kehadiran timnas Israel tak merugikan Palestina. Tak kurang, Dubes Palestina juga menegaskan hal senada. Selain itu, FIFA sendiri disebut-sebut memegang teguh prinsip kesetaraan, fair play, dan anti diskriminasi.

Namun demikian, terlepas dari itu semua, fakta konkritnya adalah kaum zionis Israel telah menjajah Palestina hingga detik ini, yang telah berlangsung sekitar 75 tahun. Nyaris setiap hari selalu ada pembunuhan, penganiayaan, teror, perampasan hak, penghancuran rumah, dsb. Korbannya pun beragam, dari anak bayi hingga lansia. Apakah kita hendak membandingkan genosida yang mahadahsyat ini dengan keuntungan ekonomi dan posisi bergengsi?

Penerimaan timnas Israel, menurut saya, tentu akan melukai perasaan bangsa Palestina yang terjajah. Bayangkan kalau kondisinya terbalik, bagaimana perasaan kita? Oleh sebab itu, jangan menganggap remeh persoalan Palestina. Apalagi, bangsa Indonesia memiliki ikatan yang kuat dengan Palestina. Mayoritas penduduk Indonesia yang Muslim tentu menjadi harapan besar bagi bangsa Palestina.  

Dan, jangan pernah lupa. Pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai negara, pertama kali bukan datang dari negara-negara Barat, tetapi justru dari bangsa Palestina. Bahkan pengakuan tersebut telah muncul sejak setahun sebelum proklamasi kemerdekaan RI, tepatnya pada 6 September 1944 yang diwakili oleh Mufti Besar Palestina, Amin Al-Husaini, melalui siaran radio internasional. Tidak hanya itu, dukungan finansial juga diberikan oleh seorang saudagar kaya Palestina saat itu, Muhammad Ali Taher. Ia sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia, sehingga secara spontan menyerahkan seluruh uangnya yang tersimpan di Bank Arabia.

Penerimaan timnas Israel jelas bisa menjadi simbol kemenangan bagi kaum zionis tersebut. Mereka bisa tertawa terkekeh, karena negeri ini telah berhasil mereka "taklukkan". Dan, ini akan menjadi pintu masuk bagi Israel untuk semakin menerobos ke tubuh negeri ini melalui bidang-bidang lainnya, seperti ekonomi, budaya, dsb. Sehingga, puncaknya adalah normalisasi Indonesia dengan Israel. Karena itu, jangan pernah menyederhanakan masalah ini, bahwa seolah-olah tidak ada kaitan antara olahraga dengan politik. Tidak sesimpel itu. Zionis Israel bukan anak kemarin sore dalam urusan politik internasional.

Salah satu "kecanggihan" politik zionis Israel adalah keberhasilannya menunggangi organisasi Fatah di Palestina. Sehingga, organisasi ini menjadi mandul dan bertekuk lutut di ketiak Israel. Dubes Palestina untuk Indonesia berasal dari organisasi Fatah tersebut. Karena itu, tak mengherankan ketika beliau tidak keberatan dengan kehadiran timnas Israel.

Tak ketinggalan, FIFA sendiri sebenarnya juga tidak konsisten dengan jargonnya yang konon memegang teguh prinsip kesetaraan, fair play, dan anti diskriminasi. Pasalnya, pada tahun 2022 lalu FIFA telah mencoret Rusia dari segala ajang kompetisi sepak bola dunia. Sanksi ini dijatuhkan karena Rusia telah dianggap menginvasi Ukraina. Terlihat di sini bahwa FiFA sendiri tidak memisahkan antara olahraga dan politik. Lantas, mengapa ini tidak berlaku untuk Israel? Jelas, ini diskriminasi tingkat tinggi.

Wallahu 'Alam,
M. Anis

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun